Sistem Kapitalisme Merampas Fitrah Keibuan Perempuan
Itu karena pemikirannya telah teracuni pemahaman Kapitalisme sekuler di mana orang menggantungkan kebahagiaan pada materi
Sementara pekerjaan yang layak bagi para lelaki bukan hal yang mudah didapat
Penulis Wiwin
Ibu Rumah Tangga
Siddiq-news.com, OPINI -- Miris dan kaget membaca kutipan di KumparanNews (24/1/24), Rohwana (38 thn) di Provinsi Bangka Belitung, ditangkap polisi karena membunuh bayi yang dilahirkannya. Rohwana mengaku kepada Polisi bahwa dia membunuh karena tidak menginginkan tambahan anak juga tidak ada biaya untuk membesarkannya. Di rumah sudah ada dua anak, sedangkan suaminya hanya seorang buruh. Rohwana begitu tega. Bukankah setiap perempuan punya naluri keibuan?
Benar, naluri keibuan adalah fitrah yang Allah berikan kepada perempuan sebagai bekal merawat, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Namun dalam kasus ini, baru lahir saja sudah menimbulkan kekhawatiran akan masa depan. Tidak ada keyakinan bahwa Allah Swt. akan memberi rezeki pada setiap makhluknya. Slogan banyak anak banyak rezeki telah berganti menjadi banyak anak beban berat menanti. Keimanan terkikis oleh beban ekonomi.
Itu karena pemikirannya telah teracuni pemahaman Kapitalisme sekuler di mana orang menggantungkan kebahagiaan pada materi. Sementara pekerjaan yang layak bagi para lelaki bukan hal yang mudah didapat, maka kehidupan terasa sempit dan sulit bagi sebagian besar masyarakat termasuk Rohwana. Banyak perempuan yang harus jadi tulang punggung keluarga. Kondisi capek fisik dan mental menyebabkan fitrah keibuan menurun.
Begitulah sistem Kapitalisme sekuler di negara ini telah menghilangkan fitrah keibuan seorang perempuan dan mengikis keimanannya. Masalah terasa lebih berat lagi karena masyarakat yang individualis dan apatis, sehingga tidak ada rasa saling berempati dan saling tolong satu sama lain.
Berbanding terbalik dengan kaum kapital, mereka mengeruk keuntungan dengan bebas karena banyak diberi kesempatan dan kemudahan oleh pemerintah. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator, pembuat peraturan yang menguntungkan para kapitalis tapi abai terhadap rakyatnya. Terasa sekali ketimpangan perlakuan dari Pemerintah yang tidak adil.
Lain halnya dengan sistem Islam yang menjamin kesejahteraan rakyatnya individu per individu. Negara dengan sistem Islam kafah bertanggungjawab memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya, termasuk perempuan. Perempuan dalam Islam berperan sebagai pengatur rumah tangga (ummun warobbatul bait), tidak diwajibkan mencari nafkah. Tidak ada perempuan sebagai tulang punggung keluarga, bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena yang bertanggung jawab menafkahi keluarga adalah kaum laki-laki atau suaminya. Bila suaminya meninggal, tetap tidak diwajibkan bekerja karena negara akan mengatur agar perempuan itu dinafkahi oleh saudara laki-lakinya, orang tuanya atau oleh negara dengan dana dari baitulmal.
Kehidupan bermasyarakat dalam sistem Islam dilandasi oleh ikatan akidah sehingga akan terbentuk masyarakat yang saling tolong menolong satu sama lain, amar makruf nahi mungkar berjalan di dalamnya sehingga seorang ibu akan merasa nyaman membesarkan anak-anaknya. Tenang karena masalah ekonomi keluarga ada yang mencukupi.
Kesejahteraan keluarga dalam negara dengan sistem Islam kafah tercipta karena adanya peran aktif negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki-laki warganya. Negara juga memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokok hidupnya seperti sandang, pangan, dan perumahan. Negara menjamin harga bahan pokok terjangkau oleh masyarakat sehingga terpenuhi kecukupan gizi anak dan keluarga.
Kebutuhan dasar publik berupa keamanan, pendidikan dan kesehatan diberikan secara gratis atau bila harus ada biaya yang dikeluarkan oleh rakyat karena keadaan baitulmal sedang kurang, maka akan dikenakan harga yang murah yang terjangkau oleh masyarakat luas.
Negara dengan sistem Islam kafah adalah negara yang kaya dan disegani karena tidak terlibat utang ribawi. Adapun dana di baitulmal berasal dari pengelolaan sumber daya alam, jizyah, fai, kharaz, ghonimah dan lain sebagainya. Kemudian bila terjadi suatu bencana di salah satu bagian negara dengan sistem Islam kafah, maka Khalifah atau pemimpin akan mengatur agar bagian negara yang surplus membantu. Masalah pekerjaan pun bila tidak ada di satu bagian negara, akan disalurkan ke bagian lain yang kekurangan tenaga kerja. Tidak ada penyekat nasionalisme sehingga kesejahteraan rakyat lebih mudah dicapai. Perempuan terjaga fitrah keibuannya karena tidak menjadi tulang punggung keluarga.
Wallahualam bissawab. []