Gaya Hidup Liberal Menyuburkan HIV/AIDS

Daftar Isi


siddiq-news.com -- Kehidupan seringkali bersinggungan langsung dengan pola pikir dan pola sikap. Kedua pola ini akan mempengaruhi bagaimana kehidupan seseorang, dilihat bagaimana sebuah aktivitas dilakukan karena telah dipahami terlebih dahulu. Sebagaimana juga mengenai perilaku seksual. Perilaku seksual akan menjadi benar atau salah semua tergantung cara pandang yang dipegang atau berdasarkan pemahamannya.


Dimana, setiap manusia diberikan naluri seksual yakni naluri melestarikan keturunan. Dalam makna lain juga biasa disebut dengan naluri berkasih sayang. Penyaluran naluri seksual sendiri biasanya dilakukan oleh sepasang suami istri. Dan pergaulan ini untuk menjaga dari segala bentuk perzinaan dan terutama untuk melestarikan keturunan.


Namun dewasa ini, setiap pribadi memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupannya. Dan kebanyakan mereka mengambil gaya hidup yang serba bebas dalam artian tidak menginginkan keberadaan agama dapat membatasi gaya hidup mereka. Sehingga kehidupannya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Gaya hidup yang bebas ini menjadikan individunya bebas, juga dalam menyalurkan naluri seksualnya. Karena jika tidak tersalurkan tentu saja akan menyebabkan kegelisahan.


Ironisnya, perilaku seksual bebas ini bukan hanya melakukan seksualitas di luar pernikahan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara laki-laki dan laki-laki (homoseksual). Penyimpangan seksual ini mengakibatkan dampak yang luar biasa bagi para pelakunya bahkan terserang virus. Sebagaimana yang penulis kutip dari media suaramerdeka-muria (11/12/22) bahwa berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kudus, menyatakan ada sebanyak 638 kasus HIV/AIDS sejak 2017 hingga 2022.


Peningkatan ini juga disebabkan bertambahnya jumlah anak dengan HIV/AIDS yakni sebanyak 57 anak, dimana berada pada usia muda yakni 5-14 tahun sebanyak 21 anak dan usia 15-19 tahun sebanyak 23 anak. Kebanyakan pelaku berada pada usia produktif yang penderita virus ini disebabkan kecenderungan perilaku seksual sejenis yakni sesama laki-laki atau homoseksual. Data ini hanya pada satu kabupaten saja, dan baru yang terdeteksi saja, bagaimana yang tidak terdeteksi. Bisa dipastikan akan lebih banyak lagi, melihat bagaimana gaya hidup yang mereka ambil tadi yakni bebas, terkhusus dalam menyalurkan seksualnya.


Perilaku menyimpang ini akan terus terjadi bahkan mendarah daging di tengah masyarakat. Meski dilakukan kampanye, penyuluhan, penanggulangan, sosialisasi peralatan seks aman dan sebagainya. Apalagi memberikan sanksi atau hukuman yang tidak ada efek jera sama sekali, bahkan ketika keluar pun akan menjadi pelaku yang pro dalam melaksanakan aktivitas menyimpang tadi, kemudian indikasi untuk dapat terulang kembali sangat besar kemungkinannya.


Perilaku menyimpang tersebut disebabkan gaya hidup yang liberal, dengan cara pandang bahwa segala sesuatunya haruslah bebas, tidak terikat dengan aturan, baik itu hukum, norma, dan agama. Bahkan hukum pun berusaha menyesuaikan diri dengan perilaku menyimpang ini. Tidak mengherankan sebenarnya, karena gaya hidup liberal ini merupakan turunan dari sistem Kapitalisme yang berasaskan sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga para remaja hingga dewasa, melaksanakan aktivitas yang bebas tadi. Apalagi sistem Kapitalisme ini hanya mengatur individu dari masyarakat, bukan mengatur masyarakat. Sehingga hukum-hukumnya hanya mendukung kepentingan individu bukan masyarakat.


Maka menjadi wajar jika aturan yang ada cenderung pilih kasih. Dimana setiap aturan maupun  hukum, bisa saja berubah tergantung pesanan. Apalagi mengenai perilaku seks yang menyimpang, asalkan pelakunya memberikan materi yang cukup saja, itu bisa menjadikannya legal, padahal jelas-jelas semua tahu dampaknya akan seperti apa. Tetapi kembali lagi sistem Kapitalisme sendiri tidak mengutamakan solusi menyelesaikan masalah, tetapi solusi mendapatkan materi dari segala hal yang terjadi meski dengan membiarkan perilaku seks yang menyimpang sekalipun. Sehingga solusi yang ditawarkan hanya penanggulangan untuk seks aman sehingga tidak terkena virus HIV/AIDS, bukannya menghilangkan secara totalitas. 


Berbeda dengan sistem Kapitalisme, sistem Islam justru membolehkan setiap laki-laki menyalurkan naluri seksualnya tetapi hanya melalui pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Kemudian mengharamkan secara mutlak segala bentuk perzinaan terutama perkara-perkara yang mendekatkan kepada zina. Kemutlakan ini langsung hadir dengan peraturan yang baku, dan tidak berubah hingga selamanya. Di dalam Islam, hal ini dinamakan pencegahan terhadap masalah yang akan terjadi.


Kemudian, dalam memberikan efek jera bagi pelaku seks bebas, persanksiannya juga sangat tegas dimana bagi pezina yang belum menikah maka akan didera 100 kali, sedangkan yang sudah menikah maka akan dikuburkan tubuhnya hingga tersisa kepalanya kemudian dilempari dengan kerikil hingga mati. Hukuman ini juga baku dan akan tetap seperti ini selamnya. Tidak peduli gaya hidup akan berkembang seperti apapun. Maka Islam akan tetap menjaga eksistensinya dengan mengarahkan setiap perkembangan yang akan terjadi untuk menyesuaikan diri dengan penerapan hukum-hukum Islam bukan malah sebaliknya.


Namun ironisnya, hukum yang memberikan pencegahan juga efek jera diatas tidak akan dapat diterapkan tanpa adanya wadah yang akan menjaga eksistensi sistem beserta segala peraturan yang terpancar daripadanya yakni Kekhilafahan Islamiyah. Sebuah negara yang mengikuti metode kenabian, yang diikuti oleh para Khulafaur Rasyidin. Yang dengan negara inilah segala macam kemaksiatan, kriminalitas, penyimpangan, kekafiran dan segala bentuk ketidak tundukan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw. akan dihancurkan. Sehingga negara akan tetap aman bahkan menjadi wilayah yang dirahmati oleh Allah Swt. dan bukannya menjadi wilayah yang akan di azab oleh Allah Swt..


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis : Siti Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)