Marak Anak Berhadapan Hukum (ABH), Imbas Sekularisme

Daftar Isi

Tak hanya peran orang tua yang sangat berarti dalam membentuk generasi

Negara memiliki kewajiban untuk menkondisikan generasi dengan tujuan meraih rida Allah Swt.


Penulis Irmawati Mu'qal, S. Kom Guru dan Pemerhati Remaja


Siddiq-news.com, OPINI -- Nahas, bocah laki-laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. 

Dalam pengungkapan kasus tersebut, terbukti pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), menjadi pelaku utama pembunuhan dan sodomi terhadap korban. (Sukabumiku[dot]id, 02/05/24). 

Tak hanya itu, menambahkan kengerian potret generasi kini. Tiga anak berhadapan dengan hukum menjadi tersangka kasus kematian santri di Jambi. (Metrojambi, 04/05/24). 

Apabila diinsafi, pada dasarnya anak tidak hanya membutuhkan asupan makanan bergizi, rumah yang nyaman, pakaian yang bagus, fasilitas hidup yang memadai ataupun uang jajan yang cukup. Keluarga sebagai lingkungan utama bagi anak untuk memenuhi kebutuhan akan perhatian dan kedekatan emosional dari orang tuanya kini telah dibajak oleh tuntutan kehidupan yang kapitalistik. Menghabiskan waktu untuk memenuhi pundi-pundi kekayaan atas nama keluarga.

Kesibukan urusan pekerjaan yang dihadapi orang tua apatah lagi seorang ayah atau ibu seringkali menjadi penyebab hilangnya waktu bersama buah hatinya. Sehingga anak menjadi kurang perhatian dan kurang kasih sayang dari orang tuanya. 

Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya, mampu memberikan dampak buruk bagi tumbuh kembangnya. Bahkan, lingkungan sekitarnya. Sehingga, sedikit banyaknya, anak hingga remaja hanya terdidik dari lingkungan baik secara dalam jaringan (daring) ataupun luar jaringan (luring). 

Ironinya, entah itu daring melalui screen time, bersosial media hingga menghabiskan waktu dengan game online. Kalaupun luring, hanya diisi dengan kegiatan positif yang cenderung kurang membangkitkan potensi dirinya sebagai hamba Allah Swt.. Bahkan, cenderung permisif.

Hal ini tak terlepas dari tercekokinya pemikiran umat dengan sekularisme (pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan). Menghempaskan ajaran Islam dari kehidupannya, termasuk dalam mendidik anak. Sehingga, kehidupan yang dijalani hanyalah repetisi aktifitas duniawi. 

Kenyataannya, orang tua sibuk dengan target-target pencapaiannya dan anak juga sibuk dengan kesenangannya. Hal ini terjadi pada beberapa keluarga yang tercukupi finansialnya atau lebih. Tak jarang ada anak yang terjerat dengan narkoba, hingga bentuk-bentuk kriminal lainnya padahal tercukupi kebutuhannya secara finansial. 

Adapun, keluarga yang berkekurangan finansialnya seringkali menjadi stereotipe yang mewajarkan apabila terdapat kasus-kasus anak yang melakukan aksi pencurian misalnya. Padahal, tak jarang juga anak yang finansialnya sangat kurang namun justru berprestasi. 

Terlepas dari itu semua, bagi seorang muslim, merugi apabila orang tua tidak memberikan pendidikan sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis. Apatah lagi, tidak berupaya menanamkan kepada anak-anak pendidikan tauhid. Sebab pendidikan tauhid, tujuannya agar anak hanya bergantung dan beribadah kepada Allah semata serta, terpancar imannya dengan amal saleh. 

Di sisi lain, tak hanya peran orang tua yang sesungguhnya sangat berarti dalam membentuk generasi. Namun, justru peran lembaga tertinggi yaitu negara. Negara memiliki kewajiban untuk menkondisikan generasi dengan tujuan meraih rida Allah Swt..

Bukan hanya menkondisikan untuk menyelesaikan permasalahan yang materialistic ala kapitalisme. Namun secara komprehensif, menjadi seorang pemikir, memiliki soft-skill adalah konsekuensi apabila keimanan pada Allah Swt. telah tumbuh. Sehingga, kedamaian dan kesejahteraan senantiasa akan dirasakan. 

Bukan sebaliknya, sebagaimana kini. Banyak anak yang cerdas, memiliki soft-skills yang luar biasa namun gagal dalam karakter diri, kepeduliannya terhadap umat, apatah lagi ghirah untuk agamanya. Sehingga, anak berhadapan dengan hukum (ABH), bak lingkaran setan yang sulit untuk diputuskan. 

Apabila, negara serius untuk menjadikan generasi membangun peradaban yang cemerlang maka negara harus memberangus sekularisme di negeri ini sebab segala kerusakan yang terjadi dalam kehidupan kini yang amat dirasakan karena terpeliharanya sekularisme dan tercampakkan Islam dalam pengaturan kehidupan. 

Wallahualam bissawab. []