Fenomena Banyak Anak Durhaka, Buah Sistem Kapitalisme
Pendidikan Islam bertujuan menghasilkan generasi yang memiliki keimanan yang kuat, berkepribadian Islam dan terdepan dalam sain dan tekhnologi
Pendidikan yang berbasis akidah ini akan mampu menciptakan generasi yang taat, termasuk pada orang tua
Penulis Verawati S.Pd, A.P.Ph
Pegiat Literasi
Siddiq-news.com, OPINI -- Salah satu dongeng rakyat yang terkenal yaitu Maling Kundang si Anak Durhaka. Dongeng yang mengisahkan sang anak yang pergi meninggalkan rumah dan berhasil menjadi kaya raya. Namun ketika bertemu dengan ibunya, dia tidak mengakuinya lagi. Akhirnya sang anak tadi berubah menjadi batu. Terlepas cerita itu benar atau tidak, pelajaran dari dongeng ini, anak harus hormat dan berbakti pada orang tuanya. Jika durhaka maka hidupnya menjadi sengsara.
Namun di zaman yang makin modern dan bebas, hubungan anak dan orang tua makin terkikis. Kini makin menjamur Maling Kundang-Maling Kundang baru. Mereka tidak hanya tidak sopan, tidak hormat dan tidak mengakui orang tuanya tetapi lebih sadis dan beringas lagi. Mereka malah menjadi penjagal orang tua sendiri.
Viral di sosial media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan polisi, pelaku nyatanya dua anak kandungnya sendiri. Liputan6, 24/06/2024
Di tempat yang lain pun terjadi kasus yang sama. Sebagaimana dilansir media Kasus Liputan6 (21/06/2024), pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak di Pesisir Barat, Lampung, terhadap orang tuanya ternyata berawal dari permintaan korban untuk dibantu di antarkan ke kamar mandi.
Kasus ini begitu menyayat hati sebab, anak-anak yang seharusnya menjadi teman, penolong, hiburan dan perhiasan orangtuanya kini malah menjadi monster yang mematikan. Kedua kasus ini menambah panjang daftar kasus anak yang durhaka pada kedua orang tuanya. Fenomena ini patut menjadi bahan renungan bersama. Apa yang menjadi penyebab atau pemicu dan harus seperti apa solusi yang bisa dilakukan. Sehingga kejadian ini tidak terulang lagi.
Akar Masalah
Pada dasarnya anak-anak dilahirkan dalam keadaan bersih seperti kertas putih. Mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diberikan oleh kedua orang tuanya dan juga tergantung lingkungan. Mau dijadikan orang saleh atau tholeh (nakal) dan taat kepada Allah atau sebaliknya. Mau jadi preman atau jadi Superman? Sabda Nabi saw.' anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, tergantung orang tuanya, akan dijadikan ....
Sejatinya tidak ada orang tua yang tidak sayang pada anaknya. Namun, terkadang dalam mewujudkan rasa ini banyak yang kurang tepat hingga cenderung sesat. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa ketika mereka membuktikan kasih sayangnya pada anaknya, cukup hanya dengan memberikan materi semata. Sedangkan kebutuhan kasih sayang, bimbingan agama, akhlak dan budi pekerti serta teladan langsung dari orang tua sangat kurang bahkan nol.
Banyak orang tua yang belum siap jadi orang tua, mereka hanya siap membuat anak. Orang tua sibuk dengan pekerjaan, sedangkan pendidikan anak-anak diserahkan pada sekolah. Hal ini karena hari ini orang tua disibukkan atau menyibukkan diri dengan hanya mencari nafkah. Berangkat pagi pulang petang. Tidak hanya ayah yang bekerja, ibu pun turut bekerja karena tuntutan kehidupan hari ini begitu banyak dan tinggi.
Sisi lain, lingkungan masyarakat dan juga negara cenderung tidak mendukung. Sebab sistem hari ini yaitu kapitalisme sekular memiliki landasan menjauhkan agama dari kehidupan. Pendidikan, pergaulan dan sistem kehidupan lainnya bersifat materialis dan kapitalis. Pelajaran agama di sekolah sedikit sekali porsinya, tujuan pendidikan pun hanya mencetak anak mampu menjadi buruh. Pergaulan bebas dan kekerasan seperti sudah biasa.
Walhasil anak-anak tumbuh rapuh bak stroberi. Indah dilihat tapi rapuh. Tidak punya benteng atau pondasi keimanan yang kuat sehingga mudah terbawa kemana tren mengalir, mereka ikut. Mereka pun minim dari akhlak dan budi pekerti yang luhur. Patokan kehidupan yang dipegang pun bersifat materi.
Termasuk memandang pada kedua orang tua, hanya bersifat materi semata. Jika orang tua mereka bermanfaat atau berduit maka makan dijaga dan dipelihara. Sebaliknya jika orang tuanya tidak menguntungkan apalagi merugikan dan membebani hidup sang anak, maka tidak ada penjagaan dan pemeliharaan pada orang tua. Bahkan tega dipenjarakan dan dihabisi nyawanya.
Demikian kapitalisme telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan termasuk hubungan orang tua dan anak. Menghilangkan fitrah orang tua dan juga anak. Keharmonisan dan kebahagiaan dalam keluarga tidak akan terwujud.
Berbeda dengan Islam. Islam mengatur hubungan orang tua dan anak adalah hubungan yang harmonis, penuh kasih sayang. Islam mengajarkan pada para orang, untuk memandang bahwa anak adalah amanah, titipan dari Allah. Maka akan dididik sesuai dengan Sang Penitip yaitu Allah Swt..
Dengan pemahaman seperti ini maka orang tua akan mendidiknya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Mengajarkan tauhid dan ilmu agama yang baik. Begitu pula masyarakat dan negara. Masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lainnya. Sedangkan negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam dan juga sistem sanksi Islam serta sistem-sistem lainnya.
Pendidikan Islam bertujuan menghasilkan generasi yang memiliki keimanan yang kuat, berkepribadian Islam dan terdepan dalam sain dan tekhnologi. Pendidikan yang berbasis akidah ini akan mampu menciptakan generasi yang taat, termasuk pada orang tua. Bahkan Islam memposisikan orang tua begitu tinggi dan mulia. Sampai-sampai ketika ingin mendapatkan keridhoan dari Allah Swt., terlebih dahulu harus mendapatkan rida dari orang tua.
"Rida Allah Swt. bergantung dari rida kedua orang tua dan murka Allah Swt. bergantung dari kemurkaan orang tua.” (HR Tirmidzi, Hakim, Ibnu Hibban).
Dalam tataran praktisnya Islam mengajarkan pada anak untuk berperilaku baik dan patuh pada orang tua. Hanya sekedar berkata "ah" saja haram hukumnya, apalagi membentak, memenjarakan atau membunuh. Semuanya jelas termasuk dosa besar. Sebagaimana firman Allah Swt. “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan 'uf' [ah] kepada kedua orang tua.” (QS al-Isrâ', 17: 23).
Demikianlah Islam memiliki peraturan yang sangat jelas. Ketika aturan itu diterapkan maka akan menjadi solusi atas seluruh persoalan yang ada. Maka keharmonisan dan kebahagiaan pun akan tercipta. Baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan juga negara.
Wallahualam bissawab. []