Perpanjangan ijin Freeport, Kebijakan Pro Kapitalis?

Daftar Isi

 


Konsep kapitalisme-noeliberal memungkinkan perusahaan swasta untuk memonopoli sumber daya energi dan tambang

Ketika korporasi swasta memegang kekuasaan, keuntungan menjadi prioritas utama, sedangkan kondisi ini tidak akan menguntungkan rakyat


Penulis Melta Vatmala Sari

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Perpanjangan kontrak menjadikan asing makin leluasa mengeruk SDA milik Indonesia. Syarat penambahan saham untuk Indonesia tetap merugikan Indonesia dan rakyat indonesia sebagai pemilik SDA. Bahkan dengan perpanjangan kontrak ijin Freeport ini sangat menyiksa masyarakat secara batin meskipun tidak dengan cara fisik, tetapi menyiksa masyarakat dengan cara tidak memberikan masyarakat indonesia untuk mengembangkan ide dalam saham dan mengurus pertambangan milik negaranya sendiri.


Konsep kapitalisme-noeliberal memungkinkan perusahaan swasta untuk memonopoli sumber daya energi dan tambang. Ketika korporasi swasta memegang kekuasaan, keuntungan menjadi prioritas utama, sedangkan kondisi ini tidak akan menguntungkan rakyat. Sistem kapitalisme neoliberal, yang mengutamakan keuntungan materi, tidak akan menguntungkan rakyat karena dalam sistem kapitalis ini materi adalah tujuan utama mereka.


Hari ini sistem kapitalisme telah berhasil mengeruk dan mencuci otak otak para penguasa negara indonesia untuk menguasai SDA dan hasil bumi indonesia dengan penuh janji-janji palsu semata, yang katanya hasilnya nanti untuk rakyat ternyata tidak rakyat indonesia hanya dapat sisa yang tidak bagus bahkan hanya dapat sampahnya saja.


DIkutip dari sindonews.com. Presiden Joko Widodo secara resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024, yang mengubah PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Presiden Joko Widodo menandatangani Pasal 195A dan 195B dalam PP, yang ditetapkan dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024. Pasal 195A menyatakan bahwa IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 adalah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak atau Perjanjian.


Dengan penetapan ini makin memperbudakkan rakyat tetapi fasiitas kehidupan masyarakat tidak terjamin, contoh lampu sering mati bahkan tambang emas makin mahal dari tahun ke tahun. Sangat menyedihkan melihat orang rela berjuang untuk mendapatkan uang yang sedikit. Alasan utama mereka adalah tuntutan agar asap dapur tetap mengepul, meskipun nyawa mereka dalam bahaya. Terakhir, menjadi penambang seolah-olah adalah satu-satunya pilihan.


Sebaliknya, pertambangan rakyat yang tidak memiliki izin operasi (ilegal) menimbulkan risiko bagi keselamatan penambang. Aspek keselamatan tidak dipertimbangkan selama proses penambangan. Menjalankan pekerjaan ini adalah bagian dari hidup mereka, bukan karena mereka tidak menyadari risikonya. Pemerintah menghadapi masalah dalam mengelola sumber daya alamnya. Ketika penguasaan berada di tangan korporasi swasta, profit dan keuntungan menjadi tujuan utama. Pada dasarnya, sebagai bagian dari kewajiban negara untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, negara harus memfasilitasi pembukaan lapangan kerja melalui aktivitas pertambangan. Dalam hal ini, negara bertanggung jawab untuk mengelolanya.


Islam solusi dalam mengentaskan problematika mengelola SDA


Pengelolaan SDA ala kapitalisme menimbulkan banyak masalah, baik dampak kerusakan lingkungan maupun kemiskinan rakyat. Rakyat sebenarnya memiliki kekayaan alam negeri. Negara bertanggung jawab untuk mengelolanya dengan cara yang paling menguntungkan bagi rakyatnya. Benar bahwa industri penambangan memerlukan standar yang jelas untuk menjamin keselamatan pekerja. Akibatnya, negara tidak boleh berdiam diri. Negara harus mengelolanya dan membayar kembali hasilnya untuk kepentingan rakyat.


Kekayaan umum alam dalam Islam termasuk kepemilikan yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kemakmuran rakyat. Sebaliknya, hukumnya haram menyerahkan kepemilikan umum kepada seseorang, perusahaan, atau negara asing. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). Rasulullah saw. juga bersabda, “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah)


Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.


Kepemilikan individu adalah izin hukum bagi seseorang untuk menggunakan suatu barang berdasarkan alasan bahwa mereka memilikinya. Ada yang berasal dari bekerja, warisan, pemberian negara dari kekayaan mereka untuk kepentingan rakyat, seperti tanah pertania atau modal usaha, dan harta yang diperoleh secara cuma-cuma, seperti hadiah dan hibah.


Kedua, kepemilikan umum didefinisikan sebagai izin yang diberikan oleh hukum masyarakat untuk memanfaatkan barang-barang yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari mereka, seperti udara, sumber energi (gas, listrik, batu bara, nuklir, dll.), hasil hutan, dan barang-barang yang tidak dapat dimiliki oleh individu, seperti sungai, jembatan, jalan raya, bandara, pelabuhan, danau, serta barang-barang yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti emas, perak, minyak,


Ketiga, Khalifah, sebagai kepala negara, memiliki hak untuk memanfaatkan setiap harta yang dianggap sebagai kepemilikan negara. Termasuk dalam kategori kepemilikan negara adalah harta ghanimah, atau harta rampasan perang; fa'i, kharaj, jizyah, rikaz, ushr; harta orang yang murtad; harta yang dimaksudkan untuk dimiliki oleh ahli waris; dan tanah negara.


Islam dengan jelas mengatur manajemen sumber daya alam. Menurut Islam, kepemilikan umum tidak dapat dimiliki oleh satu orang atau sekelompok orang. Setelah negara berhenti bertindak sebagai pengelola, manfaatnya akan digunakan untuk kepentingan umum masyarakat. Semua orang dan perusahaan yang terlibat dalam pencarian, produksi, dan distribusi sumber daya alam akan dibayar sesuai dengan pekerjaan mereka.