Eksploitasi Kaum Ibu Di Balik Peringatan Hari Ibu

Daftar Isi

 


Oleh : Sumiati

(Pegiat Literasi)  


Siddiq-news.com -- Ribuan kilo jalan yang kau tempuh

Lewati rintangan untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan

Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah

Seperti udara

Kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas

Ibu ... ibu

Judulnya adalah ibu, penggalan lirik lagu di atas yang dinyanyikan oleh Iwan Fals. Maksud liriknya merupakan ungkapan seorang anak tentang pengorbanan ibu yang begitu tulus.

Sudah menjadi fitrah seorang ibu memiliki hati lembut penuh cinta dan kasih sayang. Hal itu merupakan salah satu indikasi adanya naluri melestarikan keturunan (gharizah nau) yang Allah berikan pada manusia.

Sungguh, pengorbanan dan jasa seorang ibu tidak dapat dinilai dengan apapun. Untuk itu, sebagai bentuk penghargaan kaum ibu, pada 22 Desember 2022 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengadakan acara bertajuk PHI.

Seperti yang dilansir media TIRTO (13/12/2022) bahwa pada 22 Desember 2022 akan dilaksanakan Peringatan Hari Ibu. Temanya sudah dibuat oleh KemenPPPA. Pada Peringatan Hari Ibu di Indonesia tidak sama dengan perayaan Mother's Day di negara lain.

Guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan, hari ibu di Indonesia menjadi tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya. Oleh sebab itu, catatan penting tema dan sub tema PHI akan jadi landasannya.

Adapun PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU merupakan tema utama PHI ke-94. Untuk mendukung tema utama, maka ditetapkan sub-sub tema. Adapun sub-sub temanya yaitu:

1. Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan

2. Perempuan dan Digital Economy

3. Perempuan dan Kepemudaan

4. Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya

Salah satu latar belakang diadakannya pemberdayaan ini adalah bahwa kaum ibu banyak yang menjadi korban kekerasan. Mereka juga dipandang sebagai kaum lemah sehingga pantas mendapatkan perhatian. Ketika kaum ibu mampu menghasilkan materi dan tidak bergantung pada suami dianggap sebagai ibu berdaya/ produktif. Sehingga tujuan kesetaraan gender akan tercapai. Namun sayang, pemberdayaan ini bukan solusi tepat bahkan menimbulkan kehancuran di dalam keluarga.

Secara tidak sadar kaum ibu terperangkap dalam slogan emansipasi wanita yang lahir dari sistem kapitalisme. Tolok ukur kebahagiaannya adalah mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Pasalnya ibu memiliki peran penting yaitu sebagai pengatur rumah tangga, madrasah pertama bagi anak-anaknya dan pendidik generasi telah tercabut oleh pekerjaannya yang harus keluar rumah. Sehingga peran pentingnya di dalam rumah tangga terabaikan.

Dalam Islam, penanggung jawab pemenuhan kebutuhan hidup kaum wanita adalah suami atau walinya. Jika suami atau wali sudah tidak ada maka tanggung jawabnya dibebankan kepada negara. Tentu hal ini hanya bisa terwujud dalam sistem yang berasaskan Al-Qur'an dan as-sunah yaitu sistem khilafah. Kaum ibu tidak akan dibebani dengan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Mereka fokus terhadap peran pentingnya sehingga dapat melahirkan generasi masa depan. Dengan demikian jasa dan pengorbanan seorang ibu, haruslah dihargai setiap waktu bukan diperingati hanya satu tahun sekali.

Sistem khilafah ini berdiri dengan aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta manusia. Aturannya sesuai dengan fitrah manusia, menenteramkan hati dan memuaskan akal. Rasa keadilan dan ketenteraman dapat terwujud karena setiap orang memerankan peranannya sesuai dengan syariat. Dengan demikian, siapa yang tidak mau diatur dengan sistem khilafah? Sistem yang pernah menguasai 2/3 dunia dengan aturan-Nya. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.