Lonjakan Harga Kebutuhan Pokok Jelang Ramadan, Kapitalisme Gagal dalam Tata Kelola Pangan?
Di dalam Islam negara akan membuat skala prioritas kebutuhan rakyat yang mana yang harus didahulukan. Begitu juga dalam pendistribusiannya akan dilakukan secara merata
Oleh Nasywa Adzkiya
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Siddiq-news.com -- Tidak lama lagi umat Islam di seluruh dunia memasuki event tahunan terbesar yaitu bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan ini disambut dengan penuh suka cita oleh seluruh muslim di dunia tak terkecuali di Indonesia.
Serba serbi Ramadhan sudah mulai menghiasi wajah tiap sudut kota hingga layer kaca. Tak ayal masyarakat menyiapkan segala sesuatunya terutama menyiapkan kebutuhan pokok menjelang Ramadhan.
Seperti yang kita ketahui bersama momen jelang Ramadhan selalu diikuti dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Naiknya harga kebutuhan pokok ini seolah menjadi tradisi yang tak bisa dielakan setiap tahunnya. Padahal harga kebutuhan pokok dalam negeri telah mengalami kenaikan secara signifikan.
Sebagaimana melansir dari bisnis.tempo (23/2/2023), SP2KP Kemendag memantau harga di 34 provinsi seluruh Indonesia pada 10 Februari 2023 sebagian besar terpantau stabil.
Sementara itu mengutip dari Antara (14/2/2023) Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Kasan mengatakan bahwa harga gula pasir Rp14.400 per kilogram, minyak goreng kemasan premium Rp21.100 per liter, tepung terigu Rp13.200 per kilogram, dan daging sapi Rp137.200 per kilogram. Beberapa komoditas mengalami penurunan harga dibandingkan dengan bulan lalu di antaranya telur Ayam Ras Rp 29.700 per kilogram turun 3,26 persen, daging Ayam Ras Rp 34.300 per kilogram turun 5,25 persen, dan cabai rawit merah Rp 55.100 per kilogram turun 14,17 persen.
Kenaikan harga kebutuhan pokok jelang Ramadan ini tentu semakin membebani rakyat. Bagaimana tidak, setiap tahunnya harga kebutuhan pokok menjelang selalu mengalami kenaikan. Mirisnya hal tersebut sudah dianggap hal yang wajar karena permintaan pasar meningkat. Namun, tentu hal ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat. Lebih-lebih kondisi ekonomi rakyat yang terus dibebani dengan berbagai macam kenaikan harga komoditas barang.
Permasalah harga pangan dan gonjang-ganjing ketahanan pangan di Indonesia menunjukan kegagalan pengelolaan pangan di negeri ini. Kondisi ini terlihat dari jumlah rakyat miskin yang semakin meningkat di Indonesia bahkan di dunia. Banyak rakyat yang kesulitan mengakses bahan pangan hingga gizi buruk.
Sebagaimana melansir dari cnbcindonesia (27/2/2023) dalam Laporan Global Hunger Index, Indonesia sendiri menempati urutan ke-77 dari 121 negara dengan perhitungan skor Global Hunger (GHI) sebesar 17,9. Dengan ini, Indonesia memiliki level kelaparan yang moderat. Hal ini juga diperparah dengan meningkatnya masalah stunting di Indonesia.
Di satu sisi ada orang-orang kaya yang bisa menikmati makanan berlimpah nan mewah. Di sisi lain ada rakyat yang makan sehari sekali pun susah.
Ketimpangan ini merupakan dampak penerapan ekonomi kapitalis yang hanya berpihak kepada para pemilik modal. Sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Permasalahan pangan sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Namun dalam penerapan ekonomi kapitalis neoliberal negara seolah tak mampu memberikan solusi bagi rakyatnya. Hal ini dikarenakan negara hanya menjadi fasilitator dan regulator.
Sementara para pengusaha lah yang memegang peranan dalam pengadaan pangan bagi rakyat. Tentu hal ini menjadikan rakyat hanya sebagai objek bisnis untuk mencari keuntungan tak perduli terhadap kondisi rakyat. Padahal peran negara sudah seharusnya menstabilkan harga pangan dan memastikan rakyat tidak susah mengaksesnya lebih-lebih jika sampai kelaparan.
Minimnya peran negara dalam menangani pangan ini berakibat pada minimnya penguasaan negara terhadap pasokan pangan serta lemahnya pengawasan terhadap tata niaga pangan. Sehingga mafia pangan pun tumbuh subur, menimbulkan permainan harga pasar. Negara juga abai terhadap kemanan para konsumen.
Permasalahan pangan merupakan permasalahan pokok yang sudah seharusnya dikelola dengan baik oleh negara. Apalagi pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk rakyat. Ia merupakan pemenuhan hajatul udhawiyah yang jika tidak dipenuhi akan membawa pada kematian. Untuk itu negara harus benar-benar memastikan kebutuhan rakyat telah terpenuhi dengan baik.
Jika berkaca dengan sistem ekonomi islam, islam mengatur kehidupan manusia dengan adil dan menyejahterakan seluruh rakyat. Negara berperan langsung dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.
Di dalam Islam negara akan membuat skala prioritas kebutuhan rakyat yang mana yang harus didahulukan. Begitu juga dalam pendistribusiannya akan dilakukan secara merata.
Oleh karena itu sudah seharusnya negara ini perlu evaluasi mendasar terhadap kebijakan tata Kelola pangan.
Negara tidak boleh abai terhadap kondisi rakyatnya. Jangan sampai ada rakyatnya yang kelaparan. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang langsung membawakan gandum ke rumah rakyatnya yang sedang kelaparan.
Begitulah seharusnya seorang pemimpin menjaga dan mengayomi rakyatnya. Ini hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam.
Wallahualam bissawab.