Proyek Food Estate Mangkrak, Hanya Pencitraan Belaka

Daftar Isi

 


Inilah dampak buah kebijakan yang tak diserahkan pada ahlinya. Tanpa disertai dukungan teknologi serta Sumber Daya Manusia yang Handal.


Dalam Islam, penguasa bertanggungjawab atas proyek yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sebagai wujud pelaksanaan amanah. 


Oleh Nahmawati

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com--Lagi-lagi mega proyek di era Pemerintahan Jokowi mangkrak. Kali ini proyek Food Estate  sepanjang tahun 2021-2023 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,6 triliun dari APBN terancam gagal. Pasalnya 60% total lahan yang dipersiapkan adalah tanah gambut yang tidak sesuai jika dijadikan lahan pertanian. Konsep Food Estate tidak memperhatikan kesesuaian lahan dengan kondisi sosial masyarakat setempat. 


Melalui proyek yang bertujuan mulia untuk mencegah ancaman krisis pangan, pemerintah menggagas sebuah program Food Estate atau Lumbung Pangan Nasional di berbagai wilayah di Indonesia termasuk Kalimantan Tengah. Namun di tengah berjalannya program tersebut selama dua tahun mengalami kegagalan, perkebunan singkong seluas 600 hektare dan sawah seluas 17.000 hektare mangkrak dan tak kunjung panen, (BBC News Indonesia, 15/03/2023).


Program Food Estate yang digadang sebagai solusi krisis pangan tak menunjukkan hasil. Bahkan memicu persoalan baru seperti hilangnya lahan yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat, banjir, rusaknya lingkungan serta hutan yang dikenal sebagai paru-paru dunia. Hal ini membuktikan adanya ketidakberesaan sejak perencanaan. Celakanya lagi lahan yang digunakan untuk Food Estate menebas hutan hingga 1 Juta hektare tetapi tidak membuahkan hasil apa-apa kecuali menghabiskan anggaran semata. 


Saat digagas pun masyarakat setempat tidak dilibatkan, warga tidak pernah diajak musyawarah soal Food Estate atau pembukaan lahan tersebut. Bahkan banyak menuai kritikan dari berbagai kalangan, baik dari pakar ekonomi, analis, NGO bahkan media terkemuka dari dalam maupun luar negeri. Namun proyek tersebut tetap dijalankan tanpa mendengar masukan dari berbagai kalangan. Hasilnya apa? Hutan rusak, singkong dan padinya tak ada. Di sisi lain fenomena impor bahan pangan semakin menjadi-jadi, ini menjadi bukti kuat bahwa program Food Estate gagal.


Atas kegagalan ini pakar ekonomi Gede Sandra mengatakan Menteri Pertanian harus bertanggungjawab. Hal ini berdasarkan anggaran yang digelontorkan untuk program Food Estate sepanjang 2021-2023 melekat pada Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Pertanian.


Sungguh miris proyek Food Estate Gunung Mas yang seharusnya menjadi tanggungjawab Kementan justru memilih lepas tangan. Kementerian Pertanian melalui Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan, Baginda Siagian dalam hak jawab yang diterima oleh BBC News Indonesia, mengatakan pengolahan Food Estate di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, bukan menjadi tanggungjawab Kementerian Pertanian. Menurutnya Kementerian Pertanian hanya bertanggung jawab dalam mengelola pengembangan Food Estate yang berada di kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulau Pisau. Pantas saja jika Kementan lepas tangan atas proyek tersebut usut punya usut Presiden Jokowi menunjuk Kementerian Pertahanan untuk mengolah lahan singkong yang ada di Gunung Mas tersebut. (BBC News Indonesia, 17/03/2023).


Inilah dampak buah kebijakan yang tak diserahkan pada ahlinya. Tanpa disertai dukungan teknologi serta Sumber Daya Manusia yang Handal. Akibatnya kegagalan dan kerugian besar yang dialami oleh negara dan masyarakat. 


Jelas sudah kebobrokan sistem kapitalisme yang diterapkan dalam pembangunan di negeri ini yang penuh ambisi pencitraan. Proyek berjalan tanpa ada perencanaan matang dan orientasi yang jelas. Bisa jadi program yang dicanangkan hanya bertujuan sebagai “proyek bagi-bagi kue” saja.


Berbeda dengan Islam. Setiap proyek adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Penguasa bertanggungjawab atas proyek tersebut karena akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sebagai wujud pelaksanaan amanah. 


Sebagaimana sabda Nabi SAW “Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurus” (HR. Albukhari)


Pemimpin yang bertakwa akan menyadari posisinya sebagai pengurus rakyat. Sebab ketakwaan kepada Allah akan melahirkan pemimpin yang wara’ memiliki rasa takut melanggar perintah Allah. Sehingga akan menjalankan kinerjanya dengan baik dan penuh rasa tanggungjawab, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat merugikan negara dan masyarakatnya.

Wallahualam bissawab.