Selamatkan Generasi dari Kehancuran Moral

Daftar Isi

Perjuangan atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini hanyalah untuk menghancurkan generasi, terkhusus di negeri-negeri muslim

Fenomena maraknya HIV/AIDS ini mencerminkan rusaknya peradaban kapitalisme sehingga perlu adanya solusi yang komprehensif


Penulis Iin Indrawati

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Banyak cara dilakukan oleh para pegiat kesehatan di Yayasan Grapiks yang berada di Kompleks Binakarya, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, untuk menekan, mengurangi, hingga memutus penularan HIV/AIDS. Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian, mengatakan bahwa belakangan ini angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) jika dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, atau lainnya. Begitu juga kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Kabupaten Bandung (TRIBUNJABAR, 5/6/2024).


Vika menyatakan, dari 346 kasus yang ditemukan pada 2023, sebanyak 328-nya akibat SLS, 8 waria, dan 10 pengguna narkoba suntik. Sedangkan di tahun 2024, sebanyak 130 kasus adalah akibat LSL, 3 waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. Jadi, korban terpapar HIV/AIDS mayoritasnya akibat LSL.


Maka, pihaknya konsen dan terdapat tim lapangan untuk menjangkau LSL ini agar memeriksa atau mengetes HIV/AIDS dan memberikan edukasi sehingga bisa diketahui lebih dini.


Menurut Vika, penyimpangan seksual tersebut memiliki penyebab beragam. Ada yang sakit hati oleh wanita, sehingga ia berbalik tidak menyukai wanita, atau akibat lingkungan, misalnya, dari kecil semua yang ada di rumahnya perempuan hingga ia berperilaku seperti perempuan dan menyukai sesama jenis, bahkan ada juga karena uang, sehingga ia menjual diri. Orang yang terpapar HIV/AIDS akibat LSL ini ada di usia produktif. Sehingga, sangat penting peranan orang tuanya dalam mengawasi dan mendidik anaknya supaya tidak terjerumus.


Kasus pertama HIV/AIDS muncul pada 1978 dan orang dengan gejala tersebut baru teridentifikasi pada 1981 di San Fransisco pada kalangan homoseksual. Di Indonesia, kasus ini muncul pertama kali 10 tahun kemudian di Bali, juga pada kalangan homoseksual. 


Hak asasi manusia (HAM) selama ini acapkali menjadi alibi terkuat untuk menepis stigma terhadap perilaku seks bebas dan LGBT. Padahal, HIV/AIDS adalah akibat pasti bagi pelaku seks bebas, terlebih jika mereka LGBT. Namun, data HIV/AIDS sangat jarang diungkap ketika ide sesat tersebut sedang dikampanyekan.


Para pelaku dan pembelanya selama ini mati-matian mencari celah untuk memperjuangkan nasib LGBT yang konon selalu tersingkir dan terdiskriminasi oleh masyarakat umum. Tidak heran, sebagian besar negara maju pengasong sekularisme pun melegalkan pernikahan sesama jenis demi tertunaikannya kebebasan berperilaku.


Perjuangan atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini hanyalah untuk menghancurkan generasi, terkhusus di negeri-negeri muslim. Fenomena maraknya HIV/AIDS ini mencerminkan rusaknya peradaban kapitalisme sehingga perlu adanya solusi yang komprehensif. Sejatinya, akar masalahnya adalah karena liberalisme dan sekularisme menjadi landasan tata kelola kehidupan. Setiap solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak pernah menyentuh akar masalah. 


Islam menawarkan solusi untuk mengatasi permasalahan ini, bahkan seluruh persoalan kehidupan. Islam menjaga agar manusia selalu berada dalam perilaku mulia dan memuliakan. Hal yang menyimpang tidak akan mendapat peluang dalam kehidupan dan akan ada sanksi tegas atas pelanggarnya.


Islam memiliki aturan tegas perihal seks bebas dan LGBT yang bersumber dari Allah Swt., yang sesuai fitrah manusia. Allah Swt. berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS An-Nuur [24]: 2)


Pembangkangan manusia pada aturan Allah telah menyebabkan kebebasan berperilaku tumbuh subur, khususnya dalam naungan payung individualisme yang terjamin oleh sistem demokrasi dan kapitalisme dengan aturan sekuler yang menjadi pelumasnya.


Islam telah menutup pintu-pintu menuju liberalisasi seksual (zina), seperti pergaulan bebas (dengan lawan jenis maupun sejenis), bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat). Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra’ [17]: 32)


Sungguh, keterikatan seorang muslim terhadap aturan Allah adalah salah satu benteng pelindung dari liberalisasi seksual, selain kontrol masyarakat dan penerapan aturan Islam oleh negara Islam (Khilafah). Dengan Islam, manusia tidak akan berpikir tentang liberalisasi seksual terutama LGBT, karena kedua hal ini adalah tindak kriminal/kejahatan besar (jarimatul kubra).


Liberalisasi seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis, memiliki sanksi yang luar biasa tegas dalam Islam. Sanksi zina dan hubungan sejenis akan mandul jika ada ideologi rusak yang melindungi kriminalitas itu. Seperti sabda Rasulullah saw., “Siapa yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homoseksual seperti kelakuan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya (pelaku dan objeknya)” (HR Ahmad dan Abu Daud)


Hanya dengan penerapan syariat Islam kafah, perilaku seks bebas dapat dihentikan dan HIV/AIDS dapat diberantas. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu memutus rantai liberalisasi seksual. Wallahualam bissawab. []