Selamatkan Pemuda dari 'Pembajakan' Sistem

Daftar Isi


SIDDIQ-NEWS.COM -- Miris, menelisik fenomena peristiwa yang melanda generasi muda saat ini. Tak lekang dari ingatan bagaimana perihnya kasus tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 tepat 40 hari yang lalu. Ratusan pemuda menjadi korban dalam pertandingan musuh bebuyutan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di kandang Singo Edan ini. Dilansir dari detik.com, tercatat 135 korban meregang nyawa. Sementara korban luka yang dirilis Krisis Center Dinkes Kabupaten Pemkab Malang, per 21 Oktober 2022 tak kalah banyaknya menembus angka 794 orang.


Ironisnya, korban didominasi pemuda yang gandrung bola. Bahkan sampai detik ini kasus masih terus menggelinding bak bola panas yang menyeret banyak pihak. Namun sayangnya banyak pihak yang cuci tangan dan lempar tanggung jawab. Seakan aroma politisasi kasus menyeruak di tengah kesedihan.


Tragedi serupa namun beda peristiwa pun terjadi di Itaewon Korea Selatan. Dirilis dari Markas Pusat Penanggulangan Bencana dan Keselamatan Korea Selatan sebagaimana dikutip dari tempo.co terdapat korban 158 meninggal dunia akibat sesak nafas dan terinjak-injak. Terdiri dari 132 warga Korsel. 26 WNA. Tercatat 196 orang luka-luka.


Peristiwa terjadi karena  sekitar 100.000 pemuda tumpah ruah di gang sempit Itaewon yang curam hanya demi merayakan Haloween. Para pemuda yang rata-rata berusia 20 tahun-an itu antusias menyambut perayaan pertama kali setelah pandemi.


Di sisi lain, kasus bullying, tawuran, narkoba, dugem bahkan free sex menjadi kelaziman bagi pemuda zaman now. Ironisnya, bisnis prostitusi kian menjamur dan semakin vulgar. Bahkan mereka tak lagi malu-malu melakukan adegan-adegan syur dan memvideokannya hingga dikonsumsi publik secara bebas. Viralnya video panas kebaya merah yang kini pelakunya sudah ditangkap di kost-kostan Surabaya itu, hanyalah satu contoh kasus yang mencuat. Sementara rentetan kasus lainnya bak fenomena gunung es.


Korban Sistem


Nahasnya, generasi Z kini, potensinya mudah terpolarisasi dengan budaya pembaratan yang serba bebas tanpa reserve. Terjebak pada "pembajakan" sistem yang lebih memburu kesenangan materi tanpa mengindahkan norma agama. Hal tersebut terjadi akibat massifnya media yang terus menggelontor dan menyerang pemuda dengan arus informasi yang kurang berimbang dan terkontrol.


Lebih-lebih ketika hal tersebut digawangi oleh industri kapitalistik yang berorentasi pada materi dan keuntungan semata. Sukses menjadikan pemuda sebagai sasaran empuk objek pasar yang siap memanjakannya dengan pernak-pernik hiburan, dugem, fashion dan life style yang serba glamor. Sehingga menggiring mereka menjadi konsumeris dan hedonistik.


Upaya perang pemikiran (ghazwul fikr) yang digencarkan Barat ini terbukti efektif. Alhasil terlahirlah kini generasi stroberi, yang tampak manis dan indah di luar tapi lembek di dalam. Artinya mental mereka begitu rapuh, mudah patah dan putus asa. Belum lagi generasi micin yang hanya menikmati gurihnya dunia tanpa mau berpikir panjang dengan dampak buruknya. Pemuda masa kini pun menjadi generasi pembebek yang mudah sekali meniru budaya asing walaupun terkadang bertentangan dengan norma agama hanya demi kesenangan sesaat dan mengikuti tren. 


Kondisi itu persis yang diprediksikan dan dikahawatirkan Rasulullah saw. dengan sabda beliau:


“Benar-benar kalian akan mengikuti jejak langkah orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah, hingga apabila mereka memasuki lubang dhab (biawak), pasti kalian mengikutinya. Para sahabat bertanya, apakah maksudnya orang-orang Yahudi serta Nasrani? dia berkata: siapa lagi kalau bukan mereka.” (HR. Muslim)


Praktis, pemuda menjadi korban sistem saat ini, yang memang menjauhkan agama dari kehidupan dengan paham sekularismenya.  Mereka terjebak dalam asas manfaat yang menghalalkan segala cara, demi kebahagian semu yang bersifat jasadiyah semata. Bertumpu pada materi dan hawa nafsu manusia. 


Islam Selamatkan Generasi


Jelas, sistem buatan manusia berkorelasi terbaik dengan sistem Islam yang menjadikan halal haram sebagai tolok ukur dalam aktivitasnya. Akidah dan keimanan menjadi asas kokoh yang siap membentengi umat dari kegoncangan dan dekandensi moral. Lebih-lebih sumber hukumnya autentik dan up-to-date mampu memecahkan seluruh problematika manusia. Karena bersumber dari wahyu bukan sekadar akal manusia yang terbatas dan nisbi. 


Terbukti peradapan Islam mampu melahirkan generasi tangguh dan cemerlang yang tercatat dalam tinta emas sejarah. Beberapa contohnya, seperti Usamah bin Zaid yang didaulat Rasulullah saw. menjadi komandan pasukan pada usia 18 tahun. Beliau sukses mengepalai sahabat-sahabat senior dan memorak-porandakan tentara Romawi.


Saad bin Abi Waqqash (17 tahun) adalah pemuda yang termasuk ahlusy syura. Ia pun menjadi pelontar anak panah pertama dalam jihad.


Al-Arqam bin Abil Arqam (16 tahun) pemuda yang berkontribusi menjadikan rumahnya sebagai basecamp dakwah Rasulullah saw. Zaid bin Tsabit, yang karena kecerdasannya masuk Islam pada usia 11 tahun dan diangkat sebagai penulis wahyu.


Muhammad al-Fatih (22 tahun). Sang penakluk Konstantinopel yang jenius. 


Sementara di kalangan pemudi, tercatat Aisyah ra sebagai penghafal 297 hadis dan mempunyai murid sekitar 400 orang. Asma binti Abu Bakar yang dijuluki Zatun Nithaqain, pensuplai logistik dan berperan menyukseskan hijrah Rasulullah saw.. Asma binti Yazid, sang mujahidah di Perang Yarmuk dan mampu menewaskan sembilan tentara Romawi. Dan banyak contoh lainnya.


Untuk melahirkan para generasi unggul ini, tentu perlu upaya yang signifikan dan kerjasama dari berbagai komponen dalam mewujudkannya. Maka seluruh pilar harus mengambil peran menyukseskannya. Tiga pilar utama yang mampu menyokong marwah negara tersebut adalah sebagai berikut: 


Pertama, ketakwaan individu. Individu khususnya pemuda yang melandasi aktivitasnya dengan ketakwaan akan  menjadikannya sebagai basic dan barometer. Sehingga selalu merasa diawasi oleh Sang Pencipta setiap waktu walaupun tanpa CCTV. Hal tersebut mampu membentengi para pemeluknya khususnya pemuda dari kemaksiatan. 


Kedua, kontrol masyarakat. Kontribusi masyarakat sangat diperlukan sebagai penjaga dan pengawas kinerja sistem. Kontrol sosial yang kokoh akan mampu menjaga stabilitas keamanan dan akhlak para pemuda. Agar tidak offside dan keluar dari jalur rambu-rambu agama. Sementara jamaah atau organisasi kemasyarakatan sebagai institusi pemikiran (qiyan fikri) yang berperan menjaga kemurnian ajaran Islam dan menjauhkannya dari ide-ide kufur. Agar para  pemuda tidak mudah ter-brainwash dengan life style Barat yang bertentangan dengan Islam.


Ketiga, peran negara sebagai institusi formal yang menerapkan aturan dan undang-undang (qiyan tanfiz). Harus optimal (kafah) dalam seluruh penerapannya, tidak tebang pilih. Negara harus mampu memfilter dan berdaulat. Sehingga umat terjaga akidahnya, berkepribadian (bersyaksiyah) Islam yang luhur. Jauh dari penyimpangan dan pengaruh-pengaruh budaya asing yang menyesatkan. 


Maka jika seluruh pilar mampu bersinergi dengan baik, martabat negara akan terjaga. Para pemuda yang diharapkan mampu menjadi agent of change dan calon pemimpin umat, bukan sekadar isapan jempol semata. Benar-benar akan terwujud dan generasi akan terselamatkan. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis : Afifatur Rahmah

(Founder AR Publishing dan Penggiat Literasi)