Keamanan Pangan dan Kesehatan Anak, di Mana Peran Negara?

Daftar Isi

 


Pengelolaan berbasis korporasi meniscayakan untung dan rugi, bukan untuk melayani dan menjamin pemenuhan bagi rakyat. 


Negara akan memantau produksi perusahaan pangan dan minuman sesuai standar yang berkualitas untuk umat, dengan audit yang ketat sebelum didistribusikan.


Oleh Siti Rohmah, S.Ak.

(Pegiat Literasi)


Siddiq-news.com -- Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah kadar gula darah dalam tubuh seseorang melebihi nilai ambang batas. Dewasa ini dibetes bukan hanya menyerang orang dewasa, namun anak-anak pun banyak yang menderita penyakit tersebut.


Melansir dari liputan6 (3/2/2023), dr. Muhammad Fauzi, SpA(K) sebagai Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan prevalensi kasus diabetes pada anak pada tahun 2023 meningkat hingga 70 kali lipat dibandingkan pada tahun 2010.


Meningkatnya kasus diabetes tipe 2 pada anak, disebabkan berbagai pemicu di antaranya adalah faktor jajanan yang ada di lingkungan sekitar. Selama ini tak ada aturan terkait pembatasan gula pada jajanan yang dikonsumsi anak.


Dikutip dari Antaranews (6/2/2023), Seperti yang terjadi pada siswa kelas enam SD di Kabupaten Tangerang yang bernama Anindiya (11), dia mengaku sering minum minuman manis yang mudah didapatnya di kantin sekolah. Minuman tersebut dijual dengan harga mulai dari Rp1.000 saja


Tidak hanya minuman murah,minuman yang mahal pun mengandung gula yang tinggi, seperti es krim yang viral dan menjamur di mana-mana. Hampir tidak ada anak yang menolak es krim, meskipun faktanya mengandung gula tinggi.


Dalam hal ini, para dokter anak pun menghimbau agar para orang tua memberikan makanan dan minuman yang bergizi, bukan yang tinggi gula.


Bukan hal yang mudah memang menjadi orang tua yang ingin mengatur asupan anaknya dalam kondisi seperti saat ini. Ketika perusahaan- perusahaan pangan yang banyak menyajikan makanan instan makin menjamur, dan tak ada aturan terkait dengan pembatasan masalah konsumtif.


Apalagi ketika negara malah membiarkan dan tidak melarang demi kepentingan masing-masing. Jadilah masyarakat yang menjadi korban dari konsumsi pangan tersebut.


Sistem yang diterapkan pada saat ini yakni kapitalisme mejadi akar permasalahan bagi keamanan pangan dan kesehatan anak. Kapitalisme memandang bahwa pengelolaan pangan bertujuan pada keuntungan ekonomi semata bukan untuk mewujudkan jaminan pemenuhan pangan dan kesehatan anak. Selain itu, tata kelola pangan dan kesehatan anak neoliberal bersandar pada peran korporasi, sedangkan fungsi negara terbatas sebagai regulator dan fasilitator. 


Nampak jelas, pengelolaan berbasis korporasi meniscayakan untung dan rugi, bukan untuk melayani dan menjamin pemenuhan bagi rakyat. 


Berbeda dengan sistem Islam, dimana dalam Islam wajib memberikan makanan dan minuman bukan cuma yang halal tapi juga harus thayib  bagi tubuh kita. 


Allah Swt.:  “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah [2]: 168).


Ini merupakan panduan mutlak untuk konsumsi bahan pangan bagi umat Islam. Dalam Islam, perintah untuk makan makanan halal dan thayib tidak berdiri sendiri, tetapi disertai dengan pengurusan oleh negara melalui inspeksi pasar yang dilakukan oleh kadi hisbah (al-muhtasib).


Selain itu, negara tidak hanya memberikan makan dan minum tetapi negara juga hadir bertanggung jawab dalam menjaga rantai tata niaga dengan mencegah dan mengawasi perilaku yang merusak ketahanan pangan dan kesehatan seluruh masyarakat baik dewasa maupun anak-anak. Dengan peran terpusat pemerintahan dalam sistem Islam , pengaturan sepenuhnya berada dalam kendali negara. Kebutuhan rakyat akan terpenuhi dan mereka terlindungi dari hegemoni korporasi yang mengejar keuntungan sepihak semata.


Maka orang tua akan diberikan edukasi terkait pangan seperti apa yang harus diberikan kepada anaknya. Selain itu negara akan memantau produksi perusahaan pangan dan minuman sesuai standar yang berkualitas untuk umat, dengan audit yang ketat sebelum didistribusikan.


Sudah jelas sistem yang diterapkan saat ini menuai persoalan sehingga sudah tidak selayaknya dipertahankan dan diperjuangkan. Persoalan terus menerus terjadi tanpa ada penyelesaian yang tuntas termasuk penyelesaian yang menjangkit anak-anak. Sudah seharusnya hal ini diselesaikan dan tidak bisa dibiarkan lagi. 


Wallahu a'lam bisshawab