Baby Blues Menggejala, Islam Solusinya

Daftar Isi

 



Pendidikan dalam sistem Islam berhasil mencetak generasi memiliki kepribadian Islam


Keberhasilan seorang ibu dalam mendidik anaknya tidak terjadi begitu saja akan tetapi harus ada peran negara dalam menyiapkan generasi melalui pendidikan Islam


Oleh Dewi Sartika

 ( pemerhati Sosial)



Siddiq.news.com--Baby blues adalah suatu kondisi kesedihan, kemurungan yang dialami oleh ibu-ibu setelah melahirkan. Jika kondisi ini berlarut-larut maka akan berakibat pada kesehatan mental atau biasa disebut dengan baby blues sindrom


Dilansir dari Republika.co (8/5/2023), 

gangguan kesehatan mental tertinggi dialami oleh ibu-ibu hamil, menyusui,  dan Ibu yang memiliki anak usia dini. Terungkap 32% ibu hamil mengalami depresi dan 27% depresi dialami oleh ibu pasca melahirkan sedangkan penelitian skala nasional menunjukkan 50- 70% ibu-ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues.


Baby blues adalah kondisi yang wajar terjadi pada ibu-ibu setelah melahirkan karena setelah melahirkan hormon melemah, kondisi ini biasa terjadi selama empat sampai 10 hari, suasana hati yang sering berubah-ubah kadang sedih, kadang gembira, cemas, datang silih berganti sehingga menimbulkan kelelahan secara fisik maupun psikis.


Melihat fakta tingginya kasus baby blues yang terjadi saat ini jelas menggambarkan kesehatan mental Ibu  dalam keadaan tidak baik-baik saja. Jika diamati setidaknya ada beberapa faktor yang memicu terjadinya baby blues.


Faktor internal, kurangnya kesiapan seorang perempuan untuk menjadi ibu serta kurangnya ilmu yang dimiliki terkait dengan cara pandang terhadap bagaimana hidup berumah tangga, mendidik anak, merawat anak, serta hal-hal yang berkaitan dengan hidup berumah tangga.


Faktor eksternal, faktor dari luar diri seorang ibu seperti kurangnya dukungan suami, keluarga, dan lingkungan sekitar, sehingga ia merasa sendirian. Pun juga dalam sistem kapitalis saat ini tidak memberi dukungan kepada para ibu, kurikulum pendidikan saat ini tidak menyiapkan seorang wanita untuk menjadi seorang ibu (ummu warabbatul bait) yang memiliki tugas dan tanggung jawab mendidik dan merawat anak-anaknya, melainkan hanya mendidik seorang perempuan untuk siap menjadi seorang istri Semata.


Bahkan, dalam pendidikan yang diajarkan justru jauh dari nilai - nilai agama yang dibutuhkan seseorang khususnya seorang wanita sebagai pegangan hidup dalam menjadi menjalani perannya sebagai ibu baru. Akibatnya hidup jauh dari nilai agama dan keimanan karena standar hidup hanyalah pada nilai materi semata.


Berbeda dengan perempuan yang dilahirkan dari pendidikan dalam sistem Islam mereka begitu memahami peran dan tanggung jawabnya serta kewajiban sebagai seorang ibu ummu warabbatul bayt yang tidak menuntut sekadar menjadi seorang ibu melainkan juga menuntut menjadi madrasatul ula (pendidik utama dan pertama) bagi anak-anaknya serta sebagai pengatur rumah tangga.


Tak hanya sebagai ibu rumah tangga, seorang perempuan juga memiliki peran politis, kewajiban berdakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Dengan keberhasilan seorang ibu dalam sistem Islam inilah maka akan lahir generasi penerus peradaban Islam yang gemilang.


Sejarah mencatat bagaimana  keberhasilan seorang ibu sahabiyah di masa kegemilangan peradaban Islam misalnya Fatimah binti Ubaidah ibunda Imam Syafi'i kisahnya yang begitu memilukan. Ia adalah Madrasah pertama bagi Syafi'i, sejak Syafi'i berusia dua tahun Fatimah terpaksa membesarkan sang buah hati sendirian karena sang suami Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi'i telah meninggal di Gaza. Namun Ia tetap tegar dan tidak pernah mengeluh meski pada saat suaminya wafat tidak meninggalkan warisan sedikitpun. Akan tetapi fatimah terus berjuang melakukan yang terbaik untuk anak semata wayangnya sehingga syafi'i menjadi seorang ulama yang tersohor.

Masih banyak lagi para ibu sahabiyah yang berhasil mendidik dan menyiapkan anak-anaknya menjadi para mujahid mereka begitu sabar mendidik anaknya hingga menjadi seorang ulama terkemuka ketika mereka dewasa.


Keberhasilan seorang ibu dalam mendidik anaknya tidak terjadi begitu saja akan tetapi harus ada peran negara dalam menyiapkan generasi melalui pendidikan Islam. Pendidikan dalam sistem Islam berhasil mencetak generasi memiliki kepribadian Islam, tolok ukur kepribadian dalam Islam adalah terwujudnya pola pikir dan pola sikap islami yang dimiliki oleh para generasi sesuai dengan standar syariat Islam. Tidak hanya itu para generasi juga akan dididik dengan ilmu teknologi dan ilmu alat sehingga ketika mereka terjun dalam kehidupan mereka dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan ilmu yang mereka miliki.


Demikian peradaban Islam yang membangun masyarakat menjadi masyarakat yang peduli, sehingga support sistem dapat terwujud secara optimal dalam kehidupan bermasyarakat. 


Wallahu a'lam bishawwab