Kesejahteraan Ibu Hanya dalam Sistem Islam

Daftar Isi

Kesejahteraan dipandang berdasarkan pencapaian materi yaitu ibu masih bisa bekerja

Tidak ada dimensi ruhiyah yang menetapkan bahwa fungsi dan tugas seorang ibu yang penting dan utama adalah sebagai pengasuh dan pendidik bagi anaknya


Penulis Neneng Hermawati 

Pendidik Generasi Cemerlang 


Siddiq-news.com, OPINI -- DPR RI telah mengesahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase seribu hari pertama kehidupan menjadi Undang-Undang pada hari Kamis, 15-5-2024. Menurut Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri bahwa "Pengesahan RUU KIA menjadi Undang-Undang merupakan wujud konkret dari komitmen DPR dan pemerintah untuk mensejahterakan ibu dan anak menuju Indonesia emas, dan diyakini akan makin meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh. (detik, 7/6/2024)

Dalam UU KIA, terdapat ketentuan yang berkaitan dengan ibu bekerja yang melahirkan, menyusui, dan keguguran serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran. 

Ibu bekerja yang melahirkan berhak mendapatkan cuti selama enam bulan tetapi dengan syarat yang harus dipenuhi. Pada tiga bulan pertama cuti melahirkan dan tambahan tiga bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Selama masa cuti tersebut mereka berhak atas upah yang dibayar penuh untuk empat bulan pertama, kemudian 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam. Selain itu suami berhak mendapatkan cuti paling lama tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja untuk pendampingan istri selama persalinan. 

Terbitnya UU KIA seolah memberi angin segar terhadap perlindungan dan kesejahteraan bagi ibu dan anak. Padahal, hal yang menjadi dasar lahirnya UU ini adalah peraihan target ekonomi, sebagimana pernyataan Irham Ali Saifuddin sebagai Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) konfederasi Sarbumusi bahwa, "Pengesahan UU KIA membuktikan bahwa negara terus bergerak membangun dunia kerja yang inklude dan produktif bagi perempuan." Dengan UU ini akan meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja dan kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas nasional, sehingga kendala berupa maternitas dan reproduksi yang menghambat kaum perempuan dalam berpartisipasi di dunia kerja teratasi.

Dari pemaparan di atas sudah jelas bahwa UU KIA ini lahir bukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan anak tapi ibu didorong untuk tetap bekerja agar bisa menanggung beban ekonomi keluarga sehingga bisa membantu memenuhi kebutuhan keluarganya karena kepala keluarga (ayah) tidak mampu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin berat. Hal ini karena, tidak adanya jaminan kesehatan gratis, pendidikan gratis, tersedianya makanan bergizi seimbang bagi ibu dan anak, dan yang lebih miris lagi ibu harus terbebani secara mental karena harus meninggalkan anak bayi untuk bekerja.

Inilah cara pandang kapitalisme tentang makna kesejahteraan keluarga yang rusak. Menurut mereka, kesejahteraan dipandang berdasarkan pencapaian materi yaitu ibu masih bisa bekerja menghasilkan uang dan mendukung pertumbuhan ekonomi meski memiliki anak atau bayi. Tidak ada dimensi ruhiyah yang menetapkan bahwa fungsi dan tugas seorang ibu yang penting dan utama adalah sebagai pengasuh dan pendidik bagi anaknya. 

Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, kesejahteraan tidak melulu masalah materi tetapi sangat memperhatikan aspek ruhiyah. Begitupun dengan yang disebut ibu sejahtera yaitu bagaimana ia posisinya sebagai hamba Allah Swt. yang dapat menjalankan fungsi dan tugas bagi anaknya, yang mampu membentuk profil generasi unggul dan cemerlang. Fungsi inilah yang menjadi ukuran kesejahteraan ibu bukan semata-mata hanya dapat menghasilkan rupiah.

Sistem ekonomi Islam yang diterapkan negara, menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan. Seorang pemimpin dalam Islam menjadi pengurus dan penanggungjawab terhadap urusan rakyatnya hingga terpenuhi semua kebutuhannya, baik kebutuhan dasar maupun pelengkap. Biaya-biaya pengurusan rakyat akan diambil dari kepemilikan umum berupa tambang, laut, hutang, sungai, dan lainnya.

Negara adalah pihak yang mengelola kepemilikan umum tersebut, hasilnya dikembalikan dalam bentuk penjaminan kemaslahatan rakyat, baik dalam bentuk layanan gratis seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, pemenuhan kebutuhan dasar, penyediaan lapangan kerja bagi laki-laki balig.

Dengan demikian, para ibu akan fokus menjalankan fungsinya yaitu mengasuh dan mendidik anak tanpa terganggu memikirkan tekanan ekonomi. Inilah sistem ekonomi Islam yang akan memberikan solusi yang nyata dan tuntas. Semuanya akan bisa terlaksana jika kita menerapkan Islam secara kafah dalam sebuah sistem pemerintahan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. yaitu khilafah.

Wallahualam bissawab. []