IKN dan Kontroversi 180 Tahun Hak Milik Rakyat Biasa

Daftar Isi


siddiq-news.com -- Belum usai masalah pembangunan yang katanya banyak terbengkalai, banyak yang lalai dan banyak masalah lainnya. Belum selesai soal dana yang digelontorkan dan masalah-masalah keuangan yang tak berkesudahan. Belum juga satu maslaah selesai dan dilabrak oleh masalah yang lainnya. Kini, IKN kembali menuai kontroversi, sekalipun terlihat seperti jual diri atau bahkan mengemis agar investor tertarik untuk mengerumuni.


Baru-baru ini, berita mengabarkan tentang rencana Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia yang menggadang hak pengelolaan lahan di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) bagi para investor selama 180 tahun lamanya. Bukan main, ini mau investasi atau mau berkeluarga 7 turunan dalam negeri?


Dengan dalih sebagai pemanis agar investor tertarik dalam pembangunan IKN, ini justru terlihat seperti menjual negeri sendiri. Pasalnya, 180 tahun bukan waktu yang sedikit. Lantas jika ini benar-benar terjadi dan dianggap sebagai win-win solution, apa kabar generasi kita nanti? Jika negeri dikuasi investor yang tak akan mudah dilihat ujungnya sampai di mana.


Memang benar, beberapa negara melakukan hal serupa tapi tak sama. Serupa memberi iming-iming, tapi tak sama dari segi waktu yang sangat mencengangkan. Jika negara-negara maju lain menetapkan 80-100 tahun hak milik. Itu tak jadi soal, sebab mereka sedang melangkah maju. Mungkin ada progres yang mereka lihat ke depannya. Sementara negeriku tercinta masihlah berkembang, lalu akan mengambil risiko dua kali lipat dari negara maju, apa bukan bunuh negeri namanya?


Masa depan negeri ini, ditentukan dari pondasi yang dibangun. Sebagaimana IKN yang akan menjadi masa depan baru yang direncanakan dengan pengharapan penuh. Iapun perlu pondasi yang menjanjikan. Bukan mengambil langkah yang kelak justru akan menggoyahkan.


Sekalipun beberapa negara pernah menerapkan hal demikian, namun ini cukup berisiko bagi generasi dan negara yang akan datang. Pada akhirnya diri tergelitik untuk bertanya, apakah proyek ini benar-benar dibutuhkan sehingga tak mengapa mengambil langkah besar untuk rencana 180 tahun bagi investor menguasai hak milik? Atau jangan-jangan ini hanya ambisi yang justru akan menyengsarakan rakyat nantinya? Entahlah


Sejak awal perancangan hingga peresmian dan berlanjut pada pembangunan, IKN tak lepas dari kontroversi. Bukan tanpa sebab, karena beberapa ahli pun telah memprediksi kemangkrakan sampai pada kegagalan dari awal.


Dengan pondasi yang goyah ini, apakah IKN mampu bertahan sebagai wadah kesejahteraan rakyat nantinya? Atau justru para kapital, investor dan pengusahalah yang akan bertengger mewah di atas sana? 


Kembali lagi hanya waktu yang akan menjawab segalanya. Berkoar menolak, berlantang suara dalam mengkritik tak lagi mampu dilakukan, bukan tanpa sebab, hal ini mengancam keselamatan diri dan keluarga.


Lantas apa yang harus dilakukan? Mari kita sejenak melogikakan masalah ini. Jika kita belum mampu membangun rumah baru, apakah tak mengapa kita meminta bantuan tetangga? Lalu dengan rumah baru itu tetangga leluasa dan berhak atas apapun yang ada di dalamnya selama 180 tahun lamanya. Kira-kira, saat hak milik telah usai, apa yang akan dimiliki oleh pemilik rumah?


Telah berkorban meninggalkan rumah yang dahulu, padahal masih layak untuk ditinggali. Mengambil risiko membangun yang baru sementara diri tak mampu memodali. Siapakah yang akan menikmati rumah baru itu? Sementara 7 turunan bahkan lebih pun tak ada kejelasan bagi pemilik pertama. Tetangga berkuasa, berhak bahkan sampai pada anak, cucu, cicit, dan cicitnya bercicit lagi dan lagi.


Benarkah ini adalah jalan tepat menuju sejahtera? Sudahkah ini akan menjawab berbagai derita rakyat? Akankah 180 tahun yang akan datang semua benar-benar utuh dimiliki negeri ini? Tanpa kontroversi dan drama baru nantinya?


Mungkin saat itu terjadi, jasad ini telah menyatu, melebur bersama tanah pekuburan di belakang rumah.


Selama napas ini masih menderu merdu, selama itu pula, akan kusampaikan bahwa pondasi IKN tidak berkualitas dan sedang dalam kondisi tak baik-baik saja.


Fokus utama pembayaran utang negara atas nama rakyat terbengkalai demi membangun rumah tempat bertahtanya para investor dan pengusaha.


Salam rakyat jelata, yang hanya mampu meringis miris menyaksikan drama jahat yang bergulir laksana bola salju. Entah kapan musim panas itu akan meleburkan kejahatan itu pada kebaikan-kebaikan yang benar dalam menyuguhkan sejahtera. Bukan sekadar janji saat kampanye, tapi terealisasi sampai pada mulut benar membisu karena tersumpal kesejahteraan yang hakiki.


Penulis : Habibah Nafaizh Athaya

(Kontributor Media siddiq-news.com)