Fatherless Menghantui Ayah dan Generasi

Daftar Isi

Keluarga merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat dimana idealnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk menjaga hubungan dalam keluarga tetap harmonis, maka tergantung bagaimana kelancaran setiap unsur keluarga dalam menjalankan hak dan kewajiban


Fenomena fatherless ini, dimana peran ayah dalam mendidik anak hampir tidak terasa. Bahkan muncul istilah, punya ayah tapi rasa yatim. Gambaran menjadi keluarga cemara juga terasa masih sangat jauh


Penulis Nahida Ilma

Mahasiswa Kesehatan


Siddiq-news.com - Ramai diperbincangkan dan cukup mengkhawatirkan, Indonesia disebut sebagai negara fatherless ketiga di dunia. Hal ini disampaikan dalam program sosialisasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang berjudul "Peran Ayah dalam Proses Menurunkan Tingkat Fatherless Country Nomor 3 Terbanyak di Dunia" (Narasi[dot]tv, 4 Maret 2023).


Fatherless merupakan kondisi ketiadaan sosok ayah dalam proses pengasuhan anak. Kondisi ini dianggap mengkhawatirkan karena dapat berdampak kurang baik pada perkembangan anak. (Okezone[dot]com, 23 Mei 2023)


Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Diana Setiyawati menyampaikan bahwa fenomena fatherless ini perlu perhatian. Pasalnya dampak dari minimnya peran ayah cukup besar bagi anak. Menurutnya, kenapa di Indonesia masih banyak ayah yang jarang mengasuh anak? Ini karena kentalnya budaya patriarki dimana menempatkan perempuan sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak. Sedangkan laki-laki bertanggung jawab pada urusan publik. Padahal, peran ayah juga dibutuhkan dalam fase tumbuh kembang seorang anak. (Kompas[dot]com, 25 Mei 2023)


Keluarga merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat dimana idealnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk menjaga hubungan dalam keluarga tetap harmonis, maka tergantung bagaimana kelancaran setiap unsur keluarga dalam menjalankan hak dan kewajiban. Fenomena fatherless ini, dimana peran ayah dalam mendidik anak hampir tidak terasa. Bahkan muncul istilah, punya ayah tapi rasa yatim. Gambaran menjadi keluarga cemara juga terasa masih sangat jauh. 


Sejalan dengan apa yang disampaikan dengan psikolog dari UGM, dimana fatherless memberikan beberapa dampak buruk dalam perkembangan anak. Pertama, anak akan kehilangan figur pemimpin dalam keluarga. Untuk dapat menumbuhkan jiwa pemimpin juga dirasa akan sulit karena ayah yang seharusnya menjadi role model bagi anak justru kehadirannya tidak dirasakan oleh anak. Kedua, hilangnya peran ayah dapat meningkatkan kasus terjadinya gay. Tugas ayah adalah utuk meng-install sifat kelaki-lakian ke dalam diri anak laki-laki. Ayah juga memberikan pengaruh supaya di masa depan, anak bisa menjadi pria yang tangguh dan mampu melewati segala tantangan.


Ketiga, anak merasa kurang percaya diri dan lebih emosional dimana didasari karena rasa iri kepada temannya yang memiliki keluarga yang utuh dan saling menyayangi. Karena merasa tidak mendapatkan kasih sayang dari sosok ayah, anak perempuan pun akan mencari sosok lain yang dirasa mampu mengisi kekosongan kasih sayang tersebut. Dari sinilah muncul berbagai fenomena, anak perempuan lebih dekat dengan pacarnya dari pada keluarganya, anak yang merasa lebih dekat dengan idolanya atau bahkan dekat dengan om-om.


Keempat, tidak idealnya kondisi keluarga ini dapat menganggu proses belajar anak dimana anak menjadi sulit berkonsetrasi dan bahkan menarik diri dari kehidupan sosial.


Kelima, dampak yang paling menyeramkan adalah muncul rasa benci terhadap sosok ayah. Sehingga disusul dengan sikap-sikap durhaka kepada orang tua.


Penyebab adanya fenomena fatherless, menurut psikolog UGM adalah karena masih subur budaya patriarki. Dimana ayah berperan mencari nafkah dan ibu mengurun anak serta rumah di rumah. Ayah tidak memiliki kewajiban dalam mengasuh anak. Budaya ini yang dinilai menyebabkan hilangnya peran ayah dalam hal pengasuhan.


Ketika didudukkan kembali peran ayah dan ibu, maka akan didapatkan sejatinya keduanya memiliki peran masing-masing yang khas. Dalam kaca mata Islam, ayah dan ibu atau suami dan istri, keduanya memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan perannya. Kewajiban seorang ayah memang mencari nafkah untuk istri dan anaknya. Kewajiban seorang ibu menjadi manager rumah tangga. Yang menjadi titik kritis adalah, di antara kewajiban ayah dan ibu, terdapat irisan antar keduanya, yang berarti kewajiban tersebut menjadi kewajiban kedua belah pihak. Yaitu pendidikan dan pengasuhan anak adalah tanggung jawab orang tua, ayah dan ibu. Yang membedakan adalah tentang frekuensi dan teknis. Ayah harus dengan cermat membagi waktu antara kewajiban mencari nafkah dan kewajiban memberikan pendidikan kepada anak.


Di dalam Al-Qur’an telah diberikan contoh, bagaimana para nabi memberikan pendidikan kepada anak-anknya. Nabi Luqman dan anaknya. Nabi Ya’qub dengan anaknya yaitu Nabi Yusuf. Serta Nabi Ibrahim dengan anaknya. 


Pemahaman tentang kewajiban ini menjadi penting dimiliki oleh ayah. Bagaimana seorang ayah harus dengan cermat memanajemen waktunya supaya kedua kewajiban tersebut tidak terbengkalai. Mencari nafkah dan mendidik anak. Ketidakfahaman terkait hal inilah yang menjadi salah satu penyebab munculnya fenomena fatherless.


Atau dalam banyak kasus yang lain. Ayah sudah memahami terkait kewajiban tersbut, namun terdapat permasalahan sistemik yang menyebabkan ayah tidak dapat melakukan kewajiban pendidikan terhadap anak dengan maksimal. Kondisi sekarang memaksa sosok ayah untuk bekerja tak kenal waktu, untuk sekadar bertahan hidup. Jam kerja yang tinggi, ancaman PHK yang menhantuai sewaktu-waktu, harga-harga bahan pokok yang terus meningkat dan berbagai persoalan lain yang memaksa ayah untuk memeras keringat hingga titik darah penghabisan untuk mempertahankan keluarganya supaya tetap dapat makan. Pehaman yang tepat terkait penyebab munculnya masalah fatherless perlu dipahami untuk mendapatkan solusi yang tepat pula. Walahu a’lam bi ash-shawwab.