Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat atau Tabungan Pemerasan Rakyat?

Daftar Isi

Sistem yang dianut hari ini yaitu kapitalisme sangat menzalimi rakyat

Rakyat dijadikan sapi perah, yang tenaga dan hasil kerjanya terus diperas dengan berbagai potongan atau pajak


Penulis Verawati S.Pd, A.P.Ph

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Lagi dan lagi pemerintah melakukan pemerasan pada rakyat. Kali ini dengan putusan pemerintah nomor 21 tahun 2024 tentang pungutan pada rakyat dengan nama tabungan perumahan rakyat. Kebijakan ini akan diberlakukan pada semua pekerja, baik ASN atau PNS, BUMN, BUMD dan juga swasta. 


Dalam putusan tersebut ditetapkan bahwa setiap pekerja akan dipungut atau dipotong gaji setiap bulannya sebesar 3%. Dengan rincian 2,5% dari pekerja dan 0,5% dari pemberi kerja. Sebagaimana dilansir media Detiknews (28/05/2024)


Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan peserta atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%.


Penolakan pun datang dari berbagai pihak, tidak hanya dari para pekerja atau buruh melainkan juga dari para pengusaha atau pemberi kerja juga dari berbagai organisasi peduli pekerja. Mereka merasa terbebani, sebab saat ini pun sudah banyak pungutan yang harus dikeluarkan perusahaan di antaranya yaitu BPJS. 


Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh aliansi serikat buruh Indonesia, Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, Tapera hanyalah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji melalui pembiayaan iuran BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua. (detikNews, 28/05/2024)


Secara logika dan kebijakan ini pun tidak masuk di akal. Tabungan yang hanya ditetapkan 3% dari gaji ini tidak akan cukup untuk membeli rumah, bahkan uang mukanya saja tidak cukup.


Misal seorang mempunyai gaji 4 juta/bulan, maka 3%-nya yaitu Rp120.000. Dalam waktu satu tahun Rp1.440.000. Misal dia bekerja selama 20 tahun hanya mendapatkan uang Rp28.800.000. tidak hanya itu, kepastian mendapatkannya pun itu belum pasti. 


Kalaupun itu dapat karena hasil dari pemupukan atau investasi. Akankah mampu mencapai target uang yang dibutuhkan untuk membeli rumah? Yang sudah jelas pemupukan berbasis bunga itu haram hukumnya. Sebagai umat Islam harusnya menjauhi.  Sebagaimana firman Allah Swt.,

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....(TQS Al-Baqarah: 275)

Keganjilan lainnya dari kebijakan ini yaitu sama sekali tidak ada dana pemerintah yang masuk. Hal ini jelas menandakan bahwa tidak ada peran pemerintah alias berlepas tangan dari tanggung jawab. Kalau jaman dahulu ada Perumahan Nasional (Perumnas) itu jelas, pemerintah membuat rumahnya dulu, kemudian rakyat mencicil. Sedangkan kali ini, uang rakyat diambil tanpa ada kejelasan dapat tidaknya rumah dan di mana rumahnya. 


Justru yang terlihat jelas adalah bahwa pemerintah membutuhkan dana segar ini. Bayangkan jika 3% ini terkumpul dari sekian juta penduduk yang bekerja. Hasilnya bisa puluhan triliun-an setiap bulannya. Terbukti alokasi dana yang terkumpul, sekian persennya dialokasikan untuk Surat Berharga Negara (SBN), rawan korupsi, investasi yang mangkrak dan lain sebagainya. Sebab sudah banyak kasus seperti Jiwasraya.


Inilah bukti bahwa sistem yang dianut hari ini yaitu kapitalisme sangat menzalimi rakyat. Rakyat dijadikan sapi perah, yang tenaga dan hasil kerjanya terus diperas dengan berbagai potongan atau pajak. Sedangkan sumber daya alam yang melimpah ruah diberikan pada pihak asing dan swasta yang bermodal.


Berbeda dengan sistem Islam. Dalam pandangan Islam, rumah adalah kebutuhan pokok, maka sudah menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan dengan mudah, murah, bahkan gratis. Dengan bentuk rumah yang memang layak sesuai standar syariah. Bahwa fungsi rumah adalah untuk melindungi dan menjaga kehormatan penghuninya juga menjadi tempat istirahat yang nyaman. Bukan hanya sekedar rumah yang apa adanya atau RS5, Rumah sangat sempit sekali susah selonjoran.


Darimana pembiayaan pembangunan rumah ini? Dari kas baitulmal. Kas ini diperoleh dari berbagai pendapatan negara seperti kharaj, jizyah, fa'i, ganimah dan harta lainnya. Negara Islam juga akan membangun industri perumahan dengan mengelola sumber daya alam yang tersedia. Industri baja, besi, genteng, semen dan lain sebagainya yang termasuk industri berat, itu dikelola negara. Sehingga negara akan mudah untuk membangun perumahan untuk rakyatnya.


Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasul saw. saat hijrah ke Madinah. Para Muhajirin yang datang mereka membutuhkan rumah, termasuk rasul. Maka rasul terjun langsung menetapkan wilayah-wilayah yang dijadikan untuk perumahan. Begitu pula masa Khalifah sesudahnya. 


Maka sudah saatnya kita melirik dan menerapkan Islam sebagai sebuah aturan hidup. Sebab aturan ini datang langsung dari Sang Pemilik Dunia yaitu Allah Swt.. Aturannya bukan coba-coba seperti percobaan kelinci. Tapi aturannya pasti, pasti benar dan menentramkan serta menyejahterakan di dunia juga di akhirat kelak.

Wallahualam bissawab. []