Dapatkah Operasi Pasar Mengendalikan Inflasi?

Daftar Isi


Penyelesaian ini hanya parsial karena tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya

Permasalahan beras di negeri ini bersifat sistematis maka harus dibenahi dari hulu sampai hilir


Penulis Nunung Juariah

Pegiat Literasi 


Siddiq-news, OPINI -- Pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bandung  dengan menggencarkan operasi pasar murah di 31 kecamatan telihat hasilnya dengan data penurunan inflasi di kisaran 3,20%. Inilah yang diharapkan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna.


Operasi pasar murah ini disubsidi oleh Pemkab Bandung dengan menjual beras diharga Rp59 ribu/5 kg, padahal harga normalnya Rp120 ribu/5 kg. Bahkan  masyarakat penerima manfaat (KPM) dapat membeli beras dengan harga Rp51.000 atau hanya Rp10.200 per kilogram. Hal ini diperuntukan bagi 44 ribu keluarga penerima manfaat (KPM) di 31 kecamatan yang dibagi ke dalam tujuh daerah pembangunan.


Penyelesaian ini hanya parsial  karena tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya.  Permasalahan beras di negeri ini bersifat sistematis maka harus dibenahi dari hulu sampai hilir,  mulai dari produksi, distribusi, sampai ke tangan konsumen / rakyat. Karena suatu hal yang aneh, di saat panen raya baru selesai, lalu ada  kebijakan impor beras yang melimpah tetapi di pasaran beras sulit didapat.  Kalau pun ada, harganya mahal.        


Sayangnya kenaikan harga beras tidak berkorelasi positif dengan penghasilan petani kecil karena dalam perawatan dan penanaman padi dibutuhkan biaya yang lebih tinggi. Hal ini terjadi akibat harga pupuk makin mahal karena adanya pembatasan subsidi pupuk serta ongkos mengolah lahan pun naik.


Ekonom dari Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Muhammad Hatta menilai, ada banyak faktor penyebab harga  beras naik. Faktor itu di antaranya:


1. Tanah pertanian yang terus berkurang

Dari data BPS dan Dokumen Statistik Indonesia 2010-2021 populasi Indonesia mencapai 234,2 juta jiwa tahun 2010. Tahun 2021 mencapai 272,7 juta  jiwa, jadi bertambah 38,5 juta jiwa. Tetapi luas panen justru minus 2,3 juta hingga produksi turun 9,9 juta ton.


2. Masalah sumber daya air

Pembangunan beberapa waduk tidak signifikan dalam kemanfaatan baik untuk kekeringan dan banjir.


3. Ketersediaan modal

Para pemilik modal khususnya perbankan enggan untuk memberikan bantuan berupa kredit kepada para petani kecil, karena dianggap usaha yang beresiko tinggi.


4. Sumber daya manusia dan teknologi

Ruang lingkup petani hanya terbatas pada generasi tua,  generasi muda tidak berminat pada  sektor ini karena tidak menjamin kesejahteraan termasuk faktor teknologi yang minim untuk pengembangan sektor.


5. Penimbunan dan mekanisme harga

Mekanisme pembentukan harga saat ini sudah melampaui harga eceran tertinggi tetapi tidak memberikan kesejahteraan para petani. Dampak dari hal ini penimbunan barang pun acapkali dilakukan oleh para pengusaha yang bermodal besar untuk menahan produk sampai langka dipasaran kemudian diluncurkan dengan harga baru yang lebih tinggi.


Faktor-faktor tersebut merupakan fakta yang timbul akibat penerapan sistem sekuler-kapitalisme dimana negara hanya sebagai regulator yang menunjang perkembangan bagi kaum oligarki dan para pemilik modal. Peran negara bukan untuk mengurus rakyat tetapi hanya sebagai pembisnis yang menerapkan untung dan rugi.


Berbeda halnya dengan sistem Islam di mana negara  menjamin kesejahteraan untuk seluruh rakyat baik muslim dan non muslim sebagaimana sabda Rasulullah saw.  "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang- orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasannya."


Dalam sistem Islam, negara akan menjamin kebutuhan rakyatnya. Di antaranya bantuan lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat petanian dll. Serta memastikan tidak boleh ada hambatan distribusi dengan tidak mematok harga (tas'ir). Harga dibentuk secara alami sesuai permintaan dan penawaran di pasar.


Selain itu negara melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya, pelakunya akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan.


Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan dengan tuntas serta mewujudkan negara  rahmatan lilalamin, dimana syariat Islam dijadikan dasar peraturan dalam naungan Khilafah Islamiyyah.

Wallahu a'llam bisshawab.