Stunting di Tengah Himpitan Kemiskinan

Daftar Isi


Seruan pemenuhan gizi tanpa empati, mana mungkin masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya di tengah himpitan kemiskinan yang mendera?


Berbagai bantuan dana yang pemerintah kucurkan tidak memodifikasi kepulan secepatnya yang segera menghilang akibat inflasi yang menggila dan daya beli masyarakat yang turun, ekonomi rakyat nyungsep runtuh. Bagaimana mau memikirkan soal pemenuhan gizi keluarga? Bisa makan saja sudah bagus


Penulis Zahrul Hayati

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com- Akar persoalan yang sesungguhnya adalah ketimpangan ekonomi yang diciptakan sistem ekonomi Kapitalisme neoliberal yang dijalankan hari ini sejatinya tidak berpihak pada rakyat banyak. Ekonomi rakyat nyungsep runtuh, rakyat miskin melarat.


Stunting Masih Menjadi Persoalan 


Indonesia menempati urutan keempat angka stunting tertinggi di dunia dan kedua se-Asia Tenggara. Dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya di Asia Tenggara. 


Sebagaimana hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan pada Rapat Kerja Nasional BKKBN pada Rabu 25 Januari 2023, bahwa prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.Tetapi angka tersebut masih tinggi dibandingkan taman batas yang ditetapkan WHO, yakni 20%. (Sehatnegeriku[dot]Kemkes[dot]go[dot]id)


Stunting menurut WHO adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak mencukupi.


Banyak hal yang mempengaruhi tingginya angka kekerdilan, di antaranya pola pengasuhan, kemiskinan, dan asupan gizi yang tidak seimbang. Sementara faktor lain yang paling dominan adalah gizi yang dikonsumsi, kekurangan protein dan karbohidrat.


Memenuhi kebutuhan gizi adalah keinginan orangtua untuk anaknya. Tapi bagaimana jika keadaan memaksa anak-anak tidak tercukupi gizi seimbangnya? Kemiskinan yang mendera rakyat, sedangkan mereka makan seadanya saja perlu perjuangan ekstra, apalagi dengan takaran gizi yang seimbang? Seruan pemenuhan gizi tanpa empati, mana mungkin masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya di tengah himpitan kemiskinan yang mendera? Berbagai bantuan dana yang pemerintah kucurkan tidak mengubahnya kepulan secepatnya yang segera menghilang akibat inflasi yang menggila dan daya beli masyarakat yang turun, ekonomi rakyat nyungsep runtuh. Bagaimana mau memikirkan soal pemenuhan gizi keluarga? Bisa makan saja sudah bagus.


Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi sendiri pun mengakuinya, bahwa stunting disebabkan oleh kemiskinan. Yakni ibu dan anak tidak memperoleh gizi cukup apalagi seimbang. Walhasil kuncinya untuk menurunkan stunting adalah penanganan kemiskinan. (Republika, 03/02/2021)


Jelas bahwa permasalahan stunting berkaitan dengan kekurangan asupan gizi yang lengkap dan seimbang. Sementara faktor utama tidak mampu mengakses gizi adalah kemiskinan.


Jika permasalahan ini dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak buruk bagi generasi bangsa ke depannya. Sayangnya program yang dilakukan pemerintah tidak mengatasi stunting saat ini. Solusinya berupa tambal sulam bersifat praktis, belum menyentuh akar permasalahannya.


Biang Masalah Kapitalisme Neoliberal


Kemiskinan, kelaparan, stunting, bak fenomena gunung es di negeri ini. Ini tentunya merupakan PR bagi pemangku kebijakan, pemerintah saat ini yang belum terselesaikan. PHK di mana-mana; responnya, kebutuhan bahan pokok melonjak naik; daya beli masyarakat melemah; kebutuhan hidup sehari-hari tidak terelakkan lagi. Mirisnya hidup krisis dalam negeri yang memiliki kekayaan SDA yang melimpah ruah. Namun yang menjadi persoalannya, di mana pemangku kebijakan peran negara saat ini?


Mengenai kesejahteraan, sangat naif jika ingin menyejahterakan rakyat dengan upaya menekan jumlah penduduk. Ironisnya kekayaan masyarakat berupa SDA seperti tambang, energi, hutan, dan lainnya -yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya semua untuk memenuhi kebutuhan rakyat- malah jor-joran diserahkan kepada korporasi asing dan aseng.


Masalah kemiskinan kita bukan karena jumlah penduduk, sebab kekayaan yang Allah berikan itu sangat banyak. Kumpulan kekayaan itu diserahkan kepada korporasi. Jika ingin rakyat sejahtera, ambil kembali kekayaan SDA dari para kapitalis korporat dan kelola oleh negara. Dengan begitu lapangan pekerjaan pun semakin terbuka luas bagi rakyat negeri ini. Sehingga kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan rakyat dapat terjamin dan terpenuhi.


Stunting masih menjadi persoalan serius yang belum terpecahkan di negeri ini. Berbagai ide dilontarkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah stunting. Bagaimana solusi Islam terkait permasalahan ini?


Islam mengancam para penguasa yang menerima kebutuhan rakyat, apalagi menghalangi hak-hak mereka. Sabda Rasulullah saw.:


"Tidak ada pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemisikinan." (HR. At-Tirmizi)


Sebagai muslim, tentu kita berkeyakinan bahwa Islam agama yang sempurna dan berkeyakinan bahwa jika Islam diterapkan secara kafah, pasti akan menyelesaikan berbagai masalah, termasuk masalah stunting ini.


Ketika Islam diterapkan, maka masyarakat akan sejahtera. Dengan penerapan Islam secara kafah, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan otomatis akan terpenuhi. Itu karena Islam telah menjadikan kepala negara yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyat. Kesejahteraan pun akan dinikmati oleh seluruh masyarakat.


Mekanismenya adalah dengan mewajibkan laki-laki bekerja, sedangkan negara yang wajib memberikan lapangan pekerjaan. Dengan cara mengelola kekayaan alam kita sendiri, tidak diserahkan kepada korporasi asing dan aseng. Ketika kekayaan alam dikelola negara secara otomatis akan membutuhkan tenaga ahli dan pekerja. Dengan sendirinya respons tidak akan ada lagi. 


Ketika ada laki-laki yang tidak mampu, maka tanggung jawab penafkahan akan diberikan kepada ahli warisnya. Namun, jika ahli warisnya tidak mampu maka akan dibebankan lagi pada negara yang pembiayaannya di ambil dari Baitulmaal.


Demikianlah mekanismenya. Insya Allah jika Islam diterapkan, maka masalah stunting ini akan bisa diatasi dan diselesaikan. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.