Balada FOMO, Skenario Kapitalis Menjajah Pemikiran Milenial

Daftar Isi


FoMo (Fear of Missing Out) Menjerumuskan Pemuda ke Arah Perilaku Mubazir, Sia-Sia, Boros dan Kini Difasilitasi dengan Adanya Sistem Pay Later


FoMo, Pay Later Lahir dan Menggurita di Alam Kapitalistik Sekuler yang Menghasilkan Konsumerisme dan Hedonisme 


Penulis : Zulhilda Nurwulan

(Mahasiswi Pasca Sarjana)


Siddiq-news.com -- FoMO (Fear of Missing Out) adalah rasa takut merasa “tertinggal” karena tidak mengikuti aktivitas tertentu (Ellinda Kusuma, 2021). 


Situasi ini merupakan perasaan takut tertinggal oleh benda, berita ataupun kondisi terbaru. Keadaan ini menimbulkan persepsi buruk tentang keadaan orang lain yang lebih baik sehingga tidak ingin tertinggal. FoMO ini ternyata sebuah fenomena menarik di kalangan millennial hari ini. Gaya hidup hedonis merupakan salah satu bukti adanya sifat fomo dalam diri seseorang. Tidak dapat dimungkiri jika fomo ini sangat cepat menguasai kehidupan para milenial di era dewasa seperti hari ini. Kecenderungan sifat ingin memiliki terhadap sesuatu yang kini banyak ditemukan dalam diri para remaja makin membuktikan jika fomo adalah bentuk keberhasilan Kapitalisme menjajah pemikiran milenial dengan sifat mubazir dan sia-sia. Teori Adam smith menyatakan bahwa keserakahan ekonomi akan sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi. Sehingga, semakin serakah seseorang terhadap ekonomi maka akan lebih baik bagi perekonomian. Sebuah teori yang menyesatkan bagi masyarakat mengingat sifat boros dan mubazir bukan budaya bagi masyarakat Muslim. 


Tradisi foMO (Fear of Missing Out) ini menjerat milenial dalam transaksi ekonomi menyimpang melalui pinjaman online dan tunda pembayaran (paylater) pada aplikasi e-commerce. Transaksi ekonomi semacam ini akhirnya menjerat milenial dalam pinjaman utang paylater. Seperti dilansir dari laman BBC News Indonesia, 29 Desember 2022, Katadata Insight Center dan Kredivo melakukan survei terhadap 3.560 responden pada Maret 2021 menunjukkan bahwa jumlah pelanggan baru paylater meningkat sebesar 55% selama pandemi. Meningkatnya transaksi paylater pada aplikasi e-commerce berujung pada sifat konsumerisme dan hedonisme di kalangan generasi muda. Kondisi ini dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses untuk pinjam uang, membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat.  


Konsumerisme dan Hedonisme Menyiksa Milenial dalam Jeratan Utang


Sistem kapitalisme yang mendominasi dunia perekonomian dunia telah memaksa masyarakat terjerat dalam gurita utang. Sistem ekonomi Kapitalisme menggerus masyarakat terutama para milenial pada kehidupan yang konsumerisme dan hedonisme. Terlebih, negara memberi kemudahan pada transaksi-transaksi paylater melalui jebakan OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dan lainnya. Fasilitas semacam ini tanpa disadari telah menjerat masyarakat dalam jeratan haram yang sangat membahayakan bagi masa depan mereka utamanya para milenial. 


Sebuah penelitian menyebutkan bahwa transaksi semacam paylater didominasi oleh milenial dan gen-z yang berusia 17-35 tahun. Padahal, milenial dan gen-z ini memiliki kerentanan terhadap utang dan konsumsi berlebih karena cenderung memiliki pengetahuan finansial (financial literacy) yang kurang. Survei nasional yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia 2022 mencapai 49,68%. Dengan angka tersebut bisa disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang masih rendah terhadap penggunaan produk keuangan dan pengelolaan keuangannya. Sifat milennial dan gen-z yang cenderung menyukai hal-hal yang bersifat instan menyebabkan mereka sangat mudah terjerumus dalam jeratan utang sejenis paylater ini. 


Konsumerisme dan hedonisme dipicu oleh kurangnya edukasi masyarakat terkait pengelolaan keuangan dan kebermanfaatan suatu produk bagi kehidupan mereka. Hal ini sebagaimana teori Barkley yang menyatakan bahwa manusia selalu memandang sebuah keinginan sebagai kebutuhan, sehingga tak ada lagi perbedaan di antara keduanya.


Kemudian, globalisasi budaya Barat hingga ke negeri muslim melalui konten-konten dan hiburan juga menjadi pemicu utama meningkatnya sifat konsumerisme dan hedonisme di kalangan milenial. Tidak bisa dimungkiri, pengaruh globalisasi ini memaksa milenial untuk hidup layaknya para idola atau orang-orang di luar negeri yang menjadi kiblat mereka. Sehingga, tak jarang para milenial akhirnya dilanda kecemasan dan kegelisahan ketika tidak mampu meniru gaya hidup Barat. Akibatnya, berbagai fenomena seperti krisis mental, depresi bahkan stress dialami oleh milenial dan gen-z yang mengalami sifat konsumerisme dan hedonisme ini. Oleh karenanya, perlu ada sebuah sistem yang sistematis bagi persoalan utang paylater ini agar pemuda tidak lagi terjerumus dalam gaya hidup konsumerisme dan hedonisme. 


Sistem Ekonomi Islam Sejahterakan Umat


Gaya hidup konsumerisme dan hedonisme tidak akan mungkin terjadi dalam sistem Islam. Pemuda dalam Islam akan diperkaya dengan ilmu terkait harta dan senantiasa berada dalam akidah yang lurus.


Pemuda terjamin hidupnya juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi insan mulia. Dengan sistem hidup sesuai dengan Islam, pemuda akan terhindar dari jebakan utang paylater yang membahayakan ini. 

 

Islam sangat ketat dalam aturan terkait ekonomi dan keuangan. Transaksi ekonomi dalam Islam wajib memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi Islam yakni sesuai syariat dan mengaharap rida Allah Swt. dalam setiap transaksinya.


Islam sangat mengharamkan transaksi sejenis paylater yang mana ada kandungan riba di dalamnya. Rizal Darwis (2013) menyimpulkan dasar-dasar keuangan Islam pada prinsipnya mengacu kepada: (a) Berusaha hanya untuk mengambil yang halal dan baik; (b) Halal cara perolehan: melalui perniagaan yang berlaku secara rela sama rela; (c) Halal cara perolehan: berlaku adil dan menghindari keraguan; dan (d) Halal cara penggunaan: saling tolong-menolong dan menghindari risiko yang berlebihan.


Transaksi ekonomi dalam Islam diatur oleh sebuah lembaga yang disebut Baitulmaal. Baitulmaal pada masa tersebut sebagai proses siklus dana masyarakat, yang terkumpul dari zakat, wakaf, sedekah, infak dan sebagainya. Kehidupan masyarakat akan ditanggung Baitulmaal sehingga sangat mustahil terjadi utang hingga membahayakan seperti hari ini. Wallahualam bissawab.