Bunuh Diri Meningkat, Siapa Peduli Kesehatan Mental Rakyat?

Daftar Isi

 


Kurangnya pengetahuan agama, salahnya pola asuh, dan tekanan-tekanan hidup yang kian menyiksa membuat orang rentan terkena depresi.


Penguasa dalam naungan sistem kapitalisme sekularisme terbukti gagal menuntaskan seluruh problematika.


Oleh Devia Ayu Purwanti

Praktisi Pendidikan


Siddiq-news.com--Tingginya kasus bunuh diri di Indonesia kian meresahkan. Putus asa dan depresi seringkali menjadi alasan untuk menghilangkan nyawa sendiri. Padahal apapun alasannya bunuh diri tetap haram dilakukan. Jelas, makin maraknya kasus bunuh diri menjadi bukti adanya kesalahan atau gangguan dari mental masyarakat.


Data WHO mencatat, pada tahun 2019 ada sekitar 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri. Mirisnya, angka bunuh diri ini paling banyak terjadi pada kalangan usia muda. Sebab, pada usia ini mereka belum dapat berpikir secara matang sehingga gegabah dalam mengambil jalan keluar. 


Di Indonesia, kasus bunuh diri pun patut menjadi perhatian serius. Mirisnya, kasus ini kerap terjadi di kalangan kaum pelajar dan intelektual. Bahkan kabar terbaru, seorang mahasiswi Universitas Indonesia (UI) berinisial MD (21) ditemukan tewas di sebuah apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Korban diduga bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 18 apartemen tersebut.(Kompas[dot]com, 12/03/2023)


Meningkatnya kasus bunuh diri di negeri ini jelas harus ditelusuri penyebabnya. Sebab, kasus ini menjadi indikator gangguan kesehatan mental di tengah masyarakat. Gangguan kesehatan mental ini pun tidak dimungkiri timbul karena kerusakan sistem hari ini. Ya, ekonomi yang kian mencekik leher dan kejahatan yang makin mengkhawatirkan memicu gelombang stres dan depresi di tengah masyarakat.


Depresi sering kali disebut sebagai faktor penyebab bunuh diri. Kurangnya pengetahuan agama, salahnya pola asuh, dan tekanan-tekanan hidup yang kian menyiksa membuat orang rentan terkena depresi. Kondisi ini pun makin diperparah dengan ketidakpedulian penguasa terhadap problematika rakyat. Penguasa dalam naungan sistem kapitalisme sekularisme terbukti gagal menuntaskan seluruh problematika. Rakyat pun seolah dibiarkan bertahan dan mencari solusi sendiri.


Sistem pendidikan sekuler pun memiliki andil besar menjadi akar masalah tingginya kasus bunuh diri. Bayangkan saja, kurikulum saat ini menjadikan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi selingan di antara pelajaran-pelajaran lainnya. Padahal ilmu agama ini yang nantinya akan menjadi solusi untuk menuntaskan segala problematika manusia.


Sistem kapitalisme sekularisme ini juga menyeret orangtua ke dalam pola asuh yang salah. Anak hanya dijejali urusan materi, minim asupan iman dan imun kasih sayang. Tidak heran, jika generasi muda hari ini membebek pada gaya hidup ala Barat yang mengagungkan materi dan kebebasan. Alhasil, banyak kasus pemuda yang putus cinta, sakit hati, lalu depresi hingga bunuh diri.


Tidak tersedianya lapangan pekerjaan, tingginya biaya hidup, dan tekanan-tekanan ekonomi nyata menjadi problematika yang belum juga dituntaskan oleh pemerintah. Pada era ini, sangatlah sulit mengharapkan penguasa dalam sistem kapitalisme sekularisme untuk memperhatikan kondisi dan urusan rakyatnya. Hal  ini sungguh kontras dengan kondisi rakyat dalam naungan sistem Islam.


Paradigma Islam tentu memiliki solusi nan solutif dalam menuntaskan seluruh problematika rakyat, tidak terkecuali dalam upaya menghentikan kasus bunuh diri di kalangan generasi. Menjadi kewajiban negara sebagai benteng bagi generasi. Oleh karena itu, sebagai aspek vital dalam mencetak generasi terbaik, wajib bagi negara menyelenggarakan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam.


Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencetak generasi terbaik, yakni generasi yang bertakwa dan berintelektual tinggi, serta memiliki kepribadian islami. Generasi inilah yang kelak menjadikan Islam sebagai asas dalam berpikir dan bersikap dalam menuntaskan beragam persoalan. 


Di sisi lain, pemerintah juga harus mengatur segala aspek yang mempengaruhi terjadinya tekanan ekonomi seperti dibukanya banyak lapangan kerja, kemudahan akses moda transportasi dan layanan publik, menjaga stabilitas distribusi pangan, dsb.


Inilah cara Islam menjadi benteng bagi ganggungan kesehatan mental rakyat. Semua itu untuk menjamin kesejahteraan rakyat, baik materiil maupun spritual. Terwujudnya aturan Islam juga niscaya mampu menyelesaikan segala problematika rakyat. Alhasil, menjadi PR seluruh umat Islam, untuk terus mengajak dan menyeru umat agar segera mencampakkan sistem rusak ini dan kembali pada pangkuan sistem Islam. Wallahualam bissawab.