Karut Marut Pengelolaan Ibadah Haji 2024

Daftar Isi

Sebenarnya, masalah ibadah haji ini disebabkan oleh ketiadaan perisai, atau junnah, di antara umat

Tanpa junnah, aturan Islam terabaikan, pemikiran islami hilang, dan ruh ukhuwah islamiah hilang


Penulis Melta Vatmala Sari

Mahasiswa universitas jambi dan

Aktivis dakwah kampus


Siddiq-news.com, ANALISA -- Iduladha adalah moment seluruh umat muslim seluruh dunia melaksanakan ibadah haji. Hampir dalam setiap keramaian jutaan jemaah melakukan doa, melontar jumrah di padang arafah dekat kakbah seiring beruraikan air mata berdoa dan mohon ampun kepada Allah. 

Sebagai negara yang terkenal dengan populasi muslim terbesar di dunia, negara indonesia selalu memainkan perannya dalam pelaksanaan haji global di setiap tahun. Pada tahun 2024 ini indonesia mengirimkan delegasi haji terbesar di dunia dengan kuota jemaah sebanyak 241.000 dari 221.000 kuota normal. Ada kuota jemaah tambahan sebanyak 20.000. Melihat angka ini terbukti betapa besarnya antusias umat muslim indonesia dalam menunaikan ibadah haji.

Karut marut dalam pelaksanaan ibadah haji ditahun 2024, banyak jemaah indonesia di mina mengeluh terhadap kementerian agama. Permasalahannya karena mereka tidak mendapatkan fasilitas dan pelayanan semestinya.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, juga dikenal sebagai Bamsoet, baru-baru ini mengeluarkan kritik yang keras. Dia meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bertanggung jawab atas kondisi jemaah haji Indonesia di Mina, Arab Saudi. Bamsoet merujuk pada laporan Tim Pengawas Haji DPR RI yang menyatakan bahwa kondisi jemaah haji Indonesia di Mina sangat memprihatinkan, terutama terkait masalah tenda. Jemaah haji dari Republik Indonesia tidak cukup menggunakan fasilitas tersebut, sehingga mereka harus berdesak. Tidak adanya toilet yang cukup juga merupakan fasilitas yang kurang memadai. Akibatnya, jemaah harus menunggu berjam-jam. Ketua MPR mengatakan bahwa “kementerian agama dan PPIH agar dapat bertanggungjawab atas kondisi jemaah di Mina itu.” (kabar24.bisnis, 20/6/2024)

Problematika Ibadah Haji 2024

Ibadah haji sudah usai, namun masih menyisakan banyak permasalahan dalam banyak aspek, mulai dari kesehatan, imigrasi, hingga pelayanan Jemaah. Semua memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dengan aspek periayahan yang optimal Ini adalah buah komersialisasi pengurusan sebagai akibat sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Penyelenggaraan ibadah tak luput dari ajang bisnis kelompok tertentu. Dampaknya jamaah tidak mendapatkan kenyamanan dalam beribadah di tanah suci. Usulan membuat pansus tak akan mampu menyelesaikan persoalan karena akar masalahnya adalah paradigma pelayanan haji dalam sistem kapitalisme.

Peningkatan dalam manajemen transportasi dan logistik adalah salah satu hal yang paling menonjol. Kolaborasi antara pemerintah Indonesia dan otoritas Arab Saudi telah memastikan bahwa pergerakan jemaah dapat dilakukan dengan mudah. 

Meskipun demikian, masih ada beberapa masalah yang perlu diperhatikan, seperti keterlambatan penerbangan dan keramaian di tempat transit. Kita bisa mengatasi masalah ini dan membuat perjalanan para jemaah lebih lancar dengan meningkatkan koordinasi dan meningkatkan kapasitas transportasi.

Setiap tahun, publik terus berbicara tentang masalah lain yang dihadapi jemaah haji negeri ini. Mulai dari biaya haji, pendaftaran haji, akomodasi dan transportasi jemaah haji, pengelolaan dana haji (Dana Abadi Ummat), dan kegagalan sejumlah besar jemaah yang direncanakan untuk pergi ke tanah suci. Ini menunjukkan betapa tidak profesionalnya Depag dalam menangani masalah haji. Sangat wajar jika ada indikasi bahwa haji telah digunakan sebagai lahan untuk bisnis yang menguntungkan.

Hanya sistem kapitalisme sekuler yang memiliki pengelolaan haji yang begitu rumit. Para penguasa hanya bertindak sebagai penegak hukum tanpa mampu memberikan layanan terbaik. Sistem ekonomi kapitalis berfokus pada materi dan keuntungan. Di sini, mencari keuntungan yang sebesar-besarnya adalah yang diharapkan. Dan Sekularisme menghilangkan peran agama dari kehidupan seseorang. Jadi, penjualan kursi untuk calon jemaah haji memang terjadi. Hal ini dapat dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), pegawai Kantor Agama, atau kandidat haji.

Sebenarnya, masalah ibadah haji ini disebabkan oleh ketiadaan perisai, atau junnah, di antara umat. Tanpa junnah, aturan Islam terabaikan, pemikiran islami hilang, dan ruh ukhuwah islamiah hilang. Sistem kapitalisme, yang mencengkeram negara-negara muslim saat ini, membuat agama dilarang. Dengan demikian, sikap-sikap seperti individualisme, egoisme, maslahat atau mafsadat, dan untung atau rugi timbul dengan wajar. Jika itu adalah cara mereka berpikir, masalah ibadah haji tidak akan diselesaikan sampai kapan pun.

Pelayanan Ibadah Haji dalam Daulah islam

Sistem kapitalisme dan Islam sangat berbeda jauh, Islam menetapkan negara sebagai penjaga dan penjaga rakyatnya.

 “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus,” (HR Bukhari)

Negara ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan rakyat serta membantu mereka dalam memenuhi seluruh kewajibannya, termasuk menjalankan ibadah haji, dengan tujuan memenuhi tanggung jawab sebagai pelayan, bukan karena keuntungan atau kerugian. Dalam perhitungan anggaran, itu memang menjadi hak yang harus dipertimbangkan dan tidak dapat dihilangkan. Meskipun demikian, ini tidak berarti mengabaikan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, setiap kebijakan negara Islam (Khilafah) harus selalu mengingat tanggung jawabnya untuk menangani masalah masyarakat.

Beberapa tindakan yang diambil Khilafah dalam hal pelaksanaan ibadah haji adalah sebagai berikut,

Pertama, Khalifah, atau pemimpin, memilih individu khusus yang ditugaskan untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya.

Kedua, agar tidak membebankan para jemaah, biaya ibadah haji akan disesuaikan dengan pengeluaran mereka.

Ketiga, otoritas khalifah untuk menetapkan kuota untuk haji dan umrah. Ini akan memberikan prioritas kepada calon jemaah yang belum pernah berhaji, sehingga mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk berangkat. 

Keempat, karena kaum muslim tinggal di satu wilayah, para jemaah hanya membawa identitas diri atau paspor.

Kelima, Khalifah akan membangun berbagai fasilitas untuk membuat jemaah merasa nyaman.

Jika kita melihat bagaimana sistem transportasi yang memadai dibangun selama masa kekhilafahan Islam, yang memungkinkan jamaah haji dari dalam dan luar negeri untuk pergi haji. Menurut hukum Islam, penguasa saat itu melayani tamu Allah Swt. dengan sangat baik. Negara bertanggung jawab untuk merawat (mengurusi) umat hanya karena Allah, tanpa tujuan bisnis, investasi, atau keuntungan. sejarah menunjukkan bahwa Khilafah sangat memperhatikan pelaksanaan ibadah haji. 

Khalifah Aabasiyah Harun ar-rasyid membangun jalur haji dari irak Hingga Hijaz adalah salah satu contohnya. Di masing-masing titik, pos layanan umum menyediakan logistik dan menyediakan dana zakat untuk jemaah yang kehabisan bekal. Selain itu, pada masa Khilafah Utsmani Sultan Abdul Hamid II, dibangun rel Hijaz untuk mengangkut jemaah haji dari Istanbul, Damaskus, dan Madinah. Sistem islam memang benar benar menjaga dengan baik disambut dengan baik tamu tamu Allah, yang ingin bertemu dengan allah di tempat yang suci dan tanah yang suci maka hanya sistem Islamlah yang memberikan pelayanan terbaik. 

Maka dari itu sudah sepatutnya kita sebagai umat muslim sangat merindukan kehidupan Islam yang cemerlang serta menjamin kehidupan umat muslim maupun non muslim. Wallahualam bissawab. []