Korupsi Jadi Tradisi, Nasib Rakyat Makin Getir

Daftar Isi

 


Lembaga yang dibentuk untuk membersihkan korupsi di negeri ini nyatanya seakan tak bergigi. Kasus korupsi tetap saja makin menggurita di negeri ini


Dalam paradigma Islam, hukuman bagi para koruptor ini jelas dibuat untuk memberikan efek jera bagi pelakunya dan peringatan bagi yang lainnya


Oleh Devia Ayu Purwanti

Praktisi Pendidikan


Siddiq-News.com--Indonesia darurat korupsi. Tampaknya bukanlah isapan jempol belaka. Kasus korupsi seolah tak ada matinya di negeri. Korupsi bahkan seolah menjadi tradisi yang dilakukan tanpa malu oleh para pejabat di negeri ini.

Miris memang. Para pejabat yang terhormat kini tampak makin tak punya hati. Dengan kesadaran penuh, mereka tega mengkhianati rakyat. Berbagai dana yang harusnya untuk memenuhi hak-hak rakyat ditelan juga oleh para pejabat korup. Seakan tidak puas dengan gaji yang besar bahkan sangat menggiurkan sehingga berebut mengorupsi uang rakyat.

Kabar terbaru, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Destiawan Soewardjono, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, karena diduga terlibat dalam kasus penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast, Tbk.

Destiawan diduga melakukan tindakan melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu. Dana tersebut diduga digunakan untuk pembayaran utang perusahaan yang membengkak akibat pencairan pembayaran proyek fiktif. 

Kerugian yang diakibatkan oleh tindak korupsi yang dilakukan oleh Destiawan ini tak main-main. Perhitungan BPKP memperkiraan dugaan kerugian keuangan atas tindak korupsi Destiawan mencapai lebih dari Rp2,5 triliun. (Kompas[dot]com, 1/5/2023).

Kasus dugaan korupsi Destiawan jelas menambah daftar panjang kasus korupsi di Indonesia. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2022 mencatat ada 579 kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Jumlah itu meningkat 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni sebanyak 533 kasus. Dari berbagai kasus tersebut, ada 1.396 orang yang menjadi tersangka korupsi di dalam negeri.

Maraknya korupsi bak cendawan di musim penghujan seolah berkata apa peran Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini. Lembaga yang dibentuk untuk membersihkan korupsi di negeri ini nyatanya seakan tak bergigi. Kasus korupsi tetap saja makin menggurita di negeri ini.

Inilah salah satu buah getir dari penerapan sistem kapitalisme. Melahirkan pejabat yang haus akan harta. Melahirkan manusia-manusia yang cinta dunia sehingga menghalalkan segala cara demi kehidupan mewah dan bergelimang harta. 

Di sisi lain, negara tampak memanjakan para koruptor dengan hukuman yang tidak setimpal bahkan diberikan fasilitas mewah di dalam sel penjara. Alih-alih jera, mereka malah dibuat nyaman. Berbanding terbalik dengan kasus rakyat yang mencuri demi sesuap nasi karena kelaparan dan demi memenuhi kebutuhannya, malah divonis belasan tahun penjara. Kebijakan ini makin terasa tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Alhasil, butuh sebuah sistem alternatif yang mampu menghentikan kasus korupsi dan membuat jera pelakunya.

Korupsi merupakan tindak kejahatan yang merugikan rakyat. Uang yang semestinya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, justru dinikmati oleh oknum pejabat yang berkhianat terhadap amanahnya. Tidak heran, jika hidup rakyat pun makin getir, jauh dari kata sejahtera.

Dalam paradigma Islam, hukuman bagi para koruptor ini jelas dibuat untuk memberikan efek jera bagi pelakunya dan peringatan bagi yang lainnya. Terdapat hukum takzir bagi para koruptor ini. Takzir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadi. Sanksi yang diberikan qadi ini dimulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat, seperti hukuman mati. Berat ringannya takzir juga disesuaikan dengan berat ringannya tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.

Penerapan Islam secara kafah, niscaya menumbuhsuburkan iman dan takwa di tengah rakyat. Sehingga tumbuh pula kesadaran dan rasa takut kepada Allah Swt. Rasa takut karena takwa ini menjadi benteng bagi perbuatan jahat dan maksiat. Mengingat segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. kelak. Alhasil, penerapan sistem Islam secara kafah dalam naungan negara niscaya dapat menghentikan korupsi di negeri ini. Wallahualam bissawab.