Remisi Untuk Para Napi, Apa Fungsi Sistem Pidana di Negeri Ini?

Daftar Isi

 

Islam juga melahirkan pemimpin anti korupsi dan berorientasi kepada kepemimpinan Rasulullah yang tulus dan ikhlas mengayomi rakyat



Pembinaan yang dilakukan oleh Islam kepada masyarakat dengan menanamkan akidah dan pemikiran Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang berakhlak mulia dan takut untuk bermaksiat kepada Allah



Oleh Siti Uswatun Khasanah 

(Aktivis Dakwah Remaja) 


Siddiq.News.com--Sistem hukum di negeri ini tentunya tak terlepas dari sistem sanksi dan sistem pidana yang merupakan salah satu bagian dari pada sistem hukum itu sendiri. Lalu apakah sebenarnya sistem sanksi itu? Apa kaitannya dengan sistem hukum? dan bagaimana sistem sanksi di negeri ini berjalan?


 Alih-alih memberi efek jera, sistem sanksi di negeri ini justru membuat banyak orang meremehkan tindak kriminal. Mengapa bisa terjadi demikian? 

Dikutip dari kompas.com (23/4/2023), Direktorat Jenderal Hukum dan Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemkumham menyampaikan, 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK) Idul Fitri 2023. Sebanyak 661 napi menerima RK II atau langsung bebas, dan 145.599 mendapat RK I menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana. 


Melansir dari nasional.tempo (23/04/2023), 

salah satu narapidana yang mendapat remisi khusus ini adalah Setya Novanto. Seorang napi kasus pidana korupsi e-KTP ini mendapat remisi selama satu bulan. ) 

Remisi ini sebenarnya tidak jauh dari tujuan keuntungan semata. Menurut Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti, pemberian remisi ini akan menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000,00.


Adanya remisi ini akan menimbulkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana jika para narapidana tidak benar-benar berubah menjadi baik? Bukankah justru akan menambah aksi kejahatan di tengah masyarakat? 


Apalagi yang diberi remisi adalah napi sekelas koruptor, padahal kita semua tahu bahwa korupsi adalah tindakan yang amat keji. Sistem sanksi seperti ini sangat gagal memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Ini yang membuat banyak orang meremehkan tindak kriminal, padahal tindakan itu merupakan tindakan yang sangat merugikan. 


Padahal sanksi sendiri merupakan sebuah tindakan yang diberikan kepada pelanggar hukum agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku. Namun, nyatanya sistem hukum dalam demokrasi tidak memandang demikian. Atas nama Hak Asasi Manusia, sistem sanksi hanya formalitas semata, justru dalam sistem kapitalis ini sistem hukum seakan melindungi para elit. Orang yang justru melakukan tindak kejahatan yang sangat merugikan seperti korupsi diberikan sanksi yang ringan dan tidak setimpal dengan kejahatan yang telah dilakukan. 


Tidak memberikan dampak pencegah kejahatan, beginilah sistem sanksi dalam demokrasi. Kejahatan yang sama terus berulang. Pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan tindak kriminal lainnya tidak terjadi sekali dua kali, namun terjadi hampir setiap hari. 

Jika tidak ingin anggaran negara habis untuk memberi makan kepada para benalu negara tersebut maka cegah agar tidak banyak terjadi kasus kejahatan, cegah lahirnya para narapidana. Pencegahan ini juga tidak hanya bertujuan mengurangi pengeluaran anggaran negara, namun juga harus bertujuan menciptakan negara yang aman, bersih dari kejahatan dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan serta mencegah lahirnya tikus-tikus berdasi. 


Namun sayangnya, sistem demokrasi tidak akan pernah bisa memberikan solusi pada permasalahan ini. Justru sistem ini adalah penyebab lahirnya permasalahan ini. Sistem ini banyak mencetak generasi narapidana hingga ribuan orang. Bahkan hal ini sudah dianggap biasa. 


Hal ini disebabkan karena aturan dalam sistem ini dibuat oleh manusia yang tidak akan pernah bisa memberikan solusi apa-apa. Sifatnya relatif, tidak bertahan lama dan selalu membutuhkan pembaharuan, serta hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Maka wajar apabila sistem sanksi yang dilahirkan pun sistem sanksi yang rusak dan tidak dapat menjadi pencegah apalagi penebus dosa. 


Berbeda dengan Islam yang khas. Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang sempurna. Dalam Sistem Islam manusia diatur oleh Allah dalam segala bidang, termasuk bidang politik, hukum dan sanksi. 

Sistem pidana dalam Islam adalah sistem yang adil karena telah ditetapkan oleh Sang Maha Adil melalui syariat yang diturunkan-Nya. Terdapat sifat jawabir dan jawazir dalam sistem hukum Islam. Jawabir yang berarti penebus dosa, artinya sistem pidana ini mampu menjadi penebus dosa bagi pelaku kejahatan. Jawazir yang artinya pencegah, berarti sistem Islam mampu mencegah orang lain untuk enggan melakukan kejahatan serupa. 


Meskipun kaum sekuler telah berupaya memonsterisasi syariat Islam salah satunya mengenai sistem pidana yang disebut-sebut tidak sesuai dengan HAM ini, namun Sistem Islam justru berhasil memanusiakan manusia karena terbukti dalam sejarah bahwa selama 13 abad Islam memimpin hanya terjadi 200 tindak kriminal. Sedangkan hari ini hampir setiap jam selalu saja terjadi tindak kriminal dan kejahatan di dunia ini. Bahkan di negeri ini saja terdapat ratusan ribu penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.


Sistem hukum dan pidana dalam Islam tidak hanya layak diterapkan di negara-negara Timur Tengah saja, namun Islam rahmatan lil alamin harus diterapkan di seluruh dunia. Namun, tidak hanya dalam bidang hukum dan pidana saja, Islam harus diterapkan di seluruh sendi kehidupan. Sebab sistem pidana tidak dapat berdiri sendiri untuk mencegah terjadi perbuatan munkar, harus didukung oleh aspek lainnya. 


Pembinaan yang dilakukan oleh Islam kepada masyarakat dengan menanamkan akidah dan pemikiran Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang berakhlak mulia dan takut untuk bermaksiat kepada Allah. Islam juga mencegah orang untuk berbuat jahat seperti mencuri dan merampok karena Islam menjamin kebutuhan hidup masyarakat terpenuhi. Islam juga melahirkan pemimpin anti korupsi dan berorientasi kepada kepemimpinan Rasulullah yang tulus dan ikhlas mengayomi rakyat.


Remisi Untuk Para Napi, Apa Fungsi Sistem Pidana di Negeri Ini? 


Islam juga melahirkan pemimpin anti korupsi dan berorientasi kepada kepemimpinan Rasulullah yang tulus dan ikhlas mengayomi rakyat



Pembinaan yang dilakukan oleh Islam kepada masyarakat dengan menanamkan akidah dan pemikiran Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang berakhlak mulia dan takut untuk bermaksiat kepada Allah


Oleh Siti Uswatun Khasanah 

(Aktivis Dakwah Remaja) 


Siddiq.news.com--Sistem hukum di negeri ini tentunya tak terlepas dari sistem sanksi dan sistem pidana yang merupakan salah satu bagian dari pada sistem hukum itu sendiri. Lalu apakah sebenarnya sistem sanksi itu? Apa kaitannya dengan sistem hukum? dan bagaimana sistem sanksi di negeri ini berjalan?


 Alih-alih memberi efek jera, sistem sanksi di negeri ini justru membuat banyak orang meremehkan tindak kriminal. Mengapa bisa terjadi demikian? 

Dikutip dari kompas.com (23/4/2023), Direktorat Jenderal Hukum dan Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemkumham menyampaikan, 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK) Idul Fitri 2023. Sebanyak 661 napi menerima RK II atau langsung bebas, dan 145.599 mendapat RK I menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana. 


Melansir dari nasional.tempo (23/04/2023), salah satu narapidana yang mendapat remisi khusus ini adalah Setya Novanto. Seorang napi kasus pidana korupsi e-KTP ini mendapat remisi selama satu bulan. ) 

Remisi ini sebenarnya tidak jauh dari tujuan keuntungan semata. Menurut Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti, pemberian remisi ini akan menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000,00.


Adanya remisi ini akan menimbulkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana jika para narapidana tidak benar-benar berubah menjadi baik? Bukankah justru akan menambah aksi kejahatan di tengah masyarakat? 


Apalagi yang diberi remisi adalah napi sekelas koruptor, padahal kita semua tahu bahwa korupsi adalah tindakan yang amat keji. Sistem sanksi seperti ini sangat gagal memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Ini yang membuat banyak orang meremehkan tindak kriminal, padahal tindakan itu merupakan tindakan yang sangat merugikan. 


Padahal sanksi sendiri merupakan sebuah tindakan yang diberikan kepada pelanggar hukum agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku. Namun, nyatanya sistem hukum dalam demokrasi tidak memandang demikian. Atas nama Hak Asasi Manusia, sistem sanksi hanya formalitas semata, justru dalam sistem kapitalis ini sistem hukum seakan melindungi para elit. Orang yang justru melakukan tindak kejahatan yang sangat merugikan seperti korupsi diberikan sanksi yang ringan dan tidak setimpal dengan kejahatan yang telah dilakukan. 


Tidak memberikan dampak pencegah kejahatan, beginilah sistem sanksi dalam demokrasi. Kejahatan yang sama terus berulang. Pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan tindak kriminal lainnya tidak terjadi sekali dua kali, namun terjadi hampir setiap hari. 

Jika tidak ingin anggaran negara habis untuk memberi makan kepada para benalu negara tersebut maka cegah agar tidak banyak terjadi kasus kejahatan, cegah lahirnya para narapidana. Pencegahan ini juga tidak hanya bertujuan mengurangi pengeluaran anggaran negara, namun juga harus bertujuan menciptakan negara yang aman, bersih dari kejahatan dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan serta mencegah lahirnya tikus-tikus berdasi. 


Namun sayangnya, sistem demokrasi tidak akan pernah bisa memberikan solusi pada permasalahan ini. Justru sistem ini adalah penyebab lahirnya permasalahan ini. Sistem ini banyak mencetak generasi narapidana hingga ribuan orang. Bahkan hal ini sudah dianggap biasa. 


Hal ini disebabkan karena aturan dalam sistem ini dibuat oleh manusia yang tidak akan pernah bisa memberikan solusi apa-apa. Sifatnya relatif, tidak bertahan lama dan selalu membutuhkan pembaharuan, serta hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Maka wajar apabila sistem sanksi yang dilahirkan pun sistem sanksi yang rusak dan tidak dapat menjadi pencegah apalagi penebus dosa. 


Berbeda dengan Islam yang khas. Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang sempurna. Dalam Sistem Islam manusia diatur oleh Allah dalam segala bidang, termasuk bidang politik, hukum dan sanksi. 

Sistem pidana dalam Islam adalah sistem yang adil karena telah ditetapkan oleh Sang Maha Adil melalui syariat yang diturunkan-Nya. Terdapat sifat jawabir dan jawazir dalam sistem hukum Islam. Jawabir yang berarti penebus dosa, artinya sistem pidana ini mampu menjadi penebus dosa bagi pelaku kejahatan. Jawazir yang artinya pencegah, berarti sistem Islam mampu mencegah orang lain untuk enggan melakukan kejahatan serupa. 


Meskipun kaum sekuler telah berupaya memonsterisasi syariat Islam salah satunya mengenai sistem pidana yang disebut-sebut tidak sesuai dengan HAM ini, namun Sistem Islam justru berhasil memanusiakan manusia karena terbukti dalam sejarah bahwa selama 13 abad Islam memimpin hanya terjadi 200 tindak kriminal. Sedangkan hari ini hampir setiap jam selalu saja terjadi tindak kriminal dan kejahatan di dunia ini. Bahkan di negeri ini saja terdapat ratusan ribu penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.


Sistem hukum dan pidana dalam Islam tidak hanya layak diterapkan di negara-negara Timur Tengah saja, namun Islam rahmatan lil alamin harus diterapkan di seluruh dunia. Namun, tidak hanya dalam bidang hukum dan pidana saja, Islam harus diterapkan di seluruh sendi kehidupan. Sebab sistem pidana tidak dapat berdiri sendiri untuk mencegah terjadi perbuatan munkar, harus didukung oleh aspek lainnya. 


Pembinaan yang dilakukan oleh Islam kepada masyarakat dengan menanamkan akidah dan pemikiran Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang berakhlak mulia dan takut untuk bermaksiat kepada Allah. Islam juga mencegah orang untuk berbuat jahat seperti mencuri dan merampok karena Islam menjamin kebutuhan hidup masyarakat terpenuhi. Islam juga melahirkan pemimpin anti korupsi dan berorientasi kepada kepemimpinan Rasulullah yang tulus dan ikhlas mengayomi rakyat.


Wallahu a'lam bishawab