Waspada! Jebakan Paylater pada Generasi

Daftar Isi


Mantra “beli sekarang bayar nanti” menjadikan konsumen terbius akan layanan belanja online Paylater


Jiwa Rapuh dan Hedon Generasi Muda karena Kurang Kuatnya Akidah


Oleh Iven Cahayati Putri

(Pemerhati Generasi)


Siddiq-news.com -- Belakangan, pertumbuhan industri paylater di Indonesia kian bekembang pesat. Dari data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukan, hingga September 2022 angka pembiayaan paylater di industri multifinance mencapai Rp 4,2 triliun. Bahkan sepanjang tahun 2022, Atome mencetak pertumbuhan transaksi hingga 360 kali, dengan penghasilan gross merchandise value (GMV) tercatat sebanyak 420 kali. Lebih banyak dibandingkan akhir tahun 2020. (detikfinance, 11/1/2023)


Melihat keuntungan bagi perusahaan, ternyata  ditopang oleh kaum pengguna paylater yang membludak. Mantra “beli sekarang bayar nanti” menjadikan konsumen terbius akan layanan belanja online tersebut. Kehadirannya bak malaikat penolong bagi mereka yang doyan belanja, namun terhimpit masalah keuangan. Tidak tanggung-tanggung sistemnya yang memudahkan menjadikannya sebagai andalan kawula muda masa kini.


Berdasarkan hasil survey Katadata Insight Center dan Kredivo, tehadap 3.560 responden pada maret 2021 menunjukan pengguna aplikasi paylater meningkat 55% semenjak pandemi. Dari 16,5 %  di antaranya adalah pengguna milenial, sementara sekitar 9,7% adalah Gen Z. 


Namun sayang, tren paylater di tengah-tengah masyarakat tak seindah yang dibayangkan. Tidak sedikit dari yang awalnya buy now paylater, justru berakhir dengan buy now problem later. Kemudahan-kemudahan akses ternyata hanya bualan nan melenakan, karena faktanya tagihan makin membengkak jika membayar bukan pada waktunya. Baik itu berupa tunggakan utang, riba, dan denda. Banyak di antara mereka yang menumpuk-numpuk utang hingga menjadi bom atom yang meledak. 


Tingginya angka paylater yang menjerat anak muda menunjukkan kepada kita bahwa begitu lemahnya jiwa petahanan pemuda yang mudah tegiur hanya dengan iming-iming kemudahan. Memang bukan tanpa dasar, tersebab tingginya life style, gaya hedon yang semakin membudaya, dan jiwa belanja yang tinggi. Anak muda dipikat dengan tawaran jitu marketplace, harga murah, diantar, apalagi bayar nanti. Alhasil mereka yang dasarnya sudah rapuh, ikut terjun mengklik keranjang kuning.


Di era meningkatnya teknologi industri ini, memang berseliweran berbagai hal yang memanjakan mata. Kehidupan manusia yang pada dasarnya mengejar kepuasan diri dengan berekspresi sebebas-bebasnya, menjerumuskan mereka dalam aktivitas menghalalkan segala hal tanpa mempertimbangkan halal-haram, positif-negatif, atau dampak besar lainnya. Tujuan hidup sekadar untuk hura-hura, dengan terus memenuhi keinginan yang melangit, belomba membeli barang-barang branded atau trendy demi mendapat pengakuan atau kepuasan. 


Sejatinya hal ini sangat berbahaya untuk semua orang. Membuang uang hanya untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan. Sehingga menjerumuskan siapapun dalam hidup royal dan kesia-siaan. Apalagi gen Z yang notabenenya belum berpenghasilan akan terkungkung dalam jeruji utang yang tak mampu dibayarnya. Lebih parahnya gaya hidup Barat atau westernisasi di negeri ini menjadikan pemuda, utamanya Muslim kehilangan identitasnya. 


Sadar atau tidak, jiwa pemuda yang rapuh dan hedonis tersebut menjadi angin segar bagi mereka yang paling ahli melihat target pasar. Tentu saja hal ini dimanfaatkan para kapitalis dengan dalih memfasilitasi. Terkesan menolong, apalagi melalui kemudahan-kemudahan seperti verifikasi yang mudah, bunga yang ringan, terdaftar di OJK dan lain-lain, tapi kenyataanya menjerumuskan ke dalam riba yang berbahaya. Keuntungannya hanya diperoleh oleh para kapital hingga triliunan rupiah, sementara konsumen hanya menerima kerugian. 


Sesungguhnya dalam kehidupan manusia, tidak ada satupun yang terlewatkan dari kacamata aturan Islam, begitu pula paylater. Kehadirannya yang menjebak pemuda, maka syariat Islam menetapkannya sebagai sesuatu yang haram karena mengandung unsur ribawi. Dalam Firman-Nya Allah SWT berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba,” (Q.S. Al-Baqarah: 275). 


Jadi apapun yang berkaitan dengan riba, banyak atau sedikit tidak akan merubah status keharamannya. Selain itu tidak boleh hukumnya jika berlebih-berlebihan, berfoya-foya,  serta menumpuk barang tanpa pemanfaatan karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. 


Dalam Islam pemuda dibekali pemahaman Islam sejak dini terkait perintah dan laranganNya. Mengukuhkan akidahnya sehingga terbentuk kepribadian yang kukuh pula. Dengan begitu, mereka memiliki prinsip hidup yaitu Islam, dapat mengontrol dirinya, menepis gaya hidup hedonistik dan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Pendidikan berbasis Islam juga berkontribusi untuk mencetak pemuda-pemuda emas yang berakhlaqul karimah. Membina mereka sebagaimana gaya hidup yang diridai Allah Swt., sederhana dan tidak berlebih-lebihan.


Tidak kalah penting peran negara yang menerapkan syariat Islam. Dengan langkah utama tidak menerapkan sistem ekonomi yang mengandung keharaman dan menjauhkan masyarakat dari segala bentuk riba, baik itu pekerjaanya, perusahaannya, maupun aplikasinya. Sehingga masyarakat dapat terhindar dari kehidupan yang sia-sia, merugikan diri sendiri bahkan negara. Dengan menerapkan Islam pula negeri ini akan diliputi kebaikan dari Allah Swt. Wallahualam bissawab.