Konflik Membara Akibat Hukum Lemah Bicara

Daftar Isi

 

Konflik Sosial di Kota Tual Maluku Berpangkal dari Pesta Miras


Pentingnya Peran Penguasa untuk Menindak Tegas Para Peminum Khamr dan Pengedar


Oleh Atik Sukarti

Pemerhati Sosial Masyarakat


Siddiq-news.com -- Begitu susah hidup tenang di negeri yang bercorak sistem demokrasi sekuler. Segala sesuatu tidak dipandang dari segi halal haram menurut agama, tetapi lebih mengacu pada kebebasan berperilaku. Seringkali kita jumpai perkara individu yang merembet menjadi perkara besar karena tidak paham tentang hukum syarak. 


Seperti konflik sosial di kota Tual Maluku beberapa waktu lalu. Berpangkal dari kelakuan beberapa pemuda mabuk akibat pesta miras, hingga berujung pada bentrok antar pemuda komplek Banda Eli dan warga Yarler. Menurut Kabid Humas Polda Maluku Kombes Roem Ohoirat, peristiwa diawali dari sekelompok pemuda mabuk yang makan di sebuah warung pada Sabtu pagi, 28 Januari 2023. Alih-alih membayar setelah makan, para pemuda tersebut malah memukuli pemilik warung. Akhirnya tidak menunggu lama pihak polres Tual mengamankan tujuh pelaku pemukulan tersebut.


Namun ternyata peristiwa itu berbuntut panjang. Pada Selasa malam seorang pemuda Banda Eli terkena serangan anak panah di bagian kepala belakang oleh orang tak dikenal. Penyerangan tersebut mengakibatkan provokasi dan berujung pada konsentrasi massa. Hingga terjadi saling serang antara pemuda kompleks Yarler dan Banda Eli. Akibatnya 13 orang terdiri dari 10 warga sipil dan 3 orang polisi mengalami luka-luka. Tidak hanya itu saja, sejumlah rumah warga pun turut terbakar(beritasatu[dot]com 1/2/2022)


Meskipun situasi dan kondisi kota Tual sudah dinyatakan kondusif, tetapi tetap dikerahkan pasukan untuk mengontrol keamanan agar tidak terjadi perluasan konfliks. Namun yang menjadi pertanyaan apakah konfliks yang sama tidak akan terulang lagi? Lalu sebenarnya apa yang memicu terjadinya berbagai prahara tersebut?


Lemahnya Regulasi


Jika ditelisik kembali, masalah inti terletak pada regulasi yang tidak pasti. Sudah jelas jika minuman keras adalah sejenis minuman yang mengandung senyawa alkohol atau etanol, tetapi hukum pelarangannya di Indonesia masih dapat dinegosiasi. Bahkan selain bersifat khamr atau memabukkan, senyawa etanol disinyalir dapat mengakibatkan gangguan saraf dan membahayakan kesehatan hingga melayangnya nyawa seseorang. Jenis minuman keras dapat menghilangkan akal sehat dan memunculkan perilaku brutal yang tidak terkontrol. Akibatnya manusia yang ada dalam pengaruhnya hilang kendali dan dapat melakukan hal-hal di luar perikemanusiaan.


Sedangkan faktanya perilaku buruk itu begitu mudah membudaya dalam masyarakat. Entah itu merupakan sebuah kebiasaan yang tumbuh subur dalam masyarakat, kebiasaan para orang tua yang menurun pada anak-anaknya, atau tren Barat yang menyusup, kemudian dipadupadankan dengan kebudayaan setempat. Pada akhirnya generasi millenials yang akan hancur. Alih-alih meraih eksistensi hakiki, malah terjebak ke-fasad-an yang membelenggu diri.


Mengingat bahaya miras tersebut seyogyanya negara tidak main-main dalam menindak pelaku mabuk-mabukan dan produsennya. Seperti yang telah kita ketahui bersama, jika undang-undang yang mengatur tentang miras mengalami perubahan dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan hasil pengaturan yang maksimal. Mulai dari diberlakukannya denda, pengklasifikasian jenis miras, pengurangan kadar etanol dalam miras, lokalisasi penjualan miras, penyesuaian konsumsi miras dalam batas tertentu dan dalam acara tertentu, hingga dikenakannya sanksi pidana. Jelas semua tindakan tersebut tidak akan menyelesaikan persoalan hingga akarnya.


Butuh Institusi Pasti.


Sebagai negeri dengan mayoritas kaum muslim, Indonesia mengalami begitu banyak kontroversi mengenai regulasi miras. Berbagai pemakluman dan pembolehan konsumsi miras oleh segelintir umat membuat resah masyarakat. Memang benar alkohol mempunyai sedikit manfaat untuk menghangatkan tubuh. Akan tetapi sisi mudharat-nya lebih banyak daripada manfaatnya, dan Islam mengharamkannya. Seperti dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram. Apapun bentuk dan jenisnya minuman keras adalah kategori khamr dan Islam menghukuminya sebagai barang haram.


Tidak hanya bagi peminumnya saja, Allah juga melaknat segala sesuatu yang berkaitan dengan khamr diantaranya produsen, karyawan, pengantar, dan yang menjualnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis:


"Khamr atau minuman keras itu telah dilaknat zatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya." (HR. Ahmad)


Untuk merealisasikan pelarangan miras, tentu saja tidak cukup hanya dengan membatasi peredarannya saja, atau membiarkan orang-orang tertentu mengkonsumsinya. Terlebih membiarkan pabrik penghasil minuman haram itu tetap berproduksi. Di sinilah pentingnya peran dari penguasa untuk menindak tegas para peminum khamr dan pengedarnya. Menurut hukum Islam, pelanggaran terhadap larangan konsumsi khamr adalah dengan mendera sebanyak 80 kali. Apabila masih melanggar maka deralah kembali, dan apabila masih melanggar maka bunuhlah. Hukuman ini tentu saja setimpal dengan bahaya khamr yang dapat merusak generasi.


Jika saja hukum Islam ditegakkan, niscaya tidak akan ada lagi yang berani coba-coba mendekati barang haram tersebut. Ini merupakan pe-er besar bagi penguasa, masih ingin bertahan dengan sistem yang lemah terhadap kemungkaran? Atau berganti dengan sistem yang mampu menyelesaikan masalah hingga akarnya?

Wallahua'lam bishshowab.