Menyoroti Kepemimpinan Indonesia di ASEAN

Daftar Isi

 


Jalinan kemitraan yang dibangun ASEAN dengan negara maju, tidak lepas dari eksistensi ideologi Kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara adidaya.


Islam tidak melarang adanya kerja sama negara-negara selama tidak membahayakan kepentingan dan kedaulatan negara. 



Oleh Ummi Nissa

Penulis dan Member Komunitas Muslimah Rindu Surga 


Siddiq-news.com -- Tahun 2023 menjadi periode Keketuaan ASEAN bagi Indonesia. 


Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2023 yang sebelumnya dipimpin oleh Kamboja. Serah terima telah dilakukan pada KTT ASEAN ke-42 di Phnom Penh pada November 2022 lalu. Peresmian Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 ini diselenggarakan pada acara kick off di Bundaran Hotel Indonesia pada Minggu (29/1/2023). Presiden Indonesia Joko Widodo melakukan pemukulan alat musik rebana sebagai tanda peresmian. 


Dikutip dari cnbcindonesia[dot]com (29/1/2023), Presiden Jokowi menyampaikan rasa optimis bahwa ASEAN akan tetap relevan serta menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang penting bagi rakyat Indonesia, kawasan dan dunia. Hal ini sesuai dengan tema yang diusung dalam ASEAN 2023 yaitu “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth." 


Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menjelaskan bahwa tema tersebut terdiri dari dua elemen besar yaitu ASEAN Matters dan Epicentrum of Growth. Elemen pertama adalah ASEAN Matters. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dengan keketuaannya tetap menjadikan ASEAN itu relevan dan penting tidak saja bagi rakyat Indonesia, tetapi juga bagi rakyat ASEAN dan beyond (luar ASEAN). Sementara elemen kedua yaitu Epicentrum of Growth. Artinya ASEAN sebagai pusat pertumbuhan. Hal demikian menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN selalu lebih tinggi dibandingkan negara lain di luar ASEAN.


Oleh karena itu, banyak pihak yang berharap pada Indonesia untuk dapat melakukan berbagai terobosan dan inovasi dalam menghadapi berbagai permasalahan dunia juga masalah yang dihadapi negara di kawasan ASEAN. Mengingat Indonesia sebagai salah satu negara pendiri sekaligus sebagai negara terbesar di ASEAN.


Kemitraan dengan Negara Maju


ASEAN merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Adapun latar belakang terbentuknya ASEAN adalah keinginan kuat dari para pendirinya untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, aman, stabil, dan sejahtera. Maka wajar jika Indonesia meyakini bahwa keberadaan negara-negara di dalam organisasi ini membawa manfaat.


Namun pada kenyataannya organisasi skala regional ini tidak lebih dari perpanjangan tangan negara kuat yang akan memperdaya negara-negara lemah. Buktinya asosiasi negara-negara di kawasan tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh negara-negara maju di dunia. 


Pengaruh negara kuat ini tampak dari adanya hubungan kemitraaan yang dibangun antara ASEAN dengan negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Kemitraan ini diwujudkan dalam bentuk komitmen bersama untuk menghadapi permasalahan dunia dalam bentuk kerjasama ekonomi, dengan skema investasi, hubungan perdagangan ekspor-impor, kerjasama politik dan keamanan. Sayangnya, kerjasama ini diikat dengan berbagai perjanjian dan syarat yang harus dipenuhi oleh negara berkembang. Sehingga jalinan kemitraan tersebut sejatinya hanyalah ikatan yang ditujukan untuk mengokohkan hegemoni Barat di wilayah kawasan. 


Oleh karenanya, meski keberadaan Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan, tapi kemandirian dan kedaulatan tetap di bawah pengaruh negara maju. Terlebih politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas menentukan sikap dalam kebijakan dan menjalin kerjasama dengan negara mana pun, terlebih negara-negara maju. 


Kapitalisme Akar Permasalahan yang Terjadi


Jalinan kemitraan yang dibangun ASEAN dengan negara maju, tidak lepas dari eksistensi ideologi Kapitalisme sekuler yang diterapkan oleh negara adidaya. Sebagai negara pengusung Kapitalisme, Amerika serikat tentu akan berusaha untuk menjaga eksistensinya di dunia. 


Kemitraan yang dijalin dalam bentuk kerjasama ekonomi, keamanan, dan politik yang diikat dengan berbagai syarat, sejatinya merupakan penjajahan gaya baru. Di mana penjajahan merupakan metode yang digunakan dalam sistem Kapitalisme untuk menyebarkan pengaruhnya di dunia. Maka wajar jika negara maju tidak akan membiarkan negara-negara berkembang dapat mandiri dan berdaulat. 


Dengan demikian, menyoroti kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini, tidak bisa diharapkan membawa perubahan pada kondisi rakyat, khususnya kaum muslimin. Selama ideologi Kapitalisme masih berkuasa di dunia, maka dibutuhkan kekuatan ideologi lain yang mampu menghadapi permasalahan global serta dapat membawa perubahan dunia. 


Ideologi Islam Harapan Kaum Muslimin


Islam mewajibkan negara harus kuat, mandiri dan berdaulat. Hal ini hanya dapat diwujudkan dalam sistem kepemimpinan yang berlandaskan pada ideologi Islam. Karena Islam merupakan sistem kehidupan yang berasal dari Zat Yang Menciptakan manusia. Kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan hidup telah teruji dari generasi ke generasi. Penerapan Islam sesungguhnya telah dimulai sejak masa kenabian. 


Hijrahnya Rasulullah saw. menjadi pertanda awal penerapan ideologi Islam. Peradaban Islam tidak berhenti sampai Rasul wafat. Namun estafet kepemimpinan kaum muslimin terus beralih dari masa ke masa. Mulai dari Khulafaur Rasyidin sampai berakhir pada masa kepemimpinan Ustmaniyah di Turki. Selama 13 abad ideologi Islam membawa dunia pada peradaban mulia.


Namun, kini umat Islam terpecah belah di berbagai negeri muslim, tanpa adanya kesatuan ideologi. Hal inilah yang membuat umat Islam menjadi lemah dan tidak memiliki kekuatan. Padahal Allah telah mengingatkan agar umat Islam bersatu. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali agama Allah, dan janganlah kalian tercerai berai ....” (QS. Ali-imran: 103)


Dengan kesatuan umat Islam dalam satu wadah maka akan terwujud kekuatan global yang berpengaruh. Dengan sistem politik dan ekonomi Islam, negara akan bertanggung jawab dalam mengurus rakyat, memenuhi kebutuhan pokoknya, menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi dengan mandiri dan berdaulat. Semua itu berdasarkan kebijakan yang disandarkan pada tuntunan syariat Islam yang sempurna. 


Namun demikian, Islam tidak melarang adanya kerja sama negara-negara selama tidak membahayakan kepentingan dan kedaulatan negara. Sebab, politik luar negeri yang dibangun dalam Islam adalah dakwah. Yaitu menyebarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.  Selama hubungan kerjasama yang dijalin dapat memperkuat dakwah,  maka jalinan hubungan antar negara akan dibuka.


Oleh sebab itu, dengan penerapan ideologi Islam kaum muslimin akan memiliki kekuatan dan kemandirian yang berpengaruh di dunia. Selain itu terwujudnya perdamaian dunia sebagaimana yang diharapkan seluruh bangsa di berbagai negeri akan dapat dirasakan. Begitu pun kesejahteraan hidup akan dinikmati oleh seluruh manusia, baik muslim maupun non-muslim. 

Wallahu a’lam bish shawab.