Menggores Sampah dari Negeri Gemah Ripah
Marak Impor Barang Bekas Ilegal
Tren Thrifting dalam Masyarakat
Oleh Nur Saleha, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
Siddiq-news.com -- Dua kontainer berisi 1.200 karung pakaian bekas ilegal dari Singapura telah diamankan oleh Subdit I Ditreskrimsus Polda Kepri. Hal ini diketahui berdasarkan mendapatkan informasi dari masyarakat.
Selain pakaian dalam karung tersebut, juga terdapat campuran barang bekas seperti sepatu, mainan, tas, dll. Barang-barang tersebut dimasukkan ke Batam dengan cara ilegal, yang ditaksir nilainya mencapai Rp1 milyar.
“Pemerintah telah melarang adanya impor pakaian bekas dengan alasan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan,” tutur Kepala Bea Cukai Kota Batam Ambang Priyonggo (alurnews[dot]com, 15/02/2023).
Konsumsi barang bekas seperti pakaian yang langsung menempel pada badan memang memiliki dampak bahaya bagi kesehatan. Apatah barang-barang tersebut tidak bisa dijamin kebersihannya. Pengemasannya pun langsung dimasukkan jadi satu dalam karung besar.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan di Balai Pengujian Mutu Barang menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, bahwa sampel pakaian bekas yang telah diamankan tersebut terbukti mengandung "jamur kapang" (detikfinance[dot]com, 12/08/2022). Cemaran jamur kapang yang terkandung dalam pakaian berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Seperti gatal-gatal dan reaksi alergi pada kulit, efek beracun iritasi, dan infeksi yang disebabkan pakaian tersebut melekat langsung pada tubuh. Jamur dan bakteri ini bahkan tetap ada meskipun sudah dicuci 3-4 kali.
Penjualan barang bekas ini ternyata tidak hanya di Batam, namun juga menjalar di berbagai kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Jakarta dan lainnya. Hal ini dikhawatirkan mengancam industri garmen lokal.
Faktor Thrifting
Dilansir dari Sampoernauniversity[dot]ac[dot]id, Thrifting merupakan aktivitas membeli barang ataupun produk bekas dengan kualitas yang masih bagus atau layak pakai. Thrifting ini sejatinya sudah dilarang oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 terkait barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor.
Thrifting menjadi tren baru setidaknya dikarenakan oleh dua hal. Pertama, adanya kebutuhan pada masyarakat untuk membeli pakaian namun anggaran tidak mencukupi jika membeli pakaian yang baru. Kedua, pola hidup masyarakat konsumtif. Pakaian bekas yang diimpor dari luar negeri banyak menawarkan merek-merek ternama dengan harga terjangkau, jauh lebih murah dibanding beli baru. Tetapi, jika barang-barang ini ilegal, bukankah negeri kita menjadi penampungan sampah mode dari luar negeri?
Apatah menurut pedagang thrifting, barang yang dapat terjual hanya sekitar 65%. Maka sisanya hanya menjadi sampah saja. Namun akan berbeda jika pakaian bekas yang diperjualbelikan kepada masyarakat yakni dari negeri sendiri, tentu akan mengurangi sampah tekstil.
Menurut Plt. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Veri Anggrijono, penyelundupan pakaian bekas ini disinyalir melibatkan sindikat yang terorganisir. Sayangnya, regulasi hanya melarang importasinya saja, bukan pula dengan penjualannya, (detikfinence, 12/08/2022).
Pandangan Islam terkait Thrifting
Ketika mengulik terkait thrifting, maka perlu diketahui dulu bagaimana hukum jual beli dalam Islam. Islam dalam berjual beli dapat dikatakan sah jika terpenuhinya rukun dan syarat-syarat jual beli. H. Dwi Condro Triono, PhD menjelaskan terdapat rukun jual beli yang harus terpenuhi di antaranya, yaitu:
Pertama, adanya 2 pihak yang berakad yakni penjual dan pembeli. Bagi penjual dan pembeli harus memenuhi syarat berakal, mumayiz (7 tahun), bisa memilih, dan tidak ada paksaan.
Kedua, adanya pernyataan ijab dan kabul antara penjual dan pembeli. Adapun ijab kabul juga harus memenuhi syarat, diantaranya: Pertama, Muwafiq artinya adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Kedua, satu Majelis Akad artinya penjual dan pembeli berada pada waktu dan atau tempat yang sama. Ketiga, tidak ada pemisah (fashil) antara ijab dan kabul. Keempat, penjual dan pembeli dapat mendengar (sama') ucapan keduanya.
Ketiga, adanya barang yang diperjualbelikan. Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat di antaranya: barang suci (thahir), yaitu, bukan najis, dapat dimanfaatkan (intifa' bihi), milik orang yang berakad (milkiyatul aqid), dapat diserahterimakan (taslim), barangnya diketahui (ma'lum), barang maqbudh (sudah dipegang penjual).
Jika diteliti dari faktanya, ternyata dalam jual beli thrifting terdapat syarat yang tidak bisa dipenuhi. Fakta dilapangan yang terjadi antara pemasok barang dengan pembeli partai besar, yakni tidak dipaksa atau dapat memilih dan barangnya diketahui. Sebab, pembeli partai besar hanya tahu kalau karung tersebut berisi jaket, jenama atau kaos, dan lainnya. Tidak dapat memilih jaket atau kaos mana yang akan dibeli.
Praktik jual beli seperti ini juga mengandung al gharar. Jual beli gharar merupakan jual beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian. Adapun hukum dalam jual beli gharar yaitu haram.
Rasulullah saw., bersabda: "melarang jual beli dengan cara melempar kerikil dan jual beli yang mengandung unsur penipuan." (HR. Muslim)
Sedangkan jual beli yang dilakukan penjual dan konsumen, bisa dikatakan mubah karena rukun dan syaratnya terpenuhi.
Menyikapi hal tersebut, maka negara tidak boleh hanya melarang impornya saja. Namun, negara juga harus menyejahterakan rakyat dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang dianjurkan dalam Islam. Sehingga masyarakat mampu membeli barang-barang yang layak pakai. Sedangkan bagi masyarakat yang terpapar konsumerisme, negara wajib menyadarkan dengan melakukan edukasi-edukasi di tengah masyarakat. Dengan demikian, masyarakat negeri ini gemah ripah tak perlu menggores rupiah dari sampah. Wallahu a'lam bishawwab.