Muhasabah dari Musibah Gempa di Cianjur

Daftar Isi


SIDDIQ-NEWS -- Saat ini kita tentu masih sangat berduka. Pasalnya, saudara-saudari kita di Cianjur dan sekitarnya terdampak gempa. Mulai gempa pertama, yang bermagnitudo 5.6, terjadi pada senin, 21 November 2022 lalu. Gempa susulan sampai saat ini pun masih terus terjadi, dan sudah tercatat kurang lebih 350 korban meninggal.


Dilansir dari CNBC Indonesia (22/11/2022), Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hendra Gunawan menyampaikan, "Memang daerah yang terkena gempa atau sumber gempa yang terjadi di Cianjur ini merupakan kawasan rawan gempa bumi tinggi, dikarenakan tanahnya atau batuannya kurang berkonsolidasi karena batuannya relatif mudah, bila terjadi suatu gempa ini akan memperkuat efek dari guncangan gempa, serta bangunannya yang belum memenuhi standar bangunan yang tahan gempa dan ditambah lagi dengan tanah longsor."


Musibah seperti gempa, longsor, yang terjadi tidak terlepas dari pada fenomena alam. Namun sebagai orang Islam tentu harus memahami bahwa setiap musibah yang terjadi tidak sekadar fenomena alam, melainkan teguran dari Allah Swt. untuk kita semua agar manusia kembali pada aturan-aturan syariat Islam. Apalagi kehidupan sekarang jauh dari kata aman, kemaksiatan berseliwaran di mana-mana seperti L98T, zina, riba, korupsi, minum khamar, dan lain sebagainya. Itu semua merupakan sebagian contoh kemaksiatan yang mengundang bencana.


Seharusnya musibah yang terjadi di Cianjur menjadi muhasabah juga untuk para pemimpin di negeri ini. Karena kalau dilihat dari faktanya, ini merupakan kelalaian dalam pengurusan kehidupan rakyatnya. Dan ini berawal dari adanya rezim yang berkuasa sebagai pelaksana sistem sekuler Kapitalisme. Sistem kehidupan sekuler Kapitalisme ini yang paling berperan dalam pembentukan watak rezim.


Memang tidak heran jika rezim mengabaikan kebenaran dari ilmu pengetahuan atau peringatan dari para pakar bahwa Indonesia berada di wilayah rawan gempa yang sangat berbahaya apabila infrastruktur tidak berkontribusi tahan gempa. Karena tata kelola pemerintahan dalam pandangan sistem Kapitalisme berwujud pada keberadaan negara sebagai regulator bagi kepentingan korporasi semata. Sehingga dalam meri'ayah (pengurusan) rakyat pun sangat nihil dalam sistem sekuler Kapitalisme saat ini. 


Dahulu pada masa sistem Islam, Khalifah Umar bin Khattab juga pernah menghadapi musibah di masa pemerintahannya. Pada saat itu, Madinah mengalami tahun abu (aam ramadah) selama sembilan bulan lamanya, tidak ada hujan sama sekali di semenanjung Arab, kekeringan melanda, dan paceklik pun terjadi. Sehingga terjadi gagal panen, hewan-hewan, ternak pun mati. Penduduk Madinah pada saat itu juga kesulitan mendapatkan makanan dan uang yang ada tidak berarti apa-apa karena tidak ada makanan yang bisa dibeli. 


Negara pada saat itu  juga menyimpan cadangan makanan yang disimpan dalam gudang, sehingga penduduk Madinah masih bisa makan. Namun, ternyata penduduk di sekitar Madinah terus berdatangan ke Madinah dan meminta bantuan makanan. Melihat itu Khalifah Umar bin Khattab ra. membantu mereka. Sehingga cadangan makanan akhirnya menipis karena begitu banyaknya warga yang datang ke Madinah. 


Dengan melihat kondisi rakyatnya yang kesulitan makan, Umar bin Khattab ra. pun bersumpah tidak akan makan susu, daging, dan samin sampai paceklik berakhir dan kondisi rakyat kembali seperti sediakala. Dan Umar bin Khattab ra. pun memenuhi sumpahnya. Dengan demikian Umar bin Khattab ra. makan hanya dengan roti dan zaitun saja hingga paceklik berakhir. Akibatnya beliau yang selama ini kulitnya putih kemerahan, berubah menjadi hitam. Demikian seharusnya sosok pemimpin umat, Masya Allah.


Jadi, pemerintahan seharusnya wajib melakukan ikhtiar terbaik dalam mengatasi rentetan dampak yang dirasakan oleh rakyatnya akibat musibah gempa ini. Pemerintahan pun harus memastikan dan menjamin setiap warga negara yang terdampak musibah harus segera terpenuhi segala kebutuhannya. Terutama dalam hal makanan, akses air bersih, layanan kesehatan dan obat-obatan. Berapa pun anggaran yang dikeluarkan harus disediakan, karena itu merupakan hal terpenting dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Karena ini adalah satu dari tanggungjawab pemimpin, yakni mengurus rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:


"Pemimpin manusia adalah pengurus mereka dan dia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad)


Musibah yang telah terjadi, jadikan sebagai muhasabah kita semua untuk lebih dekat kepada Allah Swt.. Dengan musibah ini kita harus bisa memberikan nilai dan makna atas beragam nikmat yang selama ini telah Allah Swt. berikan kepada kita berupa nikmat sehat, kebugaran badan, mencari rezeki, dan lain sebagainya. 


Dengan musibah ini juga kita harus bersabar, tawakal, serta bersyukur. Dan saat terkena musibah, seorang muslim juga diperintahkan untuk segera bertaubat kepada Allah Swt. dan banyak melakukan muhasabah. Itu karena Allah Swt. mengingatkan kita bahwa beragam musibah sering terjadi akibat dari dosa manusia itu sendiri. Sebagaimana Allah Swt. berfirman yang artinya: 


"Musibah (bencana) apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan (dosa) kalian sendiri). Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)." (TQS. Asy-Syura [42]: 30)


Gempa atau musibah yang terjadi itu bukan azab. Tapi, dia ujian dari Allah Swt. untuk menilai siapa yang lebih baik amalnya. Yang ditimpa musibah diuji kesabarannya, dan tidak kena musibah diuji solidaritasnya. Karena semuanya pasti di uji agar ke depannya makin bertakwa.  


Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Penulis : Erni Setianingsih Masrullah

(Aktivis Dakwah Kampus)