Demokrasi Langgengkan Politik Dinasti

Daftar Isi

Kekuasaan digunakan sebagai legitimasi para pemimpin untuk mengutak atik hukum sesuai dengan kepentingannya

Pada akhirnya rakyatlah yang akan merasakan akibat dari kecurangan para pejabat dan pemimpin negeri ini


Penulis Yulianti

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Belum hilang dari ingatan kita tentang putusan MK yang kontrofersi beberapa waktu lalu, yaitu keputusan MK yang menjadikan Gibran lolos menjadi Cawapres pada Pemilu Februari lalu. Kini giliran MA yang menuai banyak kritik dari masyarakat. 


Tanggal 23 April 2024 lalu, Ahmad Ridha Sabana, selaku Ketua Umum Partai Garuda, memasukkan permohonan hak uji materi (HUM) terkait Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 perihal Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota ke Mahkamah Agung. Perkara dengan nomor 23 P/HUM/2024 tersebut kemudian diterima MA pada 27 Mei 2024. Partai Garuda mempermasalahkan Pasal 4 Ayat 1 Huruf d dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020, tentang batas umur calon kepala daerah yang bisa ikut serta di Pilkada 2024 mendatang, yaitu minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati dan calon wali kota dan calon wakil wali kota. MA hanya perlu tiga hari untuk memutus perkara tersebut. Pada 29 Mei 2024, MA mengeluarkan putusan yang berbunyi, "Memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 Ayat 1 Huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan KPU No 3 Tahun 2017 tentang pencalonan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota." (Tirto.id 2/6/2024)


Putusan MA tentang syarat usia calon kepala daerah disinyalir sarat kepentingan politik. Demi memuluskan langkah putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta mendatang. MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten. Yang asalnya "terhitung sejak penetapan pasangan calon" pada 22 September 2024 menjadi "terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih" yang kemungkinan pilkada akan berlangsung pada awal tahun 2025. Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti mengatakan bahwa keputusan MA itu membuka kesempatan bagi Kaesang yang akan berumur 30 tahun pada Desember yang akan datang untuk mencalonkan diri pada pilkada tingkat provinsi. Selain karena umur, kecurigaan lain adalah kenapa harus direvisi saat ini? Saat proses pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan tengah berlangsung dan kenapa perubahannya lewat jalur potong kompas. (BBC News Indonesia 31/05/2024).


Dalam sistem demokrasi, perubahan peraturan perundang undangan kerap terjadi. Peraturan tertentu bisa diubah demi kepentingan segelintir orang. Kekuasaan digunakan sebagai legitimasi para pemimpin untuk mengutak atik hukum sesuai dengan kepentingannya. Pada akhirnya rakyatlah yang akan merasakan akibat dari kecurangan para pejabat dan pemimpin negeri ini. Sepertinya umat akan terus merasakan zalimnya para pemimpin fasad jika sistem demokrasi masih diterapkan sebagai sistem politik di negeri ini.


Berbeda halnya dengan Islam yang menerapkan sistem politiknya dengan sahih sesuai dengan akidah Islam. Dimana kekuasaan dipandang sebagai amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Jabatan dan kekuasaan bisa menghinakan atau memuliakan pemikulnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. : "Kepemimpinan itu awalnya rasa sakit, kedua penyesalan, ketiga siksa pada hari kiamat, kecuali bagi mereka yang mampu berbuat adil." (HR Ath-Thabarani)


Pola Fikir seperti ini yang menjadi landasan para pemimpin Islam berusaha seoptimal mungkin kemampuan mereka meriayah umat. Dalam sistem Islam seorang kepala daerah akan diangkat oleh majelis syura. Majelis syura adalah perwakilan umat di suatu wilayah. Pengangkatan dan pemberhentian seorang kepala daerah dengan cara ini akan efektif dan efisien, dan tidak menghabiskan banyak biaya. Bentuk kewajiban pertanggung jawaban pemimpin akan terjaga karena bisa diberhentikan segera jika terbukti melakukan kezaliman. 


Kontrol masyarakat pun akan berjalan dengan baik karena umat bisa memberikan masukan terkait sosok pemimpin yang mereka inginkan. Di dalam Islam, seorang dikatakan layak menjadi seorang pemimpin jika memenuhi beberapa syarat. Dalam kitab Asy syakhsiyah dikatakan bahwa seorang pemimpin haruslah mempunyai kekuatan, ketakwaan dan lembut terhadap rakyat serta tidak menyakitkan hati. Syarat-syarat inilah yang akan menjadikan pemimpin atau pejabat mampu melayani umat dengan baik.


Saatnya kembali kepada aturan yang shahih yaitu aturan Islam, yang mengatur segala urusan termasuk memilih kepala daerah serta kepala negara. Dengan sistem Islam, rakyat akan terbebas dari pemimpin culas yang hanya mementingkan urusan pribadi, keluarga dan kroni-kroninya, juga dari pemimpin yang haus kekuasaan dan sibuk memikirkan cara mempertahankan kekuasaan agar tidak lepas dari diri dan keturunannya. Wallahualam bissawab. []