Balada Haji: Biaya Elit, Pelayanan Sulit

Daftar Isi

Buruknya pelayanan ibadah haji merupakan buah komersialisasi kepengurusan sebagai akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis

Sehingga penyelenggaraan ibadah haji tak luput dari ajang bisnis kelompok tertentu


Penulis Normah Rosman

Pemerhati Masalah Umat


Siddiq-news.com, OPINI -- Penyelenggaraan haji 2024, menuai kritik tajam akibat banyaknya keluhan dari jamaah haji Indonesia atas pelayanan yang buruk bahkan cenderung memprihatinkan. Kritik pedas juga datang dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR yang menyatakan jika kondisi akomodasi jamaah memprihatikan. Tenda para jamaah yang minim kapasitas sehingga mengakibatkan layanan toilet yang antri hingga berjam-jam. Bukan hanya itu Ketua Timwas Haji Muhaimin Iskandar juga menyayangkan akan keadaan tenda yang sempit sehingga mengakibatkan banyak jamaah yang tidak kebagian tempat tidur dalam tenda, diperparah lagi dengan kondisi toilet yang mengharuskan jamaah mengantre hingga berjam-jam (cnnindonesia.com, 20/6/2024). 

Kementerian Agama selaku pengelola Ibadah Haji 2024 mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, layanan yang dinilai memprihatinkan terhadap jamaah haji terutama saat di Mina. Kritik keras juga dilayangkan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Ia meminta agar Kemenag dan Panitia penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) bertanggungjawab atas kondisi jamaah haji Indonesia di Mina. Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 terus menuai sorotan, terutama yang terkait dengan fasilitas jamaah haji Indonesia yang tidak memadai dan tidak ramah terhadap lansia (kabar24.bisnis.com, 21/6/2024).

Buruknya Pelayanan Haji Indonesia

Pelaksanaan ibadah haji telah usai, tetapi menyisakan banyak permasalahan dalam beberapa aspek. Buruknya penyelenggaraan jemaah haji Indonesia terjadi lagi, mulai dari masalah kesehatan, imigrasi, hingga pelayanan jemaah haji. Bukan hanya tahun ini saja yang banyak dikeluhkan oleh jemaah haji, tetapi tahun sebelumnya juga menuai kritik tajam terhadap akomodasi. Dari banyaknya permasalahan yang terjadi, membutuhkan penyelesaian secara komprehensif dengan aspek periyahan yang optimal. Dan tentunya tanpa adanya unsur bisnis di dalamnya.

Buruknya pelayanan ibadah haji tentu saja merupakan buah dari komersialisasi kepengurusan sebagai akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sehingga penyelenggaraan ibadah haji tak luput dari ajang bisnis kelompok tertentu. Dan yang merasakan dampak buruknya adalah jemaah haji. Mereka tidak bisa menikmati pelayanan yang memadai saat melakukan ibadah haji, tak ada kenyamanan dan ketenangan. Kenaikan Ongkos Naik Haji (ONH) pada tahun 2024, diharap akan memberikan pelayanan yang memadai dan ramah lansia ternyata tidak sesuai dengan apa yang selama ini digembor-gemborkan. 

Usulan untuk membuat Pansus bukanlah penyelesaian masalah pada kasus pelayanan ibadah haji yang buruk, mengingat seringnya terjadi keluhan-keluhan yang semestinya sudah diantisipasi dari tahun-tahun sebelumnya. Pembentukan Pansus hanya akan memberatkan beban negara. Seharusnya pengurusan ibadah haji diserahkan kepada ahlinya dan tidak ada unsur bisnis di dalamnya, dengan begitu pelayanan haji yang diberikan bisa maksimal. Ibadah haji yang dikelolah langsung oleh negara seharusnya bisa memberikan lebih kepada jemaah haji, bukan memberikan pelayanan yang buruk cenderung memprihatinkan. 

Penyelenggaraan Ibadah Haji Dalam Negara Islam 

Haji merupakan fardu ‘ain bagi kaum muslim yang telah memenuhi syarat dan berkemampuan. Sebagaimana Allah Swt. menyatakan dalam al-Qur’an: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. (TQS Ali ‘Imran: 97).

Selain masalah hukum syarak, yang terkait dengan syarat wajib dan rukun haji. Dalam penyelenggaraan haji juga ada hukum ijra’i, yang terkait dengan teknis dan administrasi, termasuk uslub dan wasilah. Karena ibadah haji ini hanya dilakukan setahun sekali dan di tempat tertentu, maka dibutuhkan pengaturan yang baik dan tepat oleh negara. 

Adapun kebijakan yang diambil dan ditempuh oleh Khilafah adalah sebagai berikut:

Pertama, Membentuk departemen khusus yang mengurus urusan haji dan umrah dari pusat hingga daerah. Karena ini terkait masalah administrasi sehingga urusan tersebut didesentralisasikan, agar lebih memudahkan calon jemaah haji dan umrah. Tentu saja urusan ini ditangani oleh orang-orang yang profesional di bidangnya, maka urusan ini bisa dilayani dengan cepat dam baik. Selain administrasi, departemen ini juga mengurusi persiapan haji, bimbingan haji, pelaksanaan haji hingga pemulangan haji ke daerah asalnya masing-masing. Departemen ini tentunya tidak bekerja sendiri, tetapi ia juga turut menggandeng departemen kesehatan untuk mengurus kesehatan jemaah haji, dan departemen perhubungan dalam mengurus transportasi massal.

Kedua, Dalam penetapan ongkos naik haji (ONH), paradigma negara Islam adalah ri’ayatu syu’un ah-hujjaj wa al-ummar (mengurus semua urusan yang berkaitan dengan haji dan umrah). Dan pastinya negara Islam tidak boleh menerapkan paradigma bisnis, investasi dan lainnya. Negara melalui Khalifah, juga akan membuka beberapa opsi, seperti keberangkatan dengan rute darat, laut maupun udara, Dengan konsekuensi biaya yang berbeda. Negara juga menetapkan ONH sesuai dengan biaya yang dibutuhkan oleh jemaah haji berdasarkan jarak wilayahnya ke Tanah Haram, serta akomodasi yang dibutuhkan selama pelaksanaan haji tersebut. 

Ketiga, Kebijakan Penghapusan visa haji dan umrah merupakan konsekuensi dari hukum syarak tentang kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara. Setiap muslim dari segala penjuru dunia bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Cukup hanya dengan menunjukkan kartu identitas, baik itu KTP maupun Paspor.

Keempat, Khilafah berhak mengatur kuota haji dan umrah, sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi calon jemaah haji dan umrah. Dalam hal ini khilafah harus memperhatikan beberapa hal, seperti kewajiban haji dan umrah hanya berlaku sekali seumur hidup, kewajiban haji dan umrah hanya berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Untuk calon jemaah haji yang sudah memenuhi syarat dan berkemampuan tapi belum pernah haji dan umrah, maka mereka menjadi prioritas. 

Kelima, Pembangunan infrastruktur Makkah dan Madinah telah dilakukan terus menerus bahkan sejak zaman Khilafah Islam. Mulai dari perluasan masjid Nabawi dan Masjidil Haram, serta pembangunan transportasi massal juga penyediaan logistik bagi jemaah haji dan umrah. Dan ini akan dilakukan terus menerus oleh Khilafah di masa mendatang. Namun pembangunan yang dimaksud tentu saja tanpa menghilangkan bahkan menghapuskan situs-situs bersejarah. 

Selain aspek ijra’i, manasik haji adalah hal yang tidak kalah penting pelaksanaannya. Karena menyangkut kaifiyyah manasik, sehingga negara tidak akan mengadopsi tatacara tertentu, tetapi menyerahkannya kepada individu masing-masing. Khilafah hanya menyiapkan pembimbing dan pendamping jemaah haji dalam jumlah yang memadai. Negara tidak hanya bertanggungjawab menyediakan akomodasi dan logistik, tetapi juga menyediakan transportasi massal yang memadai dan efektif. Sehingga pelaksanaan ibadah haji bisa berjalan dengan baik dan lancar. Wallahualam bissawab. []