Perusahaan Stop Rekrutmen, Ancaman di Hari Buruh

Daftar Isi

 


Oleh: Ledy Ummu Zaid

 

1 Mei menjadi hari buruh internasional yang akan diperingati setiap tahunnya. Khususnya bagi para buruh sendiri, peringatan Hari Buruh tentu diharapkan dapat membawa angin segar dalam kehidupan mereka sebagai buruh atau karyawan di perusahaan yang menaunginya. Seperti yang dilansir dari laman cnbcindonesia.com (30/04/24), harapan itu tak lain, seperti pencabutan Omnibus Law, penyesuaian gaji, atau dengan kata lain penolakan upah murah, perlindungan terhadap buruh migran, dan pembentukan unit khusus POLRI yang menangani pidana ketenagakerjaan. Adapun semua hal tersebut bermuara pada tuntutan pemenuhan hak-hak buruh sehingga mendapatkan kesejahteraan maupun apresiasi yang pantas atas jerih payah kontribusi mereka dalam bidang industri di tanah air. 

 

Sayangnya, hari buruh biasa diwarnai dengan aksi ricuh para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan. Hal ini disebabkan karena para buruh yang semakin memanas dan mendesak pemerintah untuk dipenuhi hak-haknya. Dilansir dari laman cnbcindonesia.com (30/04/2024), ada sekitar 48 ribu orang buruh yang akan turun ke jalanan Jakarta besok (1/5) dalam rangka memperingati May Day atau hari buruh internasional. Adapun para buruh tersebut datang dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Selain Jakarta, peringatan May Day tentu akan digelar juga secara serentak di seluruh provinsi di tanah air. Tujuan aksi massa secara besar-besaran ini tak lain untuk menyuarakan sejumlah tuntutan para buruh.

 

Di tengah euforia persiapan peringatan hari buruh internasional, ternyata para pengusaha telah mencuri start dengan mengambil kebijakan yang sangat mengejutkan. Dilansir dari laman cnnindonesia.com (26/04/2024), berdasarkan survei Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Indonesia menunjukkan sebanyak 69 persen perusahaan di Indonesia menyetop merekrut karyawan baru pada tahun lalu lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa 23 persen perusahaan di tanah air telah melakukan PHK pada 2023, sementara rata-rata global sebesar 32 persen.

 

Adapun salah satu perusahaan yang telah menghentikan proses produksi bahkan memulai PHK banyak karyawannya adalah PT Refined Bangka Tin (RBT). Dilansir dari laman inews.id (28/04/2024), perusahaan tersebut telah melakukan PHK terhadap semua pegawai outsourcing dengan jumlah 400 orang. Kemudian, perusahaan tersebut bakal kembali melakukan PHK terhadap karyawan tetapnya sekitar 200 orang di tahap pertama, sehingga sekitar 600 pekerja RBT terancam kehilangan pekerjaan. Usut punya usut, hal ini berkaitan dengan kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk. Walhasil, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita lima smelter atau pemurnian bijih timah di Bangka Belitung (Babel) tersebut yang berujung pada penghentian produksi untuk waktu yang belum dapat ditentukan. Lantas, bagaimana nasib para buruh di perusahaan tersebut?

 

Miris, peringatan hari buruh 2024 dengan tema ‘Social Justice and Decent Work for All’ terjadi di tengah berbagai problem buruh yang tak kunjung usai dari tahun ke tahun. Lihat saja, mulai dari upah rendah,  kerja yang tak layak,  hingga maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja membuat nasib buruh makin terpuruk. Seolah hanya angin lalu persoalan ketidaksejahteraan hidup buruh di negeri ini belum diselelesaikan dengan sungguh-sungguh. Padahal, negeri ini terkenal dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)-nya yang tentu akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk mengolah potensi tersebut.

 

Sayangnya, persoalan buruh akan terus ada selama sistem sekularisme kapitalisme masih diterapkan. Dalam hal ini, buruh hanya dianggap sebagai faktor produksi yang dimanfaatkan tenaganya sebanyak mungkin, tetapi dibayar serendah mungkin. Adapun nasib buruh tergantung pada perusahaan, sementara tak ada jaminan dari negara karena negara hanya  berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan. Di negeri ini, investor pun tak hanya datang dari tanah air saja, melainkan para investor asing akan berbondong-bondong menanamkan sahamnya untuk mengeruk keuntungan dalam pengelolaan sumber daya yang ada, tak terkecuali Sumber Daya Manusia (SDM) atau para buruh itu sendiri.

 

Berbeda jika sistem Islam yang diterapkan di masyarakat. Karena Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat, maka negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraannya. Negara memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan yang menjamin nasib buruh dan juga keberlangsungan perusahaan sehingga menguntungkan semua pihak. Dalam Islam, terdapat penentuan upah dalam akad kerja yang berdasarkan keridhaan. Oleh karenanya, Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh khubara, yaitu sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, dan lain-lain. 

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. At-Thalaq: 6). Adapun dalil syariah tersebut mengenai anak yang disusukan oleh istri yang telah diceraikan, maka wajib bagi ayah sang anak untuk tetap memberikan nafkah atas pekerjaannya menyusui anaknya. Begitu adil Islam mengatur persoalan upah seseorang yang telah berjasa. Maka dari itu, sudah barang tentu dalam sistem Islam upah buruh akan terkontrol dengan baik dan ditunaikan dengan benar sesuai syariat. Negara pun tidak akan segan memberi sanksi kepada perusahaan yang zalim terhadap pekerjanya. 

 

Kesejahteraan buruh hanya akan ternaungi dalam sistem Islam, yaitu khilafah Islamiyah. Kurang lebih 13 abad telah mengatur kehidupan umat dengan baik, dimulai dari kepemimpinan Rasulullah shollallahu ’alaihi wasallam di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh khulafaur rasyidin hingga kekhalifahan terakhir, yaitu turki ustmani, Islam benar-benar menjadi rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Sistem Islam yang mensejahterakan setiap individu rakyat dan menjaga keselamatan umat dunia dan akhirat tentu menjadi sesuatu yang didambakan. Bagaimana tidak ingin, jika ada pendidikan dan kesehatan gratis, hukum yang adil, dan lingkungan yang aman serta mendukung keimanan hadir kembali di tengah-tengah kehidupan umat yang telah rusak hari ini? Oleh karena itu, seorang khalifah yang adil tentu sangat dinantikan kehadirannya untuk mengurus kehidupan umat.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadis tersebut, bisa kita simpulkan bahwasanya nasib buruk buruh hari ini dikarenakan belum adanya sosok khalifah kembali seperti zaman kenabian dahulu. Maka tak heran, persoalan ketidaksejahteraan buruh hari ini, termasuk penghentian perekrutan dan hilangnya lapangan pekerjaan masih akan terus menjadi ancaman dalam peringatan hari buruh setiap tahunnya. Wallahu a’lam bishshowab.