Ibu dan Anak di bawah UU KIA Akankah Sejahtera?

Daftar Isi

Ketika masalah nafkah sudah diatasi maka seorang ibu pun tak perlu lagi turun ke publik demi sesuap nasi

Mereka akan dibiarkan fokus dalam mengasuh anak dan mendidik mereka menjadi generasi cemerlang yang mampu membangkitkan peradaban


Penulis Hany Handayani Primantara, S.P 

Aktivis Muslimah


Siddiq-news.com, OPINI -- Angin Segar Kalangan Buruh dan Pekerja Perempuan 

Pengesahan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada fase seribu hari pertama menjadi angin segar bagi banyak kalangan. Mulai dari para pekerja dan buruh perempuan, aktivis perlindungan anak serta aktivis yang aktif dalam Pemberdayaan Perempuan. Mereka menilai dengan disahkannya UU KIA ini mampu melindungi Ibu dan Anak. Undang-undang tersebut disahkan dalam Rapat Pembahasan Tingkat II Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (4/6) kemarin. Dikutip dari menpppa.go.id


Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri menyebutkan bahwa UU KIA diyakini akan makin meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh. Pengesahan undang-undang tersebut merupakan wujud konkret dari komitmen DPR dan Pemerintah untuk mensejahterakan ibu dan anak menuju Indonesia Emas. Dikutip dari detikNews (07/06/24). 


Sekilas nampak bagus kebijakan yang disahkan ini, para pekerja perempuan bisa tetap aktif dan produktif di kancah publik dalam mencari tambahan penghasilan bagi keluarga. Walau sedang hamil dan melahirkan, mereka tetap tenang karena dapat cuti yang cukup serta bisa kembali bekerja ketika kondisi mereka sudah pulih. Mereka tetap mampu berkarir di luar rumah sekalipun sedang hamil dan tidak berhak dipecat dari tempat mereka bekerja dengan adanya undang-undang ini. Hal ini pun akan menguatkan pemberdayaan ekonomi perempuan. Sesuai dengan paradigma kapitalisme, bahwa perempuan produktif adalah perempuan yang bekerja.


Analisa Politik di balik Pengesahan UU KIA

Jika ditelisik lebih dalam lagi maka akan diketahui bahwa hal ini sekadar fatamorgana bagi para pekerja wanita dan buruh. Sesuai dengan slogan kapitalisme, yakni dengan modal kecil bisa menghasilkan untung besar. Maka mereka akan gunakan pekerja perempuan sebab bisa dibayar dengan harga murah. Jika para perempuan ini terkendala dengan kodrat mereka sebagai seorang ibu maka celah yang mereka gunakan adalah, bagaimana caranya agar pekerja perempuan ini bisa tetap bertahan di tempat kerja dan mau kembali bekerja lagi. Yakni dengan iming-iming tetap digaji serta diberi cuti hamil dan melahirkan lebih panjang.


Sebagai seorang ibu dan istri yang memang butuh akan penghasilan tambahan, tentu hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada mereka sebagai kaum kecil. Mereka terpaksa terjun menjadi tulang punggung juga, sebab penghasilan dari pihak suami tak mencukupi di tengah himpitan ekonomi sulit seperti sekarang. Jadi pengesahan undang-undang KIA ini tampak seperti sejalan dengan keinginan kaum perempuan sebagai seorang Ibu. Padahal sejatinya ini adalah bentuk pengarusutamaan yang menyesatkan. Para ibu sengaja diajak keluar dari ranah domestik agar berdaya guna menghasilkan uang dan meninggalkan peran utama mereka di rumah.


Di sisi lain, cuti enam bulan yang ditawarkan dalam UU KIA tidaklah cukup untuk mendampingi anak. Anak butuh pengasuhan terbaik dari ibu mulai dari nol hari hingga mereka mumayiz. Sebab di tangan seorang ibulah yang merupakan madrasatul ula, seorang anak itu berkembang dan belajar menjadi manusia yang baik di hadapan Allah Swt.. Di titik inilah pentingnya kehadiran seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Baik kebutuhan lahir maupun batinnya. Di fase ini jualah yang akan menentukan bagaimana anak itu berkembang dan menjadi apa kelak nantinya. 


Jika seorang ibu disibukan dengan fokus mencari nafkah maka ranah domestik yang sejatinya bagian dari kewajiban sang ibu terlantarkan begitu saja. Bukan hanya dosa, tetapi akan timbul masalah dikemudian hari berkaitan dengan pengasuhan anak dan perkembangannya. Lantas, akankah kesejahteraan diperoleh jika demikian kondisinya? Kesejahteraan semacam apa yang dijanjikan UU KIA bagi perempuan dan anak jika faktanya justru malah lebih menguatkan posisi ibu di ranah publik sebagai pencari nafkah bukan pendidik pertama bagi anak-anak mereka.


Kesejahteraan Ibu dan Anak dalam Islam 

Islam punya tata cara agar semua bisa berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Hanya dalam Islam yang tulus memperhatikan kesejahteraan ibu dan anak demi berjalannya fungsi strategis dan politis peran keibuan. Negara yang menerapkan sistem Islam tak akan membiarkan seorang muslim laki-laki menelantarkan istri dan anak mereka. Maka lapangan pekerjaan dibuka lebar baginya demi terpenuhinya kewajiban seorang ayah sebagai kepala rumah tangga. Inilah bentuk jaminan tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan.


Tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah dipundak perempuan. Ketika masalah nafkah sudah diatasi maka seorang ibu pun tak perlu lagi turun ke publik demi sesuap nasi. Mereka akan dibiarkan fokus dalam mengasuh anak dan mendidik mereka menjadi generasi cemerlang yang mampu membangkitkan peradaban. Beginilah Islam memuliakan perempuan dengan semua peran fitrahnya, bukan dinilai dari berapa banyak uang yang dihasilkannya.

Wallahualam bissawab. []