Kala Korban Berstatus Tersangka

Daftar Isi


Ironis, Korban Tabrakan yang Merenggut Nyawanya Dinyatakan Sebagai Tersangka. Kasus Ini Menuai Protes di Khalayak sebagai Ketidakadilan


Ketidakadilan Merebak di Alam Kapitalisme Demokrasi Sekuler


Penulis : Siti Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)


Siddiq-news.com -- Sebuah jabatan tidak bisa hanya menjadi hal yang biasa, tapi bisa jadi luar biasa. Bagaimana tidak, kebanyakan orang saat ini sangat potensial untuk memilikinya. Karena dianggap dapat menjadi batu loncatan untuk menjadi semakin tinggi bahkan di atas awan. Maknanya, dengan jabatan, orang tersebut akan dihargai, dihormati bahkan dijunjung tinggi.


Ironisnya, hal ini terkadang memberikan dampak yang sangat signifikan bagi orang tersebut. Karena, kekhawatiran akan hilangnya jabatan yang dimiliki dapat merasuk ke dalam jiwa seseorang dan kalap terhadap setiap ancaman yang datang untuk mengganggu kursinya. Sehingga akan mendorong manusia tersebut untuk tetap menjaga kursinya meski harus mengorbankan orang lain bahkan rasa percaya manusia yang lain terhadap dirinya sendiri.


Hal seperti inilah yang terjadi pada kejadiaan tabrakan baru-baru ini. Sang korban telah divonis sebagai pelaku. Ironisnya, si korban sudah meninggal dan pemberitahuan vonis tersebut diberikan kepada sang ibu yang masih berduka atas kematian anaknya. Namun yang lebih miris lagi, aparat baru mengutus para petugas untuk menyelubungi kasusnya lebih lanjut ketika vonis sudah lebih dulu diberikan kepada korban.


Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Metro Tempo (01/02/2023), bahwasanya polisi telah menetapkan Hasya, korban tabrakan sebagai tersangka, karena dianggap lalai dalam berkendara. Sementara Eko, seorang pensiunan polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar, sekaligus penabrak dinyatakan tidak bersalah. Berbagai kalangan lantas melayangkan protes. Polisi dinilai terburu-buru menetapkan Hasya sebagai tersangka. Karena desakan publik itulah, Kapolri memerintahkan Polda Metro Jaya membentuk tim agar kasus ini diusut kembali. 


Amat disayangkan, sebagai aparat penegak hukum, menjadi sebuah kewajiban untuk mengetahui kejadian yang terjadi sebelum memvonis seseorang bersalah atau tidak. Namun yang terjadi malah sebaliknya, sang aparat langsung memvonis, setelah itu baru melakukan penyelidikan. Sehingga hal ini membuat rakyat sedikit demi sedikit kehilangan rasa percaya rakyat terhadap aparat penegak hukum.


Di samping itu, saking begitu mempertahankan kehormatan, nama baik dan jabatan, membuat orang gelap mata bahkan tidak mengenal mana yang baik dan buruk. Bahkan kehilangan rasa empatinya. Sebagai bukti, aparat penegak hukum menjumpai ibu dari korban kemudian memberitahukan vonis kepada ibu korban tanpa merasa iba sedikit pun. Dan yang lebih parahnya, sang pelaku tabrakan sendiri tampak begitu menyudutkan keluarga korban.


Sungguh ironis, rakyat yang tidak memiliki kekuasaan bagaikan pepatah lama, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudahlah kehilangan anak tercinta, ditambah lagi vonis yang dijatuhkan kepada korban yang terkesan dipaksakan dan mengintimidasi korban. Sedang korban hanya menuntut dan meminta dukungan. Tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, apakah kasus ini akan diselesaikan secara adil dan menyeluruh atau malah sebaliknya.


Ketidakadilan yang terjadi kepada rakyat biasa tanpa jabatan sama sekali sudah sangat menjamur. Bahkan seringkali menjadi tumbal akan haus kekuasaan dari para penguasa. Di satu sisi, penerapan sistem Demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan tidak dapat melakukan apapun, padahal prinsip sistem ini adalah anak-anak harus dilindungi sehingga masa depannya masih tetap cerah dan tidak bergantung kepada siapapun.


Sistem Demokrasi sendiri adalah sistem politiknya atau kekuasaannya. Sedangkan untuk ekonominya adalah sistem Kapitalisme. Keduanya dibangun di atas satu asas yakni sekulerisme yang dipisahkan antara agama dan kehidupan, kemudian mengarah pada pemisahan agama dari negara. Pemisahan inilah yang menjadi awal berbagai krisis hadir terutama krisis moral dan gila harta dan tahta. Sistem ini mengubah secara bertahap pemikiran manusia berupa tujuan hidupnya yaitu hanya mencari dan mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya.


Pada akhirnya tujuan ini, melalaikan manusia dari tujuan yang sebenarnya ketika diciptakan oleh Allah Swt. yakni sebagai hamba yang beribadah kepada-Nya. Di satu sisi, membuat manusia jauh dari Allah Swt. hingga sampai pada tahap manusia terserang penyakit yang lebih parah dari pada penyakit yang pernah ada di dunia yaitu terlalu cinta kepada dunia dan takut mati. Manusia lebih takut ditinggalkan oleh jabatan, harta, rasa hormat manusia kepada dirinya sendiri dibandingkan dijauhkan bahkan ditinggalkan oleh tuhannya yakni sang maha pencipta dan pengatur yaitu Allah Swt..


Maka untuk menghindari hal-hal seperti ini, patutlah kita kembali kepada Allah Swt.. Maksudnya kita harus kembali kepada perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Kembali kepada agama-Nya yaitu Islam. Kembali kepada aturan-Nya yakni hukum syarak dan kembali kepada sistem kehidupan Islam. Satu-satunya sistem hidup yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yang dilanjutkan oleh para sahabat-sahabat beliau. Bahkan dari sanalah umat manusia akhir zaman dapat merasakan Islam sekaligus atmosfer dakwah.


Mengembalikan kejayaan dan memuliakan manusia. Mengubah arah hidup dan tujuannya hanya untuk menggapai ridha-Nya. Menjadikan jabatan sebagai amanah dan bukan ajang untuk menjaga eksistensi diri. Menjadikan pergerakan zaman sebagai batu loncatan untuk memberbanyak amal, kemudian meraih pahala hingga kita pantas mendapatkan surga-Nya yang menjanjikan bagi orang-orang yang menginginkannya. Kemudian dirinya istiqamah dalam ketaatan kepada Allah Swt..


Namun untuk mengembalikan sistem Islam ke kancah dunia, dibutuhkan pergerakan yang masif dan terorganisir sebagaimana metode yang dicontohkan Rasulullah saw.. Berupa aktivitas amar makruf nahi mungkar yang biasa disebut dakwah. Hanya aktivitas ini yang dapat menjadikan Islam sebagai opini umum yang kemudian mengubahnya menjadi kesadaran umum. Di titik umat sudah sadar dan yakin, bahwa kita membutuhkan sistem Islam untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, maka umat akan meminta untuk menerapkan Islam dan mendirikan sebuah negara dengan satu orang yang ditunjuk sebagai Ulil Amri bagi umat dalam negara yang menerapkan aturan Islam kaffah. Kemudian negara ini juga yang akan menjaga eksistensi Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang darinya terpancar seluruh aturan kehidupan. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.