Menuntaskan Problem Kemiskinan di Bumi Cendrawasih
Telah nyata kepincangan distribusi pemanfaatan sumberdaya saat ini. Sejatinya sumberdaya alam adalah milik umum, yaitu milik rakyat
Tugas negara adalah mengelola sumberdaya untuk dikembalikan pemanfaatannya sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat
Oleh Siami Rohmah
Pegiat Literasi
Siddiq-news.com-Pemerintah melalui Theofransus Litaay, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) menyebutkan, sebagaimana dikutip dari Antara. "Hasil Pembangunan secara objektif di Papua banyak peningkatan dari aspek Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kemiskinan dan meningkatnya angka harapan hidup." (CNN Indonesia)
Penurunan angka kemiskinan yang dimaksud misalkan di Papua, 26,56 persen pada tahun 2022, yang sebelumnya tingkat kemiskinan 28,17 persen pada Maret 2010. Sementara di Papua Barat terjadi penurunan dari 25,82 persen di tahun 2010, dan menjadi 21,33 persen pada 2022.
Pencapaian ini tentu perlu disyukuri, tetapi masih menyisakan banyak catatan. Jika kita lihat angka penurunan ini sangat kecil, misalkan di Papua, hanya terjadi penurunan sekitar 1,06 persen pada kurun waktu 10 tahun. Itu berarti setiap tahunnya hanya terjadi 0,1 persen penurunan. Angka ini sangat tidak signifikan, tidak heran jika wilayah Papua tetap menjadi wilayah miskin di Indonesia. Bahkan banyak kasus kemiskinan ekstrem, dan juga terdapat kasus stunting yang tinggi. Misalkan di wilayah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat. Angka stunting mencapai 51,5 persen.(JawaPos[dot]com)
Apa yang terjadi di bumi Cendrawasih, baik terkait kemiskinan ekstrem maupun stunting ibarat pepatah ayam mati di lumbung padi. Papua wilayah ujung timur Indonesia ini memiliki kekayaan yang luar biasa. Tambang emas di Papua mencapai 229.893,75 ha. Ini adalah tambang emas terbesar di Indonesia. Kemudian kekayaan tembaga di Papua juga sangat besar. Data Freeport McMoran menyebutkan salah satu hasil tambang tembaga terbesarnya ada di Papua. Belum hasil tambang peraknya, Papua memiliki biji 1,76 ton. Dan 1.875 juta ton cadangan perak. (CNBCIndonesia).
Belum lagi potensi air dan hutan yang ada di Papua yang sangat potensial. Dengan sumberdaya alam sebesar itu, tentu hal yang aneh ketika Papua menjadi wilayah tertinggal dibandingkan wilayah Indonesia yang lain. Namun, hal itu menjadi tidak aneh ketika kita lihat, dan sudah menjadi rahasia umum, sumberdaya yang ada memang tidak dinikmati oleh rakyat Papua sendiri, dan kesannya keterbelakangan dipelihara atas nama budaya.
Sumberdaya dieksploitasi besar-besaran oleh perusahaan tambang asing. Atas nama pasar bebas dan investasi, negeri ini membuka kran privatisasi sebesar-besarnya. Negara sudah puas dengan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan asing tersebut. Inilah strategi mereka untuk penghancuran ekonomi umat, yaitu penguasaan total sumber-sumber ekonomi. Penguasa manapun yang sulit diajak "kerjasama" akan dihabisi untuk digantikan dengan agen-agen mereka.
Telah nyata kepincangan distribusi pemanfaatan sumberdaya saat ini. Sejatinya sumberdaya alam adalah milik umum, yaitu milik rakyat. Maka negara tugasnya adalah mengelola sumberdaya untuk dikembalikan pemanfaatannya sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan sumberdaya kepada swasta, baik lokal maupun asing. Negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap rakyatnya, baik kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) maupun kebutuhan komunal (pendidikan, kesehatan, keamanan), sehingga tidak terjadi adanya wilayah yang tertinggal dengan problem semisal di Papua.
Hendaknya para pemimpin kaum muslimin belajar dari Khalifah Umar bin Khattab, yang setiap malamnya ronda berkeliling Madinah, dan ketika menjumpai seorang ibu dan anak - anaknya dalam kondisi kelaparan, Khalifah Umar dengan tangannya sendiri mengambil karung bahan makanan, memasaknya, dan memastikan mereka makan dan kenyang. Hal ini terjadi karena pemimpin yang takwa kepada Allah, memahami bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Sayangnya gambaran pemimpin yang seperti ini sangat mustahil kita jumpai pada sistem saat ini, namun insyaAllah akan terwujud ketika umat ini mau kembali menggenggam Islam dan menerapkannya. Dimana jabatan adalah amanah bukan kesempatan. Wallahualam bissawab.