Perdagangan Orang Menyasar Lembaga Pendidikan Buah Penerapan Sistem Kapitalistik?

Daftar Isi

 


Oleh Nasywa Adzkiya 

Aktifis Muslimah Banua


Siddiq-news -- Problem masyarakat di negeri ini seolah tak ada ujungnya. Berbagai macam kasus dan persoalan yang terjadi di masyarakat pun beragam rupanya. Berita di berbagai media setiap hari memberitakan berbagai kasus yang membuat kita mengusap dada. Bak jauh panggang dari api, alih-alih permasalahan di negeri ini berkurang, justru dari waktu ke waktu semakin bertambah. 


Seperti yang baru-baru ini terjadi, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidium) Badan Reserses criminal (Bareskrim) Polri membongkar tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok program magang ke Jepang.  Kasus perdagangan orang ini dilakukan oleh salah satu Politeknik di Sumatra Barat. Alih-alih magang, mahasiswa tersebut justru menjadi buruh dengan jam kerja yang tak masuk akal. (Kompas.com, 27/06/2023)


Kasus ini mencuat setelah korban melapor ke KBRI Tokyo. Polisi yang mendapat laporan dari KBRI Tokyo pun kemudian menanggapi laporan tersebut dan kemudian menetapkan Politeknik di Sumatera Barat yang mengirimkan mahasiswa tersebut sebagai tersangka kasus TPPO. 


Melansir dari kompas.com (28/06/2023), korban melaporkan bahwa sehari-hari, para korban bekerja selama 14 jam dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 10.00 malam. Hal tersebut terus mereka lakukan selama tujuh hari dalam seminggu, alias tanpa libur.  Korban pun tidak diberikan waktu untuk beribadah. Sementara itu, korban juga diberikan upah sebesar 50.000 Yen atau Rp 5 juta per bulan. Hanya saja, korban diharuskan memberi dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 Yen atau Rp 2 juta per bulan. 



Kasus perdagangan orang bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Namun begitu mengejutkan tindakan kriminal ini telah merambah ke dunia pendidikan. Sebagaimana dikutip dari depoedu.com (12/07/2023), Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah meminta agar Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk serius mencegah TPPO di lingkungan pendidikan.

Menurut Anis, kasus TPPO berkedok magang ini biasanya menyasar kelas 12 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki program magang di akhir tahun ajaran. Sedangkan tingkat Perguruan Tinggi, beberapa negara sasaran TPPO meluas ke Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan.  


Mengurai Akar Masalah


Sungguh sangat disayangkan jika kasus perdagangan orang merambah ke dunia pendidikan. Alih-alih mendapatkan ilmu dan mencetak generasi bangsa yang cerdas, lembaga pendidikan justru disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 


Dalam sistem kapitalis saat ini, lembaga pendidikan adalah suatu tempat yang dipersiapkan untuk mencetak manusia-manusia yang siap kerja. Mengapa demikian? Dengan bercokolnya sistem ini, semua aspek kehidupan akan berorientasi pada materi semata. 


Dalam dunia pendidikan saat ini pun, masyarakat telah memiliki mindset bahwa tujuan dalam menempuh pendidikan adalah agar dapat memiliki pekerjaan yang baik, bergengsi dan memiliki gaji yang besar. Sistem kapitalisme telah menggurita ke berbagai aspek. Kapitalisme telah membuat negeri ini dikuasai oleh para pemilik modal. Hingga kebijakan ekonomi pun akan mengikuti kepentingan para kapital. 


Kehidupan ekonomi yang serba sulit hari ini membuat masyarakat berlomba-lomba untuk mencari cara agar dapat memiliki kesempatan bekerja. Kesempatan magang ataupun bekerja ke luar negeri pun menjadi incaran. Apalagi lembaga pendidikan di Indonesia membuat program dengan memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengembangkan diri di luar aktifitas perkuliahan. Program magang merupakan bagian dari program kampus merdeka untuk menyiapkan mereka agar memiliki skill yang siap digunakan di dunia kerja. Dengan demikian lembaga pendidikan hari ini berpeluang untuk ditunggangi oleh motif-motif kapitalistik. 


Pendidikan dalam Islam 


Kasus TPPO yang dilakukan oleh Politeknik di Sumatera Barat ini tentu telah mencoreng lembaga pendidikan. Selain itu, akhirnya kita dapat melihat bahwa dalam sistem kapitalis hari ini, spirit pendidikan akhirnya hanya bertujuan untuk dapat memperoleh pekerjaan  bukan untuk menjadi insan terdidik. 

Motivasi sekolah ataupun bekerja yang hanya bertujuan untuk dapat memperoleh profit yang sebesar-besarnya, membuat output pendidikan bukanlah menjadi insan yang luhur dan terdidik. Melainkan hanya semata menjadi buruh-buruh pintar. Sehingga wajar jika pada hari ini banyak generasi muda yang pintar minus akhlak. Hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang akan mencetak output pendidikan yang berkarakter Islam. 


Dalam sistem pendidikan Islam, semua masyarakat memiliki hak untuk memperoleh pendidikan. Negara juga memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat secara mudah dan gratis. Di dalam Islam pendidikan bertujuan untuk mencetak generasi khoiru ummah yang memiliki kepribadian islam. Selain itu lembaga pendidikan di dalam Islam mendidik umat dengan tsaqafah Islam. Umat tidak perlu bingung memikirkan pekerjaan, karena negara akan memberikan lapangan pekerjaan sebesar-besarnya. 


Di dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban, bekerja juga wajib untuk laki-laki dan mubah bagi perempuan. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, negara akan memfasilitasi agar pelaksanaan hukum syara tersebut dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Dengan demikian Islam akan mengkondisikan agar masyarakat dapat hidup di bawah naungan syariat islam. Kehidupan bernegara yang diatur dengan syariat Islam tentu akan jauh darikepentingan individu yang sarat akan hawa nafsu. Oleh karena itu, jika kita menginginkan kehidupan yang baik dan luhur maka penerapan syariat Islam dalam bingkai bernegara adalah sesuatu yang harus kita perjuangkan. Wallahualam bissawab.