Proyek KCJB, Janji Manis Berbuah Utang Luar Negeri?

Daftar Isi

 


Ambisi penguasa di balik proyek kereta cepat, jelas menambah derita rakyat.


Sistem Islam memiliki skala prioritas dalam pembangunan negara.


Oleh Diah Maelani

Muslimah Aktivis Dakwah


Siddiq-news.com -- Kereta cepat Jakarta-Bandung yang digadang-gadang dapat menempuh jarak 142,3 km dalam waktu 36-45 menit, yang mulai dibangun dari tahun 2016, disebut akan segera selesai. Namun, sudah tepatkah sikap pemerintah memaksakan membangun kereta cepat di tengah himpitan ekonomi masyarakat yang masih belum tercukupi?


Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung disebut mengalami pembengkakkan biaya hingga $1,2 miliar. Pembengkakkan biaya ini pun diketahui telah disepakati oleh pihak Indonesia ataupun China. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk meminjam dana dari China senilai $550 juta atau sekitar Rp8,3 triliun guna menutupi biaya pembengkakannya. Hal ini dikemukakan oleh Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo.


Menurut ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, pembengkakkan biaya proyek Kereta Api Cepat Bandung-Jakarta diduga akibat buruknya perencanaan dan ketiadaan mitigasi risiko. Akhirnya, pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit. Pemerintah pun mau tidak mau lari ke jeratan utang. Padahal utang Indonesia sudah cukup membengkak selama masa pandemi Covid-19. Utang jangka pendek mungkin dapat mengatasi permasalahan APBN, tetapi berbeda dengan utang jangka panjang yang justru dapat membebani APBN dan rakyat. (voaindonesia[dot]com, 17/02/23).


Tampaknya, pemerintah ngotot membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Bahkan Presiden Jokowi mengatakan semestinya kita ini harus pro pada transportasi massal. Hati-hati, jangan pro pada kendaraan pribadi. Pernyataan tersebut nyatanya tidak sesuai fakta, apalagi melihat gelaran IIMS (Indonesia International Motor Show) yang justru tidak pro pada transportasi massal.


Presiden juga mengatakan bahwa MRT, LRT, kereta api, dan kereta api cepat menjadi sebuah keharusan bagi kota besar agar moda transportasi terintegrasi baik dalam kota maupun dari kota ke kota. Sehingga orang tidak cenderung menggunakan mobil pribadi. (CNCBIndonesia[dot]com, 16/02/23).


Menilik fakta yang ada, sejatinya tindakan pemerintah yang memaksakan diri untuk membangun kereta cepat di tengah himpitan ekonomi masyarakat adalah sikap yang tidak bijaksana. Apalagi proyek tersebut bukanlah program prioritas dan bermanfaat untuk banyak orang. Sebaliknya, tidak sedikit ekonom yang berpendapat bahwa proyek ini akan menjadi beban di masa mendatang, karena negara terjerat utang riba luar negeri.


Jor-jor bangun proyek kereta cepat, seolah menutup mata terhadap masalah rakyat yang lebih mendesak untuk dituntaskan. Sebutlah salah satunya, yaitu kemiskinan. Menjadi rahasia publik, kemiskinan bukanlah menjadi isu baru di Indonesia, melainkan masalah yang seakan sudah mengakar, yang disebabkan oleh berbagai masalah sistemik seperti mahalnya harga kebutuhan pokok dan tingginya angka pengangguran. Andai dana proyek KCJB dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setidaknya beban masyarakat niscaya akan berkurang.


Ambisi penguasa di balik proyek kereta cepat, jelas menambah derita rakyat. Proyek yang dibangun dengan dana investasi asing tersebut tidak hanya membebani rakyat dengan utang, tetapi juga makin mencekik ekonomi rakyat. Sebab, dapat dipastikan bahwa pemerintah akan melakukan jual-beli dengan rakyat untuk membayar fasilitas tersebut dengan harga yang tidak murah.


Sungguh, sudah saatnya pemerintah sadar dan berbenah diri secara total. Banyak proyek yang dibangun secara ngebut dan ugal ugalan. Sebenarnya apa yang dicari oleh pemerintah? Apakah tega demi reputasi negara, nasib rakyat justru dipertaruhkan? Lantas bagaimana sistem Islam menyediakan transportasi bagi rakyat?


Sengkarut proyek kereta cepat mustahil terjadi jika negeri ini berada dalam naungan sistem Islam. Dalam sistem Islam, pembangunan infrastruktur menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu, haram membuka keran investasi asing, karena akan membuka pintu hegemoni dan penjajahan.


Di sisi lain, pembangunan fasilitas moda transportasi wajib diperhatikan secara saksama. Sebab, fasilitas moda transportasi tidak dianggap hanya sebagai tempat lalu lalang manusia. Untuk itu, sebelum dibangun fasilitas moda transportasi, negara akan merancang perencanaan wilayah dengan baik. Sebab, berpegang pada prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik niscaya akan mengurangi kebutuhan transportasi. Negara pun akan membangun infrastruktur publik dengan standar yang tinggi, termasuk teknologi navigasi dan telekomunikasi.


Sejatinya, sistem Islam memiliki skala prioritas dalam pembangunan negara. Sistem Islam pun memiliki sumber dana yang luar biasa yang mampu menyokong proyek-proyek negara.


Dana tersebut berasal dari sumber-sumber pemasukkan negara seperti pengelolaan harta kepemilikab umum, jizyah, fai, dsb. Inilah yang memungkinkan negara bebas dari jeratan utang sehingga berdaulat dan mandiri.


Alhasil, hanya dalam naungan sistem Islam, negeri ini bebas dari jeratan utang dan hegemoni asing. Negara pun akan menjadi kuat. Rakyat pun sejahtera. Sebab, segala sumber daya alam yang ada di negeri ini dikelola secara adil, semata-mata demi kemaslahatan rakyat. Wallahualam bissawab.