Prihatin atas Bayi Hasil Perzinaan, Namun Abai pada Akar Persoalan

Daftar Isi


Negara dalam hal ini harus mengambil tindakan untuk mencegah agar kasus ini tidak semakin marak


Sayangnya, tindakan yang diambil justru fokus pada masalah cabangnya saja. Berupa memberikan pengasuhan melalui mekanisme calon orangtua angkat, memberikan panti asuhan anak terlantar. Dimana semuanya sifatnya tidak mencegah sama sekali


Penulis Siti Rakmahtusaadiah 

Aktivis Dakwah Kampus


Siddiq-news.com-Pemuda adalah harapan bangsa yang akan mengubah peradaban. Di dalam dirinyalah segala bentuk perubahan akan tercipta. Namun, apa yang terjadi saat ini justru jauh dari cerminan seorang pemuda. Generasi muda justru terjerumus dengan kehidupan dunia yang hanya mementingkan kesenangan semata. 


Banyak pemuda yang tergelincir dalam pergaulan bebas. Mirisnya berujung pada sebuah kesalahan yang fatal yakni kehamilan. Kalau sudah seperti ini tidak ada solusi lain yang mereka lakukan selain menikah bahkan ada juga yang hingga melakukan aborsi.


Padahal hal itu bukan merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan. Hal ini justru awal permaslahan baru yang akan berdampak pada jangka panjang. 


Mengapa demikian? Karena menikah itu bukan suatu hal yang mudah. Seorang perempuan dan laki-laki harus siap baik secara mental, lingkungan, finansial dan lain sebagainya. Jika hal ini tidak terpenuhi dengan baik tentu akan mengakibatkan masalah yang luar biasa. Mulai dari menitipkan anak ke panti asuhan, membuang anaknya karena mereka tidak mampu dan menganggap anak itu adalah sebuah beban bagi mereka. Itu karena dari segi pola pikir mereka belum siap akan hal itu.


Tidak sedikit juga anak-anak di jalan di kota-kota besar hidup telantar. Entah karena dibuang oleh keluarga atau mereka dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan uang.


Sebagaimana yang penulis kutip dari kemenkopmk[dot]go[dot]id (17/12/2020) bahwasanya, ”Berdasarkan data Kementerian Sosial yang diambil dari dashboard data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) SIKS-NG per-15 Desember 2020, jumlah anak telantar di Indonesia sebanyak 67.368.”


Juga berdasarkan data pada “Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ada 4,59% bayi di Indonesia yang telantar pada 2022. Kalimantan Utara menjadi provinsi dengan proporsi balita telantar tertinggi di Indonesia yakni 12,16%.”


Bahkan, belum lama ini warga Ratu Zaleha Banjarmasin geger temuan bayi dalam kardus. Bayi ini diduga hasil hubungan di luar pernikahan. Hal ini menambah penelantaran bayi yang ada di Banjarmasin. Seperti hasil wawancara diterangkan sepanjang Januari-April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orangtuanya di Kota Banjarmasin. Salah satunya seorang balita yang sudah dikembalikan kepada orangtuanya yang belum berstatus menikah. (Kemenpppa[dot]go[dot]id, 3/4/2022)


Hal demikian juga diungkapkan oleh anggota DPR Karanganyar, Endang Muryani. Dirinya mengaku prihatin akan hal seperti ini. Ia mengatakan ini adalah efek dari pergaulan bebas, salah bergaul, bebasnya informasi di media, baik berupa pornografi dan seks bebas.


Selain itu ia juga mengatakan hal ini terjadi karena minimnya pendidikan agama hingga pengawasan orangtua dan sekolah yang mestinya hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak.


Kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak. Terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. Penelantaran anak mungkin banyak terjadi mengigat banyak kasus dispensasi menikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah dan data-datanya itu tidak diketahui. 


Hal ini disebabkan adanya pemisahan agama dari kehidupan, yang sangat bertolak belakang dengan fitrah manusia yang membutuhkan pegangan layaknya seorang nahkoda yang membutuhkan peta untuk tahu arah dari perjalananya. Agama yang seharusnya dijadikan sebagai pedoman justru hanya dianggap sebagai sebuah ritual semata yang makin membuat pemuda tidak tahu aturan dari agamanya sendiri.


Negara dalam hal ini harus mengambil tindakan untuk mencegah agar kasus ini tidak semakin marak. Namun sayangnya, tindakan yang diambil justru fokus pada masalah cabangnya saja. Berupa memberikan pengasuhan melalui mekanisme calon orangtua angkat, memberikan panti asuhan anak terlantar. Dimana semuanya sifatnya tidak mencegah sama sekali.


Padahal akar permasahannya adalah pergaulan bebas. Pergaulan bebas merupakan masalah besar saat ini baik dalam lingkungan sosial maupun pendidikan. Tidak ada kesadaran dan juga bebasnya akses untuk mendapatkan sesuatu yang seharusnya bukan konsumsi mereka. Terlebih dengan diterapkannya sistem Kapitalisme dan liberalisme menjadi akar utama permasalahan yang terjadi, kemudian membuka ruang pergaulan bebas semakin merajalela.


Mereka memandang bahwa hidup itu hanya untuk mengejar kesenangan saja sehingga bebas untuk berperilaku selama suka sama suka. Meski mereka belum terikat dalam sebuah tali pernikahan yang sah dan  hubungan seks itu menjadi hal yang biasa.


Terlebih tidak ada tindakan tegas dari negara. Dilihat dari tidak adanya upaya untuk mencegah konten porno di media sosial maupun televisi, club malam yang dilegalkan dengan dalih rasa kasihan pada PSK yang akan kehilangan pekerjaannya.


Sangat berbeda dengan Islam. Islam adalah agama yang sempurna yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam memiliki aturan yang jelas dalam segala aspek kehidupan. Begitu pun dalam pelanggaran syariat misalnya kasus pergaulan bebas. Islam sangat menjaga bentuk pergaulan yang akan merusak anak-anak remaja. Pengaturan Islam atas tata pergaulan dan menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan mampu mencegah terjadinya seks bebas dan penelantaran anak. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.