Izin Pendirian Tempat Ibadah Akan Dipermudah, Solusikah?

Daftar Isi

 


Pemimpin berkewajiban untuk melindungi rakyatnya dari kemungkinan adanya pertikaian jika dimunculkan undang-undang kebebasan membangun tempat ibadah bagi siapapun

Oleh Sasmin

Pegiat Literasi

Siddiq-Nees.com-Indonesia terkenal sebagai negeri muslim terbesar di dunia. Pada tahun 2021 dilansir dari World Populacion review, Indonesia memiliki penduduk muslim terbanyak dengan total 231 juta jiwa. Indonesia juga dikenal kaya akan budaya, ras dan agama. Oleh karena itu Indonesia menuntun penduduknya bertoleransi atas perbedaan, sebagaimana bunyi pasal 29 ayat 1 dan 2, "Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Namun, sangat disayangkan pemerintah sekedar menetapkan peraturan untuk masyarakat tetapi tidak mencontohkan isi dari peraturan yang ditetapkan. Akibatnya timbul kasus pembubaran rumah ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) bandar Lampung, padahal presiden Joko Widodo menegaskan kepada para kepala daerah agar menjamin kebebasan ibadah warganya. Atas kasus ini, Setara Institut meminta peraturan terkait perizinan pembangunan rumah ibadah diubah khususnya merevisi PBM (Peraturan Bersama Menteri) khususnya mencabut syarat administratif dukungan 90 Jemaat dan 60 di luar Jemaat ingin bangun rumah ibadah, serta Forum Kerukunan Umat Beragama memperluas fungsi-fungsi kampanyenya keisu toleransi, menyediakan ruang-ruang perjumpaan lintas agama serta mitugasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, (bisnis[dot]com, 22/02/2023).

Permintaan di atas akankah menjadi solusi antar umat di negeri ini? Atau  alih-alih menenangkan umat malah menjadi kebalikannya akan menjadi bumerang bagi negeri ini. Sebab, bagaimanapun diketahui Indonesia mayoritas muslim, jangankan ada regulasi mempermudah pendirian ibadah non muslim, tak ada regulasi seperti itu saja, tetap Gerejalah tempat ibadah yang mendominasi di Indonesia dibanding Masjid. Padahal Indonesia mayoritas Muslim, lalu bagaimana jika merevisi undang-undang mempermudah pembangunan gereja?

Ini menggambarkan Indonesia mengajarkan umat tentang pluralisme yang dipahami pemerintah saat ini dimana pluralisme itu sendiri mereka definisikan bahwa agama semua sama. Hal ini justru sangat bertentangan dengan syariah, sebab dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa agama yang diridai Allah hanyalah Islam dan siapa saja yang memeluk selain Islam maka dia tidak akan diterima. 

Dalam hal ini tidak dipersoalkan pluralitasnya atau keberagaman yang ada di Indonesia, sebab di masa Rasulullah saw. sendiri ketika mendirikan daulah atau negara di dalamnya memiliki keberagaman suku, budaya dan bahkan agama. Termasuk di dalamnya kafir dzimi yakni non muslim yang hidup dalam naungan Khilafah.

Permasalahannys saat ini adalah mendudukkan agama lain dengan Islam menjadi setara serta tidak diperbolehkannya membenarkan agama sendiri dan mengatakan agama lain salah. Namun, faktanya begitulah Allah mengingatkan hambanya bahwa memang Islamlah agama yang Allah ridai. 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِ سْلَا مُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ فَاِ نَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَا بِ

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”

(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 19)

Maksud ayat di atas menjelaskan bahwa hanya agama Islamlah yang ada di sisi Allah yang berarti Islam semata-mata yang Allah ridai. Oleh karena itu, tidak boleh kiranya seorang pemimpin-pemimpin muslim menyetarakan agama lain dengan agama Islam. Namun, tetap harus membiarkan agama lain untuk melaksanakan ibadahnya. 

Oleh karena itu, sebagai pemimpin berkewajiban untuk melindungi rakyatnya dari kemungkinan adanya pertikaian jika dimunculkan undang-undang kebebasan membangun tempat ibadah bagi siapapun. Namun, agar semua itu tak terjadi maka pemimpin haruslah bersikap kooperatif dan tidak gegabah mengeluarkan hukum tanpa analisa yang matang terkait bahaya yang akan ditimbulkan dengan adanya undang-undang tersebut, agar ketenangan antar agama tetap ada di tengah-tengah umat.

Jika melihat masa Nabi saw. dan khulafaurasyidin, Islam tidak pernah bermasalah dengan pluralitas dan toleransi. Sebab dalam lintasan sejarahnya yang panjang, kaum muslim telah membuktikan keunggulan syariat Islam dalam menyelesaikan problem keragaman dan perbedaan, serta problem ikutannya. 

Dalam sejarahnya Islam tidak pernah memaksa orang kafir masuk Islam, orang kafir dibiarkan beribadah sesuai agama dan keyakinannya bahkan umat Islam dilarang mencela ibadah agama lain tanpa didasari ilmu.

Dalam daulah Islam, umat Islam diperintahkan untuk menghargai dan memenuhi hak-hak orang kafir dan batas-batas yang telah ditentukan dalam Islam.

Oleh karenanya, umat di masa itu tidak pernah ada problem toleransi, karena mereka sudah terbiasa hidup dalam kemajemukan mereka memiliki sikap toleransi yang tinggi, memperlakukan orang berbeda keyakinan dengan santun, adil dan manusiawi. Wallahualam bissawab.