Judi Online Merajalela, Islamlah Solusi Nyata

Daftar Isi

Meskipun telah dilarang, judol masih banyak ditemukan di masyarakat

Dilihat dari sudut pandang sosiologi hukum, berbagai aturan pidana yang menjerat pelaku judol ternyata belum efektif dalam menjadi alat kontrol sosial


Penulis Iis Nurhasanah

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Partisipasi masyarakat dalam kegiatan judi online (judol) sangat besar. Jutaan masyarakat Indonesia terlibat dalam aktivitas haram ini hingga tembus di angka 3,2 juta orang (CNBC Indonesia, 15/6/2024). Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut bahwa partisipan judi online adalah warga berpenghasilan rendah dengan profil sebagai pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, pegawai swasta, dan sebagainya.

Maka, Satgas Pemberantasan Perjudian Daring yang baru saja diresmikan Presiden Jokowi menggunakan dua cara untuk memberantasnya. Pertama, dengan upaya pencegahan yang dilakukan lewat jalur edukasi dan literasi. Selanjutnya, upaya kedua adalah penindakan. Sehubungan dengan hal ini, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo juga dilibatkan untuk men-takedown situs judi online maupun situs yang menampilkannya.

Sebenarnya, perjudian telah dilarang dalam Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pihak yang secara sengaja mendistribusikan atau membuat teraksesnya judi online diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, Pasal 303 KUHP mengenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda pidana paling banyak Rp10 juta bagi para pemain judi.

Meskipun telah dilarang, judol masih banyak ditemukan di masyarakat. Dilihat dari sudut pandang sosiologi hukum, berbagai aturan pidana yang menjerat pelaku judol ternyata belum efektif dalam menjadi alat kontrol sosial.

Besarnya keterlibatan rakyat Indonesia dalam judol sangat memprihatinkan. Semua terjadi karena kerumitan masalah hidup manusia dalam sistem kapitalisme, yang membuat mereka mencari kebahagiaan semu dengan melakukan sesuatu tanpa memandang status halal/haram. Bahkan kemiskinan sering menjadi alasan terjunnya masyarakat ke dunia judol. Kemiskinan dan judol seperti lingkaran setan. Maka hal ini bukan saja persoalan individu, namun menjadi persoalan negara. Negara harus bertanggungjawab untuk menyelesaikannya.

Pembentukan satgas judol sudah menunjukkan kesadaran pemerintah akan kerusakannya, sayangnya solusi yang ditempuh tidaklah menyentuh akar permasalahan. Pemerintah sendiri masih melakukan langkah-langkah yang bersifat pragmatis. Sebenarnya, pemblokiran situs-situs judi online saja tidak akan membuat jera para bandar judi. Situs yang telah diblokir dengan mudah bisa dikembalikan melalui perubahan domain. Ini tentu bukan sesuatu yang tidak dipahami oleh ahli informatika di bawah pemerintah.

Oleh karena itu, solusi persoalan judol akan tuntas dengan penerapan aturan Islam kafah/menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Islam telah mengharamkan judi secara mutlak, sehingga Khilafah akan menutup semua celah masuknya perjudian. Khalifah sebagai pengurus umat akan melakukan pembinaan kepada umat untuk menguatkan keimanan mereka dan memahamkan hukum Islam, sehingga umat akan meninggalkan perjudian atas dasar keimanan. Pemahaman tersebut akan menjadikan umat meletakkan standar kebahagiaan pada ridha Allah Swt., bukan kebahagiaan semu. Mereka pun akan menjauhi kemaksiatan dan tidak tergiur dengan praktek judi, sebab keharaman judi telah jelas dalam firman Allah Swt., “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (TQS Al-Maidah (5): 90)

Demikian pula masyarakat dalam Khilafah merupakan masyarakat islami, mereka akan melakukan kontrol sosial dengan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Bila masyarakat menemui aktivitas judi dalam bentuk apa pun di dunia nyata/maya, mereka akan langsung menasehati dan melaporkan. Hal tersebut dilakukan dengan dorongan takwa agar kemaksiatan tidak merajalela. Selain itu, negara juga akan menerapkan hukum Islam yang memutus mata rantai perjudian.

Negara akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam perjudian, baik bandar, pemain, maupun pihak yang mengiklankannya. Negara akan memblokir situs-situs perjudian dan membuat sistem perlindungan tercanggih agar situs-situs tersebut tidak muncul lagi. Jika negara menemukan praktek perjudian, sanksi (uqubat) ta’zir akan dikenakan kepada pihak yang terlibat. Ta’zir adalah sanksi yang jenis dan kadarnya ditetapkan oleh Khalifah. Sanksi dalam Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu zawajir (pencegah dari kemaksiatan) dan jawabir (penebus sanksi pelaku di akhirat). Oleh karena itu, hanya Khilafah yang mampu memberantas praktik-praktik perjudian dengan tuntas termasuk judol. Wallahualam bissawab. []