Kasus BSI: Negara Lemah Menjamin Keamanan Data ?
Keistimewaan sistem sanksi dalam Islam adalah sanksi yang diberikan dapat memberi efek zawajir yaitu pencegah di tengah-tengah masyarakat
Negara yang menerapkan sistem Islam juga akan memastikan para pegawai negara khususnya pegawai yang melayani pendataan digital adalah orang-orang yang amanah dan profesional
Oleh Ummu Salman
(Pegiat Literasi)
Siddiq-news.com--Selama berhari-hari, BSI (Bank Syariah Indonesia) sempat mengalami gangguan. Hal ini tentu saja membuat nasabahnya kerepotan, karena mereka tak dapat melakukan transaksi terutama via mobile banking. Sejak senin, tanggal 8 Mei 2023 lalu sistem digital banking BSI mengalami error.
Melansir bisnis.tempo. (14/5/2023), Heru Sutadi, pengamat teknologi dari ICT Institute menjelaskan, sangat mungkin apa yang terjadi di BSI menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Sehingga memang OJK, Bank Indonesia, termasuk juga BSSN, Kominfo harus gercep (gerak cepat) untuk menangani masalah ini agar proses transformasi digital yang dilakukan. Khususnya, jangan sampai masalah ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat untuk menggunakan layanan perbankan secara online, misalnya dengan mobile banking atau mobile payment.
Apalagi, saat ini penggunaan mobile banking sangat krusial dan juga merupakan tuntutan zaman. Penggunaan sistem ini juga memberikan kemudahan bagi masyarakat. Namun disisi lain, ancaman cyber crime juga terbuka lebar. Sehingga penting sekali untuk memperkuat sistem keamanan demi terjaganya data masyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi nasabah di sebuah bank.
Mengutip cnnindonesia (13/5/2023), beberapa waktu kemudian muncul pihak yang mengaku sebagai pihak peretas di sistem BSI bernama Lockbit. Ia mengancam akan menyebar data pengguna jika Bank Syariah Indonesia (BSI) tidak membayar tebusan hingga 16 Mei atau 72 jam sejak Lockbit mengumumkan serangan tersebut ke publik. Lockbit menyampaikan ancaman tersebut bersama dengan sederet informasi tentang serangan yang diklaim telah dilakukannya pada BSI.
Data digital adalah entitas yang berharga bagi para pengelolanya untuk meraup keuntungan. Bagi perbankan sendiri, sebagai penyedia layanan jasa keuangan, data digital harus dijaga kerahasiaannya agar terus mendapatkan keuntungan dari nasabahnya. Sementara bagi hacker, mereka akan mendapatkan pundi-pundi uang jika mereka berhasil meretasnya. Sehingga keberadaan data ini menjadi begitu penting bagi kedua belah pihak.
Kasus kebocoran data adalah sebuah hal yang niscaya dalam sistem kapitalisme. Dalam sistem ini semua berorientasi kepada materi sehingga cara apapun dilakukan demi mendapatkan keuntungan materi, meskipun bisa jadi cara yang mereka tempuh merugikan orang lain.
Negara seharusnya turun tangan untuk menyelesaikannya, namun sayangnya dalam sistem kapitalisme, negara telah diamputasi perannya hanya sebatas regulator dan fasilitator. Akibatnya negara tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Hal ini membuat negara tak mampu untuk memberikan jaminan sebagai penyedia utama kenyamanan dan perlindungan. Banyaknya kasus peretasan data pribadi sekedar disolusi dengan membuat RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Islam Sistem Terbaik Dalam Menjaga Data
Berbeda dengan yang terjadi dalam sistem kapitalisme, sistem Islam memiliki cara yang jitu untuk mengatasi peretasan data. Nabi saw. bersabda: "Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika Ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah 'azza wa jalla dan berlaku adil baginya, terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya".
Dari hadis Rasulullah saw. tersebut dapat kita ketahui bahwa seorang kepala negara ibarat perisai yang akan melindungi warga negaranya.
Kasus peretasan data tidak akan terjadi bahkan tak mungkin terjadi sebab negara proaktif dalam menjamin, menjaga dan melindungi keamanan data rakyat termasuk keamanan harta rakyat. Perlindungan data pribadi adalah salah satu hal penting karena terkait pertahanan nasional. Memahami arus digitalisasi yang menawarkan kemudahan dan kecepatan, namun pada saat yang sama juga berpotensi membuka terjadinya kejahatan online seperti hacking atau social engineering.
Oleh karena itu, negara akan mengerahkan tim IT untuk menciptakan mekanisme perlindungan terkuat dengan teknologi tercanggih dan terbaru. Tidak akan berhenti pada sistem mobile app shielding, multifactor authentication, dan electronic signature yang banyak digunakan saat ini sebagai pelindung data digital, namun juga akan melakukan riset, inovasi, dan evaluasi teknologi untuk peningkatan layanan, yang mana semuanya akan diemban secara penuh oleh negara.
Pihak swasta tidak akan dibiarkan menjadi pelayan utama perlindungan data warganegara. Mereka sekadar menjadi pembantu dan pendukung dalam pelayanan rakyat.
Selain optimal dalam perannya, negara yang menerapkan sistem Islam juga akan memastikan para pegawai negara khususnya pegawai yang melayani pendataan digital adalah orang-orang yang amanah dan profesional. Amanah akan menjadikan seorang pegawai melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dia tidak akan berani melakukan keculasan dan kelalaian dalam melakukan pekerjaannya. Sementara itu ketika seorang pegawai profesional, maka pelayanannya akan cepat dan mudah karena mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya.
Ketika terjadi peretasan data, maka akan diterapkan sistem sanksi yang akan membuat jera para pelaku peretasan. Tindakan peretasan, kecurangan, penipuan dan seluruh kejahatan cyber lainnya yang membuat data bocor adalah tindakan yang merugikan orang lain bahkan negara. Dalam Islam, sansi bagi mereka adalah takzir.
Dalam kitabnya Nidzamul Uqubat fil Islam, Syekh Abdurrahman Al Maliki menjelaskan bahwa takzir adalah sanksi pidana untuk perbuatan-perbuatan atau kejahatan-kejahatan yang hukumannya tidak diatur dalam nash (Al-quran dan al Hadist). Hukum akan diserahkan pada hasil ijtihad qadhi (hakim) atau Khalifah. Hukuman sesuai kadar kejahatannya. Hukuman paling ringan adalah pewartaan, sampai hukuman paling berat yaitu hukuman mati.
Keistimewaan sistem sanksi dalam Islam adalah sanksi yang diberikan dapat memberi efek zawajir yaitu pencegah di tengah-tengah masyarakat, dan jawabir yaitu penebusan dosa pelaku sehingga ketika pelaku telah mendapatkan hukumannya di dunia, ia tidak akan dihukum lagi di akhirat nanti.
Ketika negara telah memberikan perlindungan yang optimal, para pegawai telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, pelaku peretas dihukum sesuai kejahatannya maka perlindungan data warga negara bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan, asalkan sistem Islam diterapkan secara sempurna sebagai sistem yang menaungi negara.
Wallahu a'lam bishawwab