Miris, Beras Mahal di Negeri Agraris

Daftar Isi

 


Namun yang kita saksikan pengambil kebijakan abai terkait dampak penentuan harga ecer tertinggi

Sehingga menjadikan rakyat tidak bisa mendapatkan hak pemenuhan kebutuhan pangan dengan layak


Penulis Siami Rohmah 

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Pusing, pasti dirasakan oleh para ibu rumah tangga dan pedagang makanan yang harus membagi keuangan di tengah naiknya harga bahan pokok. Yang terbaru adalah kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras medium dan premium. Pemerintah menetapkan harga ecer tertinggi beras premium dari Rp13.900 per kilogram menjadi Rp14.900 per kilogram. Sementara untuk beras medium kenaikan yang terjadi lebih banyak, awalnya Rp10.900 per kilogram menjadi Rp12.500 per kilogram. (CNBC INDONESIA)


Penetapan relaksasi harga ini rencana awalnya hanya sampai 23 Maret 2024, kemudian diperpanjang hingga 24 April. Dan diperpanjang lagi hingga 31 Mei 2024. Namun di akhir Mei, pemerintah menetapkan relaksasi harga batas waktu yang belum ditentukan.


Ketika terjadi kenaikan harga pada bahan pokok, khususnya beras, menjadi sesuatu yang aneh dan memicu banyak kritik, pasalnya Indonesia telah masyhur sebagai negara agraris, yaitu negara yang menggantungkan perekonomiannya pada sektor pertanian. Tak kurang 60% rakyat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Iklim tropis Indonesia menjadikan potensi pertanian yang sangat baik, sehingga tidak heran jika banyak tanaman pangan yang berkualitas unggul di Indonesia. Sebut saja padi, kedelai, jagung, singkong, kacang tanah, dan sebagainya.


Dengan karunia yang luar biasa ini seharusnya bisa berkorelasi positif atas setiap hal yang berkaitan dengan pertanian. Baik itu kesejahteraan petani, dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Namun kita lihat kebijakan pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi untuk beras medium dan premium ternyata tidak membawa kesejahteraan bagi petani. Sesuai laporan BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan rumah tangga miskin di Indonesia mayoritas menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Jumlahnya mencapai 51,33%. (Databoks.katadata)


Jika petani sebagai penghasil gabah belum sejahtera meskipun harga beras naik, bagi rakyat yang mayoritas bahan makanan pokoknya adalah beras, kenaikan harga beras tentu menyulitkan mereka untuk bisa membeli beras yang lebih berkualitas, yaitu beras medium apalagi yang berkualitas premium, sehingga mereka hanya mampu membeli  beras dengan kualitas biasa.Tentu miris sekali untuk sebuah negara agraris.


Beras sebagai bahan dari pemenuhan kebutuhan pokok individu, yaitu pangan, di luar kebutuhan pokok individu lain sandang dan papan menuntut untuk dipenuhi, tidak boleh tidak. Di sini pihak yang paling bertanggung jawab atas pemenuhan ini adalah negara. Namun yang kita saksikan pengambil kebijakan abai terkait dampak penentuan harga ecer tertinggi. Sehingga menjadikan rakyat tidak bisa mendapatkan hak pemenuhan kebutuhan pangan dengan layak. Kebijakan ini terkesan seperti tes ombak. Di mana penentuan HET awalnya sampai akhir Maret, tetapi ujungnya telah melewati bulan April, Mei, dan akhirnya kenaikan sampai waktu yang belum ditentukan. Pemerintah berdalih bahwa tujuan penentuan harga eceran tertinggi adalah untuk pengendalian harga, tapi yang terjadi adalah menjadi sebab harga naik. Karena para pengusaha menganggap masih pada batas harga yang ditentukan. Sementara harga gabah petani sangat susah untuk naik, para tengkulak beras mendapatkan banyak keuntungan.


Kebijakan-kebijakan yang menyulitkan rakyat banyak ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang. Sebelum beras pemerintah juga pernah menentukan HET pada minyak hingga capai Rp25.000 per liter. Kebijakan seperti ini pasti yang diuntungkan adalah para pengusaha pemilik kapital (modal). Dalam sistem kapitalisme hal semacam ini lumrah terjadi.


Hakikat pemimpin adalah pelindung dan pelayan bagi rakyat. Jadi pemimpin harus berusaha maksimal untuk memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan. Melindungi kepentingan rakyat di atas kepentingan pihak-pihak lain. Kaitannya dengan harga pemerintah tidak boleh menentukan harga di pasaran, tetapi pemerintah harus mengupayakan sebab-sebab agar harga tetap stabil. Berbagai upaya bisa dilakukan, misalnya inovasi- inovasi, intensifikasi dan ekstensifikasi sehingga hasil pertanian akan berkualitas dan melimpah. Memudahkan petani untuk mengakses bibit dan pupuk. Sehingga harga pangan bisa terkendali karena biaya produksi yang murah, tanpa pemerintah menentukan harga.


Kita bisa menjadikan kisah Khalifah Umar bin Khattab sebagai teladan. Kisah beliau yang memanggul sendiri karung gandum, ketika mendapati dalam sidaknya di malam buta ada seorang ibu dan anak-anaknya kelaparan, kemudian memasakkan dengan tangan beliau roti untuk mereka. Semua itu dilakukan karena semata-mata karena dorongan takwa kepada Allah. Sadar betul bahwa pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan selama menjadi pemimpin. Jadi sudah seharusnya para pemimpin kaum muslimin mencontoh bagaimana Rasul, sahabat, dan para Khalifah memimpin. Mereka begitu kuat memegang aturan Allah. Sehingga keberkahan akan menyelimuti negeri kaum muslimin. Wallahualam bissawab. []