Peringatan Allah Melalui Bencana

Daftar Isi

 


Siddiq-news.com --Di penghujung tahun, bumi ini diberitakan dengan kabar duka. Bumi tempat berpijaknya makhluk Allah telah tua. Semua yang ada di bumi adalah milik Allah, dan akan kembali kepada Allah.


Dilansir dari detik.com, (24/11), beberapa pekan terakhir di berbagai daerah diguncang oleh gempa bumi. Pertama di Cianjur pada hari Senin, 21 November dengan kekuatan 5,6 magnitudo. Bencana ini menyebabkan ratusan rumah hancur, jalur-jalur perjalanan tertutup oleh tanah yang longsor, hingga memakan ratusan korban jiwa. Akibat dari runtuhnya ratusan bangunan, membuat warga tidak memiliki tempat tinggal yang aman. Untuk sementara warga mendirikan tenda di tempat pengungsian. 


Dari peristiwa ini banyak yang berempati. Berbagai bantuan dari setiap daerah diberikan, berupa obat-obatan, pakaian, makanan pokok, popok bayi hingga kain kafan. 


Tidak berselang lama, terjadi gempa kembali di Garut dengan kekuatan lebih besar dibanding gempa Cianjur, yaitu sebesar 6,4 Magnitudo. Namun gempa di Garut ini tidak memakan korban jiwa dan tidak menyebabkan kerusakan banyak rumah. (www.detik.com, 4/12/22)


Meneguhkan Iman dalam Menghadapi Bencana


Keimanan merupakan bekal untuk kehidupan manusia. Dalam diri setiap manusia perlu adanya iman, agar segala aktivitasnya selalu tertuju pada Allah. Misalnya dalam menghadapi bencana seperti ini. Karena pada dasarnya gempa merupakan qadha Allah Swt., mau tidak mau harus menerimanya dengan sepenuh keimanan. Adapun dalil mengenai qadha adalah dalam Al-Qur'an surah At-Taghabun ayat 11. Dimana di situ Allah menerangkan bahwa tidak ada suatu musibah yang akan menimpa, kecuali dengan izin (kehendak) Allah. Jika seseorang yang beriman kepada qadha dan qadar, maka ia akan menerimanya. Karena ia tahu besarnya pahala yang didapat sama dengan besarnya ujian yang ia hadapi. Orang yang beriman juga akan senantiasa ikhlas, karena dirinya sadar bahwa ujian yang diterima adalah bentuk rasa cinta Sang Maha Pencipta.


Menerima Cobaan dengan Akhlak Terpuji


Umat Islam yang mempercayai qadha dan qadarnya Allah tidak akan terus-menerus merasakan kesedihan, kesengsaraan, bahkan sampai berburuk sangka kepada Allah. Tetapi umat Muslim yang beriman akan menyikapi bencana yang mereka hadapi dengan rasa sabar, tawakal, syukur, dan senantiasa berprasangka baik kepada Allah Swt..


Dalam Al-Qur'an ditegaskan mengenai kesabaran yakni dalam surah Al-Baqarah ayat 155:

"Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."


Kaum Mukminin juga perlu bersikap tawakal dalam menghadapi bencana yang menimpanya. Menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Mereka juga tidak perlu khawatir dengan musibah-musibah yang datang, karena semua itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Bencana tersebut sebagai bukti bahwa dunia dan alam semesta tidak akan kekal selamanya. 


Seluruh umat Islam yang tertimpa suatu musibah atau masalah lainnya mesti menyikapi dengan sikap yang terpuji jangan sampai menghadapi dengan mencela ketetapan Allah. Sebab kita diajarkan untuk selalu meyakini ketetapan Allah sebagai tanda keimanan kita. Selain bersabar dan bertawakal, kita juga mesti bersyukur. 


Jika seseorang melihat musibah, dalam pandangan Islam ia akan mensyukuri setiap hal yang sudah dirasakannya. Seperti halnya masih diberi keselamatan hingga kita masih diberi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Juga berupaya terus bersyukur dengan melihat seseorang yang lebih parah dari kita.


Evaluasi Diri untuk Kembali ke Jalan yang Lurus


Dari banyak rasa syukur akan timbul dorongan keinginan untuk merenungkan diri. Memikirkan segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah dan sesuatu yang diambil oleh Allah. Ia akan berpikir Allah telah memberikan hak pada setiap manusia, tetapi manusia sendiri yang justru melalaikan segala kewajiban yang telah Allah perintahkan. Seseorang yang bermuhasabah akan merasa bahwa datangnya bencana adalah sebuah peringatan dari Allah. Peringatan atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan. Bahkan Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Asy-Syura ayat 30:

"Musibah (bencana) apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan (dosa) kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)."


Bencana ini juga menjadi sebuah peringatan bahwa bumi ini sudah tua. Kehidupan ini sudah sangat lama dan Allah telah memberikan bukti-bukti yang menyatakan jika saat ini sudah di akhir zaman. Banyak sekali perbuatan manusia yang sudah di luar batas, segala larangan Allah dilakukan dan semua aturan Allah diabaikan. Umat Muslim yang menyikapi bencana ini dengan bijak tentu sangat malu kepada Allah.


Allah mengingatkan kita untuk segera kembali ke jalan yang telah ditunjukkan melalui Al-Qur'an. Ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur'an dapat menuntun kita ke jalan yang lurus. Dengan menerapkan segala aturan yang telah Allah buat, yaitu syariat Islam.


Bagaimana Pemerintah Menangani Bencana?


Sebagai pelayan rakyat, sudah semestinya pemerintah melayani segala kebutuhan rakyatnya. Apalagi di saat kondisi seperti ini, bencana-bencana yang menimpa suatu wilayah hingga banyak memakan korban dan merusak banyak bangunan. Bukan hanya mengurusi rakyat yang sedang dalam keadaan aman saja. Justru di saat seperti ini rakyat membutuhkan perlindungan, keamanan dan ketenteraman.


Sebagai pelindung rakyat, negara pun mesti berusaha semaksimal mungkin untuk menangani bencana ini. Dimana rakyat membutuhkan segala kebutuhan makanan, pakaian, obat-obatan dan sebagainya. Pemerintah harus siap sedia baik berupa barang, jasa atau uang. Seberapa banyak pun biaya yang dibutuhkan, negara wajib menyediakannya. Karena ini adalah amanah dari rakyat juga amanah dari Allah. Jika amanah ini tidak dijalankan dengan baik, maka ingatlah betapa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.


Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi dan Imam Ahmad:

"Pemimpin manusia adalah pengurus mereka dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya."


Tetapi kini, karena negeri ini masih menganut sistem Kapitalisme, tata kelola kepemimpinan justru dikuasai oleh pihak pemodal atau oligarki. Sementara rakyat membutuhkan pemimpin yang benar-benar memihak pada rakyatnya, bukan para kapitalis. Pemimpin yang dimaksud hanya terwujud jika sistem Islam yang menggerakannya.

Wallahualam bissawab.


Penulis: Silmi Safirah Rojanah

Pegiat Dakwah