Menakar Prioritas Negara dalam Mengayomi Rakyat

Daftar Isi


Kemenangan melahirkan kebanggaan tentu hal yang wajar, namun apakah ini perlu diprioritaskan? Harus menjadi renungan mendalam


Memang betul, berolahraga penting untuk kesehatan masyarakat. Namun, apakah berpartisipasi dalam event internasional dengan  anggaran ratusan miliar memberi berdampak langsung pada kesehatan masyarakat?


Penulis Ummu Qonita

Pengamat Sosial


Siddiq-news.com - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023 telah dikucurkan sebesar Rp852,2 miliar untuk kontingen Indonesia pada SEA Games 2023. Anggaran Rp852,2 miliar itu menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani terdiri dari Rp522 miliar untuk pembinaan atlet-atlet sebelum berlaga, Rp55,2 miliar untuk keberangkatan kontingen menuju Kamboja, dan Rp275 miliar untuk pemberian bonus bagi peraih medali (atlet/pelatih/asisten pelatih).  (CNN Indonesia, 17 Mei 2023)


Dana sefantastis itu digelontorkan demi persiapan dan keberhasilan para atlet meraih medali. Tentu dengan harapan besar agar marwah Indonesia terdongkrak jika dapat menjadi juara umum dalam ajang olahraga tersebut. Keberhasilan dalam event olahraga dianggap sebagai salah satu cara yang dapat meningkatkan prestise negara di mata dunia, jadilah negara totalitas mempersiapkannya termasuk menyediakan dana yang fantastis.


Kemenangan melahirkan kebanggaan tentu hal yang wajar, namun apakah ini perlu diprioritaskan? Harus menjadi renungan mendalam. Memang betul, berolahraga penting untuk kesehatan masyarakat. Namun, apakah berpartisipasi dalam event internasional dengan  anggaran ratusan miliar memberi berdampak langsung pada kesehatan masyarakat?


Perlu ditengok berbagai sektor yang lebih penting karena mendesak dan terkait nyawa manusia. Salah satunya adalah masalah  kekurangan gizi. Laporan The State of Food Security and Nutrition in the World yang dirilis Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2021, mencantumkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang kekurangan gizi disebutkan sebesar 17,7 juta jiwa. Ini merupakan jumlah yang besar, sekitar 6,48 % dari total rakyat Indonesia. 


Stunting juga masih menjadi masalah krusial negeri ini, sebagaimana diumumkan Kementerian Kesehatan,  prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Namun ternyata laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan  bahwa prevalensi anak penderita stunting usia di bawah lima tahun di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. Salah satu faktor penyebab stunting adalah kemiskinan. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pada 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia mencapai 4% atau 10,86 juta jiwa. 


Masalah lain yang merupakan sektor penting karena terkait keselamatan masyarakat adalah infrastruktur jalan. Di balik gencarnya pengembangan jalan tol ternyata 52 % jalan di Indonesia rusak (optika[dot]id, 18 Mei 2023). Di sisi lain, situs berita CNN juga merilis video tentang penurunan subsidi pupuk yang terus terjadi sejak 2019 (34,4 trilyun) hingga 2023 yang hanya tinggal 24 trilyun. 


Deretan data di atas menunjukkan bahwa masih banyak sektor di negeri ini yang perlu diprioritaskan dan butuh anggaran yang besar. Memang boleh jadi selama ini dana yang dikucurkan sudah triliunan rupiah, namun dibandingkan dengan jumlah penerima program yang mencapai jutaan orang, juga dari aspek belum terselesaikannya problem tersebut, anggaran tersebut jelas masih kurang. Sektor-sektor inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian dan diprioritaskan dalam pemberian anggaran. 


Sistem Islam memiliki  prioritas terbaik yang harus dijalankan oleh negara. Dalam aspek kebugaran jasmani dan kesehatan, Islam mengaitkannya dengan persiapan jihad. Nabi Muhammad saw. memerintahkan umat Islam belajar berenang, berkuda, dan memanah. Tiga olah raga ini membangun kebugaran dan kekuatan fisik selain mental tekun dan tangguh. Kebugaran dan kekuatan fisik memiliki dua tujuan, yaitu menjaga kebugaran tubuh agar tetap sehat dan melatih kekuatan fisik untuk persiapan berjihad di jalan Allah. Dasarnya adalah firman Allah Swt., “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang mampu kalian upayakan.” (QS Al-Anfal: 60). Juga sabda Rasulullah, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah, daripada orang mukmin yang lemah.” (HR. Muslim, no. 2664)


Dengan demikian, dalam Islam olahraga bukanlah ajang untuk meraih popularitas di dunia internasional. Juga bukan untuk meraih medali medali, memperoleh harta,  meningkatkan prestise, atau untuk mengharumkan nama bangsa. Namun saat ini, di dalam sistem sekuler kapitalisme, dunia olahraga dimodifikasi menjadi industri untuk mewujudkan ambisi materi, duniawi, dan popularitas. Jadilah ajang olahraga sebagai permainan yang melalaikan hingga umat terlena dan abai terhadap masalah krusial seperti kemiskinan, kurang gizi, rusaknya infrastruktur, dan rendahnya daya saing produk pertanian.


Dalam sistem Islam olahraga adalah sarana mewujudkan kebugaran tubuh dan persiapan berjihad. Jenis olahraga yang dilakukan adalah yang terkait keduanya, misalnya lari, bela diri, berenang, berkuda, memanah, jalan kaki dan olah fisik lain untuk stamina. Pembinaan keolahragaan dilakukan oleh negara dengan memastikan bahwa  olahraga bukan untuk diperlombakan ataupun menjadi ajang pertunjukan, hiburan dan bisnis. 


Pemerintahan Islam menyelenggarakan urusan umat agar terpenuhi kebutuhan pokoknya baik itu pangan, sandang dan papan maupun pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara memfasilitasi rakyat untuk memenuhi semua itu dengan membuat lapangan kerja seluas-luasnya dan mewujudkan iklim usaha yang kondusif termasuk dukungan transportasi dengan penyediaan jalan yang baik. Negara juga menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan serta fasilitas umum lainnya seperti jalan secara gratis dan berkualitas. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.