Saweran, Bentuk Niradab pada Kesucian Al-Qur'an

Daftar Isi


Viral sawer pada qariah Al-Qur'an. Lantunan kitab suci Al-Qur'an Disamakan bak Lagi Dangdutan. Astaghfirullah. 


Perbuatan nir-adab terhadap Al-Qur'an Dampak dari Prinsip Sekularisme.


Oleh Mulyaningsih

(Pemerhati Masalah Anak, Remaja, dan Keluarga)


Siddiq-news.com -- Manusia hidup di dunia tugasnya tak lain adalah untuk menyembah serta taat kepada Allah Swt.. Tentunya setiap aktivitas yang ia lakukan harus sesuai dengan hukum syarak yang ada. Dan itu bisa dilihat, dibaca, dipelajari, serta ditadaburi di dalam kitab Al-Qur'an nan suci. Sebuah kitab yang menjadi petunjuk serta buku panduan yang wajib selalu dibaca oleh setiap manusia. Bak buku panduan, maka Al-Qur'an harus sering dibuka serta dibaca agar tak salah dalam melakukan segala sesuatu di kehidupan dunia ini. 


Dalam membaca Al-Qur'an, manusia tentunya harus mempelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengannya. Karena tak sembarangan ketika membacanya. Ada ilmu nahwu, shorof, tajwid, dan yang lainnya. Termasuk pula dengan pelantunan ayat demi ayat di dalamnya ada ilmunya. Salah satunya dengan nada yang tinggi dan rendah disesuaikan 

dengan tanda bacanya. Itulah metode qiraah, yang familiar di masyarakat. Bahkan ada pula lomba MTQ Nasional bahkan internasional untuk melantunkan ayat suci yang ada di dalam kitab suci tersebut. Namun, apa jadinya jika lantunan kitab suci Al-Qur'an dipermainkan oleh segelintir orang?


Publik dihebohkan dengan video viral yang beredar di media sosial. Sebagaimana dikutip dari media Hidayatullah (05/01/2022), bahwa video itu berisi seorang qariah yang sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an disawer oleh dua orang pemuda. Peristiwa tersebut terjadi di wilayah Pandeglang, Banten. 


Sedih dan geram, itulah yang akhirnya tampak pada perasaan setiap yang melihat video tersebut. Al-Qur'an bak disamakan dengan lantunan lagu-lagu dangdutan. Sungguh, ini merupakan suatu perbuatan niradab dan tak sesuai dengan norma agama. Tentunya sebagai seorang Muslim kita merasa kejadian ini benar-benar sangat menghina Islam dan kitab sucinya. Serta benar-benar menodai sisi kesakralan dan menodai Al-Qur'an.


Kejadian di atas merupakan bentuk didikan dari sistem yang diterapkan saat ini. Tampaknya kehidupan sekuler telah tumbuh subur dan berakar kuat dalam diri kaum muslim. Hal tersebut secara tidak sadar ternyata telah meruntuhkan dinding keimanan kaum muslim secara perlahan. Lewat paham sekuler, muslim kini begitu jauh dari Islam dan ajarannya. Dan kini, mereka tidak mempunyai standar baku ketika berbuat atau melakukan suatu aktivitas. Halal dan haram, terpuji dan tercela tidak menjadi standar yang mereka pegang. Termasuk pada hukum syarak tak lagi menjadi pondasi dari seluruh pola pikir serta sikapnya.  agama. Pantas saja akhirnya ada aktivitas seperti yang disampaikan di atas.


Saweran, sebagaimana fakta di atas mungkin mereka anggap sebagai bentuk penghargaan serta penghormatan bagi pembaca Al-Qur'an atau  qariah. Sang penyawer tadi mengira, dengan adanya saweran maka menganggap bahwa qariah akan senang serta bahagia. Di sinilah pula kesalahan yang benar-benar harus diluruskan di tengah masyarakat. Termasuk standar kebahagiaan yang terbentuk. Bahwa bukan karena materi alias uang lantas kita bisa menemukan kebahagiaan. Bagi seorang Muslim, kebahagiaan yang dimaksud adalah ketika Allah Swt. rida terhadap kita. Itulah makna kebahagiaan yang ingin dicapai oleh setiap individu Muslim. Dan wajib bagi kita untuk memberikan penjelasan terhadap aktivitas saweran yang nir-adab tadi. Jika tidak dilakukan penyadaran, maka bisa jadi aktivitas tersebut akan terus ada dan menyebar kepada yang lainnya. Apalagi sampai terjadi menyamakan kitab suci Al-Qur’an dengan buku, seperti buku yang lainnya. Ini adalah sesuatu yang benar-benar harus diluruskan. 


Allah Swt. berfirman,


وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ


“Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.” (TQS. Al-A’raf: 204)


Berdasarkan firman Allah Swt. di atas, maka sikap yang harusnya diperlihatkan oleh seorang Muslim ketika mendengarkan dibacakannya ayat-ayat suci Al-Qur'an adalah berdiam diri serta mendengarkannya dengan baik. Ketika kita melakukan hal tersebut, maka insyaAllah akan mendapat kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw.,


Dari Abu Sa’id maula Bani Hasyim, dari Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. telah bersabda,


“Barang siapa mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat nur (cahaya) di hari kiamat.”


Dari hadis Rasulullah saw. di atas disampaikan bahwa ada kebaikan ketika kita mendengarkan saat ayat suci dibacakan. Termasuk bagi yang melantunkannya akan mendapat nur atau cahaya pada hari kiamat. MasyaAllah, sungguh kebaikan yang tidak main-main. Karena kita meyakini bahwa manusia ini tak hanya hidup di dunia saja, tapi ada kehidupan yang kekal nan abadi. Tak lain kehidupan akhirat yang akan kekal selamnya, mau neraka atau surga menjadi pilihan sesuai dengan bagaimana aktivitas kita selama di dunia ini.  


Jika kita ingin mendapatkan tempat terbaik (surga) maka terus berpedoman pada Al-Qur'an dan hadis Rasulullah saw. karena di sana menjadi petunjuk bagi seluruh manusia. Bagaimana ia bertingkah laku terhadap sesama, dengan dirinya sendiri, serta kepada Sang Pencipta yaitu Allah Swt.. Semua lengkap tersaji dalam Al-Qur'an. Oleh karenya kita tak hanya membacanya saja, tetapi juga mentadaburi agar mengerti apa maksud ayat demi ayat di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt.,


“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal salih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (TQS. Al-Isra: 9)


“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha: 123-124)


Begitu luar biasanya kedudukan serta kesakralan Al-Qur'an. Hanya saja, umat tentunya tidak mencukupkan pada membaca serta menaruhnya di tempat tertinggi saja sebagai bentuk mensucikannya. Akan tetapi harus pula mempelajari dan menerapkan isi di dalamnya. Karena sebagaimana firman Allah di atas, bahwa Al-Qur'an adalah sebagai petunjuk dari kaum Mukmin. Layaknya petunjuk, maka sudah sepatutnya untuk diterapkan dalam kehidupan ini. Namun yang terjadi, saat ini yang diterapkan di seluruh dunia adalah sistem kapitalis sekuler. Dalam hal ini, isi dari Al-Qur'an tidak bisa diterapkan secara sempurna dan menyeluruh. Hanya dalam sistem Islam, seluruh isi pada kitab suci akan mampu diterapkan. Sebagaimana pada saat Rasulullah dan para sahabat selama 1300 tahun lamanya telah berhasil menerapkan isi Al-Qur'an secara menyeluruh di bawah sistem Islam. Semoga kita pun dapat merasakannya agar keberkahan bisa kembali kita dapatkan. Dan tentunya dapat dirasakan oleh seluruh makhluk ciptaan Allah. Tak ada lagi bentuk saweran ataupun aktivitas lain yang nir-adab. Berikut standar terpuji dan tercela serta makna kebahagiaan semoga kembali pada standar hukum syarak. Wallahualam bissawab.