Wisata Halal Jadi Salah Satu Solusi Ekonomi, Pantaskah?

Daftar Isi



Dalam Islam, permasalahan ekonomi negara akan diselesaikan dengan metode pengelolaan harta yang jelas dan terang


Dalam negara yang menerapkan sistem Islam,  SDA termasuk ke dalam kepemilikan umum yang dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat


Oleh Riska bintu Abdullah

(Pegiat Literasi) 


Siddiq.news-Menjadi mandiri secara 3konomi akan memperkokoh posisi sebuah negara di mata dunia. Dibutuhkan kecerdasan skill program dan yang utama asas yang tinggi, kokoh, serta haq dalam mengelola sumber-sumbernya.


Indonesia, sebagai salah satu negri terbesar meraih peringkat tertinggi kembali sebagai negara dengan wisata halalnya, sebagaimana dilansir dari Republika.co(02/06/2027), Indonesia berhasil meraih peringkat tertinggi Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 dari Mastercard-Crescent Rating. Indonesia dan Malaysia berbagi tempat di puncak dengan sama-sama mengantongi skor 73. Sebelumnya, Indonesia juga sempat berada di peringkat pertama GMTI bersama Malaysia pada 2019. 

Sandiaga Uno mengatakan bahwa kenaikan ini merupakan suatu pencapaian yang luar biasa, target mendapat peringkat 1 di tahun 2025 ternyata mampu tercapai pada tahun 2023.


Dikutip dari laman Katadata.co.id(03/06/2023)  menyatakan bahwa Indonesia mendapat hasil yang di luar dugaan, karena berhasil ada di posisi pertama Global Muslim Travel Index. Pencapaian ini diharapkan bisa mengakselerasi target penciptaan 4,4 juta lapangan kerja di 2024 yang salah satunya bertumpu pada pariwisata halal.


Sebagai negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar benarlah bila pariwisata dengan konsep halal kemudian akan dapat menarik perhatian masyarakat tuk berwisata di sana. Namun bila sektor wisata dijadikan sebagai sumber pemasukan negara, sudah tak dapat diharapkan lagi kah sumber utamanya? Bagaimana dengan sumber daya alamnya, sudahkah dimaksimalkan?

SDA yang merupakan bekal Tuhan yang hanya perlu dikelola kemudian disalurkan oleh negara kepada masyarakat. 


 Indonesia telah memiliki bekal itu, tinggal bagaimana negara mengelola dan menyalurkannya kepada umat agar manfaatnya sampai kepada mereka secara maksimal.


Namun malang, bak ayam renta yang kelaparan, kurus dan ringkih dikandang sendiri yang penuh padi. Masyarakat kaum tak merasakan nikmat menjadi bagian dari negara kaya SDA.


Rahasia umum ini saja misalnya di mana secara ekonomi negeri-negeri kaum Muslim tak mandiri dan merdeka, hingga menjadi lemah  posisinya di tengah-tengah perpolitikan dunia. Sedihnya SDA tak dikelola kecuali ada investor asing-aseng sebagai sutradara dan pemain utamanya. Di tangan negara pula SDA justru menjadi momok masuknya penjajahan asing secara politik dan ekonomi.


Dalam Islam, permasalahan ekonomi negara akan diselesaikan dengan metode pengelolaan harta yang jelas dan terang. Di mana dalam hal kepemilikan harta negara berasaskan Islam akan membaginya menjadi tiga bagian, yakni harta negara, harta umum, dan harta individu.


Di ranah harta individu maka baik secara pengakuan kepemilikan dan pemanfaatan dimiliki oleh si empunya dan negara tidak mencampur tangani kecuali diranah-ranah tertentu yang dibenarkan syariat. Sedangkan di dua ranah lainnya merupakan pos sumber pemasukan negara, ditambah pos zakat yang terakumulasi baitul maal. Negara lah yang mengelolanya, baik dari asal muasal harta maupun ke arah mana harta tersebut disalurkan.


Dalam negara yang menerapkan sistem Islam,  SDA termasuk ke dalam kepemilikan umum yang dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat. Misalnya untuk pendidikan, kesehatan dan keamanan, pembiayaan untuk jihad, menggaji pegawai negara. Sedangkan infrastruktur dibiayai dengan harta negara yang berasal dari fa'i, kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, ghulul dan gharibah. 


Sementara itu pos harta zakat yang berasal dari zakat fitrah, zakat maal, wakaf, sedekah dan infak  akan disalurkan kepada pos penyalurannya sesuai kaidah syara, bukan disesuaikan dengan keinginan atau kepentingan segelintir orang.


Dengan demikian maka sektor wisata tidak akan dijadikan sebagai sumber pemasukan negara, apalagi eksploitasi untuk menjadi pelarian negara mengais-ngais sisa pengerukan SDA oleh asing yang terpaksa didandani menjadi tempat wisata dan mendapat sedikit pemasukan darinya.


 Negara yang menerapkan sistem Islam akan memanfaatkan tempat-tempat wisata untuk menjadi wasilah dakwah dan propaganda penyebaran Islam, di mana dengan menikmati keindahan radar gharizah tadayunnya manusia akan terdorong untuk aktif, dan mendorongnya untuk mengingat kebesaran Penciptanya. Sehingga dakwah pun sampai kepada mereka baik kepada yang Muslim maupun nonmuslim. 


Sedang propaganda Islam melalui keindahan tempat wisata yakni untuk menunjukkan kepada dunia dan orang-orang yang masih meragukan peradaban Islam keagungan dan kemuliaan Islam itu sendiri, hingg mereka menyadari keagungan tersebut. Sedangkan sektor wisata halal itu adalah keharusan, tidak ada tempat wisata yang bebas menawarkan atau memperdagangkan hal-hal haram di tempat wisata  dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Karena standar boleh tidaknya sesuatu dinikmati atau ditinggalkan di dalam negara adalah halal haram


Maka demikianlah kokohnya perekonomian negara Islam, mulia dan bukan dari hasil mengais sisa-sisa penjajahan, namun dari hasil kecerdasan pengelolaan sumber daya utama sebuah negara yakni SDA yang dibimbing oleh syariat Sang Pemiliknya, maka jaya dan agunglah peradabannya. 


 Wallahu a'lam bishawab