Retribusi Pasar Naik Signifikan, Pedagang Kelabakan
Para pedagang merasa keberatan dengan kebijakan ini
Apalagi di tengah kondisi perekonomian yang makin sulit
Penulis Maya Dhita E.P., ST.
Pegiat Literasi
Siddiq-news.com, ANALISIS --Ratusan pedagang pasar tradisional di Trenggalek melakukan unjuk rasa di depan Pendapa Kabupaten. Aksi damai ini dilakukan sebagai respon penolakan atas kenaikan tarif retribusi pasar yang mencapai 300-400%.
Kenaikan ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Trenggalek
Nomor 5 tahun 2023. Di mana sebelumnya selama 12 tahun tidak pernah mengalami
perubahan. Sementara Plt. Bupati Trenggalek Syah Natanegara menjelaskan bahwa
kenaikan retribusi ini tidak berlaku seluruhnya hanya untuk pedagang kios saja.
Kenaikan tarif yang semula Rp100/hari/meter, menjadi rata-rata
Rp350/hari/meter.
Sedangkan untuk pedagang tipe los dan pelataran tetap. Jika
biasanya Rp300/hari/meter, maka akan tetap nilainya, hanya saja pembayarannya
dikumpulkan menjadi tiga bulan sekali. Sehingga terlihat besar.
Bagaimana pun para pedagang tetap merasa keberatan dengan
kebijakan ini. Apalagi di tengah kondisi perekonomian yang makin sulit. Juga
makin gencarnya persaingan dari pedagang pasar modern dan online. Jika ditambah
kenaikan tarif retribusi maka omzet akan turun drastis bahkan bisa gulung
tikar.
Salah satu pedagang yang mengikuti aksi, Sumarto, berharap
agar kenaikan tarif retribusi tidak terlalu tinggi, idealnya 30%.
(DetikJatim, 6/5/2024)
Retribusi Daerah
Retribusi Daerah berbeda dengan Pajak Daerah. Meski demikian
keduanya menjadi sumber pendapatan terbesar daerah. Retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Retribusi daerah dipungut langsung oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan
daerah. Orang atau badan yang membayar retribusi akan mendapatkan balas jasa
secara langsung sesuai dengan jenis retribusi yang dibayarkan.
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009, Retribusi Daerah
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha,
dan Retribusi Perizinan Tertentu. Sedangkan retribusi pelayanan pasar masuk ke
dalam kelompok Retribusi Jasa Umum.
Retribusi Pelayanan Pasar merupakan pungutan atas penggunaan
fasilitas pasar tradisional berupa kios, bedak, pelataran dan los yang dikelola
oleh daerah dan khusus disediakan untuk pedagang, kecuali pelayanan fasilitas
pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
Kewajiban membayar retribusi ini diatur oleh Peraturan
Daerah (Perda). Sehingga pedagang pasar tradisional sebagai wajib retribusi
harus mau membayarnya. Jika wajib retribusi tidak mau menjalankan kewajibannya
hingga merugikan keuangan daerah, maka akan akan dikenai sanksi pidana penjara
kurungan 3 (tiga) bulan atau denda maksimal 3 (tiga) kali jumlah retribusi
terutang yang kurang atau tidak dibayar.
Pola Pikir Kapitalis
Tidak dapat dimungkiri bahwa pemerintah makin serius
menggenjot penerimaan negara. Utamanya dari sektor pajak. Berdasarkan Data BPS
tahun 2023, keseluruhan penerimaan negara mencapai Rp2.443.187 triliun. Sebesar
80% dari penerimaan tersebut berasal dari pajak senilai Rp2.016.923 triliun.
Sisanya merupakan penerimaan negara bukan pajak.
Besarnya persentase pendapatan dari pajak menunjukkan
ketidakmampuan atau lebih tepatnya ketidakmauan pemerintah dalam memanfaatkan
keberlimpahan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Mereka lebih memilih berpangku
tangan dan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Ini berarti hanya sedikit
persentase yang didapat oleh rakyat.
Tidak hanya itu, daerah juga dituntut untuk memperbesar
pemasukan daerahnya. Salah satunya melalui peningkatan tarif retribusi.
Retribusi sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan anggaran yang digunakan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan
juga pembangunan daerah. Hal ini untuk memastikan seluruh kegiatan ekonomi bisa
berjalan dengan baik.
Fungsi lainnya adalah untuk stabilitas ekonomi daerah yaitu
mengendalikan harga pasar dan membuka lapangan pekerjaan untuk mengurangi
kesenjangan ekonomi masyarakat.
Kenaikan tarif retribusi pasar tentunya akan menambah kas
daerah. Sedangkan mengumpulkan pembayaran retribusi pelayanan pasar los dan
pelataran untuk tiga bulan di depan adalah salah satu upaya untuk memperoleh
pemasukan dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan pemerintah daerah sebagai upaya
meningkatkan penerimaan daerah.
Ketika PAD memenuhi target, adanya akselerasi belanja
daerah, peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN), serta kesuksesan dalam
mengendalikan inflasi tiap periodenya, maka pemerintah pusat akan memberikan
penilaian yang baik kepada kepala daerahnya. Sejumlah insentif fiskal juga akan
diberikan kepada darah yang berprestasi.
Saat daerah mampu meraih pencapaian tersebut menunjukkan
makin berkurangnya ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Dengan kata lain, pemerintah pusat berusaha sedikit demi sedikit melepas
tanggung jawab periayahan daerah.
Rakyat Sengsara dalam Sistem Kufur
Tidak adanya jaminan kesejahteraan rakyat dari pemerintah,
mengharuskan mereka berjuang sendiri untuk keberlangsungan hidupnya. Di tengah
naiknya berbagai kebutuhan pokok, tarif listrik, dan pajak, rakyat juga masih
harus memikirkan mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan.
Banyak pekerja yang di PHK karena perusahaan tidak mampu
membayar biaya operasionalnya. Pedagang di pasar pun harus rela berkurang
penghasilannya demi membayar retribusi yang mengalami kenaikan hingga 300%.
Sulitnya mencari pekerjaan membuat kriminalitas meningkat
pesat. Rakyat pun makin resah karena merasa terancam keamanan dan
keselamatannya.
Sedangkan mereka yang duduk di kursi pemerintahan, pejabat,
konglomerat, korporasi bertambah kaya dan tidak tersentuh sulitnya ekonomi.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seakan tidak
memperhatikan kondisi rakyat yang sedang dihimpit kesulitan ekonomi. Pemerintah
hanya memikirkan bagaimana caranya mendapatkan pemasukan yang besar dari
rakyat.
Sumber Pendapatan dalam Islam
Dalam Islam, negara memiliki peran utama sebagai pengurus
dan penjaga. Negara juga yang bertanggungjawab pada ketersedian dana pada
baitulmal untuk mengerjakan proses pembangunan dan menjalankan tugas-tugas di
dalamnya.
Negara menjalankan pemerintahan berdasarkan syariat Islam.
Namun bukan berarti tidak ada pajak (dharibah). Dharibah hanya akan dipungut
saat baitulmal (kas negara) kosong. Jika sumber-sumber pendapatan yang telah
ditetapkan syariat untuk baitulmal sudah mencukupi dalam mengatur urusan rakyat
dan melayaninya kepentingan mereka maka pajak tidak akan dibebankan kepada
rakyat.
Saat baitulmal kosong, atau terdapat selisih kekurangan
karena adanya biaya khas yang mendesak dan negara tidak mampu menutup
selisihnya, maka pajak akan ditetapkan secara temporal dan kondisional bagi
mereka yang kaya saja berdasarkan syariat. Jadi tidak semua rakyat dibebani
pajak.
Adapun sumber penerimaan negara yang masuk ke baitulmal
berasal dari (1) fai (anfal, ganimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4)
‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat
dan pegawai negara, (7) khumus rikaz dan tambang, (8) harta orang yang tidak
mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad.
Sistem kepemilikan berdasarkan syariat juga menjadi pedoman
pemerintah dalam mengatur SDA yang harus dikelola negara untuk kemaslahatan
rakyat. Pemerintah tidak berhak menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta.
Seluruh hasil pengelolaan SDA akan dikembalikan kepada rakyat setelah dipotong
biaya produksi dan lainnya. Dari pengelolaan SDA inilah sumber pemasukan
terbesar baitulmal.
Kesejahteraan yang Merata
Untuk memastikan kesejahteraan bagi tiap-tiap individu
rakyatnya, pemimpin dalam Islam (Khalifah) akan mengusahakan pendistribusian
harta di tengah-tengah masyarakat. Ia juga akan memastikan bahwa setiap harta
yang berputar di masyarakat adalah harta yang halal baik dalam proses
perolehannya maupun pengelolaannya.
Allah Swt. berfirman, “… supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr [59]: 7)
Ayat ini menunjukkan bahwa harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja, tetapi harus memiliki fungsi sosial seperti air
mengalir ke tempat yang lebih rendah sehingga bermanfaat bagi kaum duafa.
Saat terjadi kesenjangan sosial di dalam masyarakat, maka
Khalifah akan menyelesaikan permasalah tersebut dengan cara memberikan modal
kerja dan memenuhi kebutuhan pokoknya. Semua pembiayaan tersebut diambil dari
baitulmal.
Begitulah seorang pemimpin dalam Islam. Setiap kebijakan yang dikeluarkan bersumber dari hukum syarak yang akan diaplikasikan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal ini karena ketakwaan dan akhlak mulia sehingga memandang jabatan sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. di akhirat nanti. Wallahualam bissawab. []