Ada Gurita Korupsi di Lembaga Peradilan

Daftar Isi

 

Gurita Korupsi di Indonesia semakin mengerikan, Penyuapan Terjadi Terhadap Hakim di Mahkamah Agung

Kasus Suap Merajalela di Lembaga Peradilan,


Penulis: Ummi Nissa

(Member Komunitas Muslimah Rindu Surga)


Siddiq-News.com -- Cengkeramannya semakin kuat dan terus menjalar ke berbagai aspek kehidupan, termasuk lembaga peradilan. 

Sungguh ironis, kasus penyuapan terjadi terhadap hakim di Mahkamah Agung (MA), padahal hakim merupakan pilar penting dalam sistem peradilan. 


Sebagaimana dikutip dari laman bbc co (20/12/2022), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 14 orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Terakhir tersangka ke-14 adalah seorang Hakim Yustisial Edy Wibowo (EW). Ia langsung ditahan di Gedung Merah Putih  KPK pada hari Senin (19/12). 


Dari 14 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara tersebut, setidaknya ada 5 orang hakim dan 2 di antaranya hakim agung. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun menyayangkan korupsi ini terjadi di lingkungan Mahkamah Agung (MA) terlebih dilakukan oleh hakim.


Kenyataan ini semakin membuka mata masyarakat bahwa tindak korupsi di negeri ini semakin menggurita. Terbukti dengan banyaknya aparat lembaga peradilan terseret arus korupsi berjamaah.  Kondisi ini menandakan rusaknya sistem hukum di Indonesia.  


Padahal proses pemberantasan korupsi telah dijalankan sejak lama. Mulai dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi. Lembaga  khusus untuk pemberantasan korupsi pun, terus berupaya menindak pelaku dan melakukan operasi tangkap tangan dengan harapan mampu mengakselerasi proses pemberantasan tindak rasuah tersebut. 


Namun kenyataannya semua itu tetap tidaklah mampu mencabut tindak kejahatan ini sampai ke akar-akarnya. Alih-alih hilang, berkurang pun tidak. Yang ada justru semakin merajalela. Terlebih telah terjadi proses pelemahan atas lembaga KPK sebagai tumpuan dalam pemberantasan korupsi. Sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan baru-baru ini. Ia menyatakan bahwa KPK tidak perlu sering-sering  melakukan operasi tangkap tangan. Sebab OTT  dinilai merusak citra negara Indonesia. Dengan berbagai upaya pelemahan terhadap lembaga anti rasuah ini, tidak berlebihan jika masyarakat skeptis dengan langkah-langkah pemberantasan korupsi di Indonesia.


Penyebab Korupsi di Lembaga Peradilan

Terdapat banyak faktor yang ditengarai sebagai penyebab terjadinya korupsi di tubuh lembaga peradilan. Pertama, proses persidangan yang tertutup dapat menjadi pintu masuk bagi hakim untuk ‘bermain’ dalam memutuskan perkara. 


Kedua, akibat lemahnya sistem pengawasan dan sanksi hukum bagi hakim agung yang melanggar etik. Terbukti banyak hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ini, memiliki rekam jejak dalam pelanggaran etik dan telah dilaporkan. tapi tidak ada penindakan. Hal ini seolah terjadi pembiaran.


Ketiga, proses promosi dan mutasi dengan proses seleksi yang longgar. sehingga penempatan seorang hakim bukan berdasarkan kelayakan dan integritas.


Sistem Kapitalisme Menyuburkan Praktik Korupsi

Korupsi tidak hanya terjadi dalam tubuh lembaga peradilan saja. Namun sudah tumbuh subur dalam seluruh lembaga pemerintah saat ini. Sesungguhnya jika ditelaah akar maraknya korupsi merupakan konsekuensi sistemik akibat penerapan ideologi Kapitalisme demokrasi yang dijajakan Barat.


Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai kebebasan dan hedonisme yang menjadi ciri khas dalam masyarakat saat ini. Dalam sistem Kapitalis demokrasi terdapat empat kebebasan yang sangat diagungkan, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berperilaku.

Empat macam kebebasan dalam sistem Kapitalisme demokrasi ini, terbukti telah melahirkan berbagai kerusakan. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan kepemilikan. Dalam paham ini setiap orang berhak untuk memiliki kekayaan sebanyak mungkin, selama memiliki modal untuk mendapatkannya dengan cara apapun. Tidak heran jika praktik korupsi juga terjadi lembaga peradilan.

Sejatinya korupsi tidak hanya marak di Indonesia, tapi terjadi di masyarakat manapun yang menerapkan nilai-nilai yang bersumber dari ideologi Barat tersebut. Sebut saja Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, dan Brasil, merupakan negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.


Selain itu, dalam sistem ini nilai-nilai agama dijauhkan dari aturan kehidupan. Sehingga Kapitalisme demokrasi melahirkan indiviu-individu dengan keimanan yang lemah. Tujuan hidupnya tidak lain hanyalah untuk mendapatkan kenikmatan dunia semata. Oleh sebab itu mereka cenderung tak tahan terhadap godaan dunia yang ditawarkan berupa materi dari pihak-pihak yang berkepentingan.


Dengan penjelasan di atas, untuk menghilangkan budaya korup yang sudah mengakar, tentunya harus mencabut akar penyebabnya. Sebab jika cara yang dilakukan untuk memberantas tindak korupsi hanya menyentuh cabangnya saja, niscaya akan tetap tumbuh dan berkembang. Sehingga diperlukan perubahan ideologis yang akan mengubah semua tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Sistem tersebut hanyalah aturan Islam yang dapat memecahkan berbagai persoalan termasuk memberantas praktik rasuah.


Mencabut Praktik Korupsi Menggunakan  Ideologi Islam

Islam merupakan agama yang sempurna. kesempurnaannya dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, lahir dari akidahnya yaitu keimanan kepada Allah yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Karenanya layak dijadikan sebagai pandangan hidup manusia (ideologi) sebab memiliki aturan yang komprehenshif termasuk dalam menyelesaikan masalah korupsi. 


Dalam sistem Islam korupsi termasuk tindakan jarimah (kejahatan) karena melanggar Syariat Islam. Sebagaimana firman Allah Swt.: ” _Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan cara yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui._ ” (QS. Al-Baqarah: 188)  


Dengan demikian pelaku yang terbukti melakukan tindak korupsi wajib diberi hukuman (sanksi). Adapun hukuman bagi koruptor adalah ta’zir, yaitu sanksi dengan jenis dan kadar yang ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya mulai dari yang paling ringan, seperti sekadar nasihat atau teguran dari hakim, bisa juga pengenaan denda (gharamah), atau berupa penjara, bisa juga pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati, tergantung ijtihad hakim. 


Dengan demikian sanksi harus diterapkan secara tegas oleh negara. Sebab dalam Islam sanksi berfungsi  untuk membuat jera pelaku, sehingga ia tidak mengulangi perbuatan dosanya, serta mencegah pihak lain untuk melakukan tindakan yang sama. Selain itu sanki diberikan sebagai penebus atas dosa yang telah dilakukannya. Dengan sanksi yang tegas, korupsi dapat dihilangkan.


Namun demikian Islam juga memiliki upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya korupsi. Pertama dalam proses rekrutmen pegawai dan aparat negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas. Sehingga mereka memiliki kapabilitas dan berkepribadian Islam. Bukan direkrut berdasarkan  koneksivitas atau nepotisme. 


Selanjutnya, negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya dengan meningkatkan keimanan kepada Allah Swt.. Sehingga aparatur negara tidak akan mudah tergoda dengan sejumlah materi. Untuk itu, negara harus memberikan gaji dan fasilitas yang layak, meski tetap harus dilakukan perhitungan kekayaan aparat negara secara berkala dari awal hingga akhir menjabat. 


Di samping itu, teladan kepemimpinan juga diperlukan. Agar pemimpin menjadi sosok panutan yang dapat diikuti perilakunya. Terakhir yang tak kalah penting adalah pengawasan oleh negara dan masyarakat agar korupsi dapat dicegah sejak dini. 


Dengan demikian semua upaya tersebut, baik preventif maupun sanksi tegas bagi koruptor hanya dapat diwujudkan saat ideologi Islam diterapkan secara sempurna dalam institusi khilafah Islamiyah. Sehingga tindakan rasuah dapat dicabut sampai akarnya.


Wallahu a’lam bishawab.